Ekonomi Bali Bakal Tembus 6,5%
Jika ‘normal’, maka pertumbuhan ekonomi Bali hanya 5,9 persen. Tapi karena IMF-World Bank bisa naik 0,64 persen sehingga di 2018 pertumbuhan ekonomi Bali menjadi 6,54 persen.
Pertemuan Tahunan IMF- Bank Dunia
JAKARTA, NusaBali
Penyelenggaraan Annual Meeting IMF-World Bank 2018 di Bali pada Oktober mendatang akan mendorong pertumbuhan ekonomi Pulau Dewata pada 2018. Pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan mencapai 6,5 persen.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pada tahun lalu, pertumbuhan ekonomi berada di bawah 6 persen. Namun, pada tahun ini dengan ada Annual Meeting ini pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh hingga 6,5 persen. "Pertumbuhan ekonomi di Bali itu dari 5,9 persen (perkiraan tahun ini) jadi 6,5 persen," ujar dia di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Senin (17/9).
Sementara itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Bali memang tengah melambat hingga di bawah 6 persen. "Kegiatan ini akan membuat ekonomi Bali terdongkrak karena ada pertumbuhan yang lambat di Bali. Biasanya tumbuh di atas 6 persen, jadi kurang dari 6 persen. Ini karena kunjungan wisman menurun. Juga dari sisi ekonomi ekspor barangnya di Bali drop," kata dia.
Namun dengan ada Annual Meeting IMF-World Bank ini, akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Bali di akhir tahun hingga bisa menembus 6,4 persen. "Di 2018 kalau Bali ikuti pola yang tidak ada Annual Meeting maka pertumbuhan ekonomi Bali hanya 5,9 persen. Masih di bawah 6 persen, masih melambat yang sejak 2017. Tapi karena IMF-World Bank bisa naik 0,64 persen sehingga di 2018 pertumbuhan ekonomi Bali menjadi 6,54 persen," ujar dia.
Bambang juga berharap pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia akan membuat Bali dikenal sebagai lokasi pertemuan berkelas internasional. Hal ini sama seperti Davos, Swiss, yang sering menggelar pertemuan internasional. Bambang Brodjonegoro mengatakan, saat ini Davos telah dikenal sebagai lokasi langganan penyelenggaraan ajang pertemuan internasional, salah satunya World Ekonomic Forum (WEF) yang dilaksanakan setiap tahun.
"Salah satu contohnya adalah World Economic Forum di Davos, kota kecil di Swiss yang dia setiap tahun jadi host pertemuan internasional. Ini memunculkan efek jejaring, efek kompetensi sebagai penyelenggara event internasional, efek infrastruktur dan image effect yang menunjukkan kemampuan negara sebagia tuan rumah yang sangat capable jadi tuan rumah mega meeting," ujar dia.
Pada awal pertemuan WEF di 2001, jumlah pesertanya hanya 4.600 dengan 200 pertemuan. Namun sebagai tuan rumah, Davos mampu mengantongi 22,7 juta Swiss Franc yang terdiri dari dari 15,7 juta Swiss Franc secara langsung dan 7 juta Swiss Franc dari dampak tidak langsung. "Biaya penyelenggaraan WEF yang sebesar 2-2,5 juta Swiss Franc tertutup oleh keuntungan ekonomi yang tercipta. Ini hanya dari pertemuan yang berlangsung selama 1 minggu," kata dia.
Hal yang sama juga diharapkan terjadi pada Bali usai menyelenggarakan Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia. Total dampak langsung terhadap ekonomi Bali akan mencapai Rp 5,9 triliun yang di antaranya berasal dari investasi infrastruktur yang mencapai Rp 3 triliun dan belanja wisatawan mancanegara dan domestik sebesar Rp 1,1 triliun.
"Bali bukan tempat asing mega meeting di 2013. Bali pernah di tuna rumah APEC. Di situ terjadi pertumbuhan ekonomi tertinggi di Bali. Yang mendapat dampak positif terbesar yaitu hotel dan restoran, transportasi dan konstruksi," ujar dia.*
Komentar