nusabali

Empat Mahasiswi Bali Raih Beasiswa Monbukagakusho Jepang

  • www.nusabali.com-empat-mahasiswi-bali-raih-beasiswa-monbukagakusho-jepang

Empat mahasiswi Bali berhasil meraih beasiswa pemerintah Jepang (Monbukagakusho) Tahun 2018.

DENPASAR, NusaBali

Pelepasan keempat mahasiswi yang masing-masing berasal dari Universitas Udayana (Unud) dan STIBA Saraswati Denpasar ini dilakukan di kediaman resmi Konsul Jenderal Jepang di Denpasar, Jalan Ciung Wanara I/27, Renon, Denpasar, Senin (17/9).

Pelepasan dihadiri Kabid Pembinaan Ketenagaan Dinas Pendidikan Provinsi Bali I Wayan Suarna, Deputi Konsul-Jenderal Jepang di Denpasar Koichi Ohashi, Pengurus Persada (Persatuan Alumni dari Jepang), serta para dosen masing-masing universitas. Keempat mahasiswi penerima beasiswa Monbukagakusho ini mengikuti skema yang berbeda. Ni Made Mia Septiarini Putri dan Ni Nyoman Ayu Devi Pragasuri yang berstatus mahasiswa Unud mengikuti program pemahiran berbahasa Jepang selama satu tahun. Sedangkan Ni Luh Putu Miraheni dari STIBA Saraswati Denpasar mendapatkan beasiswa S2 jurusan Manajemen di Universitas Jepang. Sementara Putu Yuliandari yang merupakan staf dosen di Fakultas Kedokteran Unud akan menempuh program S3 di salah satu universitas di Jepang.

Konsulat Jenderal Jepang di Denpasar, Hirohisa Chiba mengatakan, program beasiswa ini adalah program tahunan yang rutin diberikan oleh pemerintah Jepang. Program-program yang ditawarkan beragam, diantaranya Program Research Student bagi lulusan perguruan tinggi, Undergraduate, College of Technology dan Professional Trainning College bagi lulusan SMA, Japanese Studies bagi mahasiswa prodi Jepang, serta Teacher Trainning bagi para guru bahasa Jepang. “Program ini dibuka setiap tahun. Sudah banyak mehasiswa yang mendapatkan program beasiswa ini. Kedepan saya harap bisa lebih berkembang, semakin banyak yang mendapatkan kesempatan baik itu,” ujarnya.  

Menurut Hirohisa, ada sekitar 5.400 mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Jepang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar adalah penerima beasiswa, baik dari pemerintah Jepang, instansi, maupun perusahaan lainnya. Beasiswa Monbukagakushi sendiri adalah beasiswa yang menanggung biaya studi dan biaya hidup penerima tanpa ikatan apapun. Dia pun berharap makin banyak mahasiswa di Bali yang memanfaatkan kesempatan ini. “Sebenarnya tidak ada kuota untuk penerima beasiswa ini. Kalau lulus seleksi, bisa langsung dapat beasiswa ke Jepang. Saya berharap makin banyak mahasiswa di Bali yang memanfaatkan kesempatan ini,” katanya.

Hirohisa juga berharap penerima beasiswa dapat memanfaatkan kesempatan untuk untuk mempelajari sejarah dan budaya Jepang, serta bisa menjadi jembatan penghubung yang lebih baik bagi perdahabatan Indonesia dengan Jepang yang sudah terjalin selama 60 tahun. “Silakan berupaya untuk memperkenalkan diri sendiri maupun memperkenalkan budaya Indonesia khususnya Bali kepada orang Jepang. Dengan demikian, walaupun kesempatan ini hanya 1 tahun di Jepang tetapi pengalaman ini akan menjadi pengalaman emas. Semoga kesempatan ini juga memberikan kenangan indah dan lebih mencintai Jepang nantinya,” tandas Hirohisa saat melepas para penerima beasiswa.

Sementara itu, Putu Yuliandari, 30, sebagai salah satu mahasiswi yang berhasil meraih beasiswa ke Jepang menceritakan, dia terpilih melalui skema program kerjasama antara Universitas Udayana dan Kobe University, Jepang. Perempuan yang merupakan staf dosen di Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unud ini, sangat ingin belajar mengenai hepatitis virus di Jepang. Dengan harapan, setelah menempuh pendidikan selama kurang lebih empat tahun di Negeri Sakura, Yuliandari pulang ke Tanah Air dengan membawa ilmu baru untuk dunia kesehatan Indonesia menjadi lebih baik.

“Sehingga nanti ketika pulang ke Indonesia, saya bisa membantu mengembangkan penelitian itu lagi. Bagaimana nantinya pasien-pasien hepatitis di Bali dan Indonesia, lalu kita bandingkan dengan kecanggihan laborarorium di Jepang, yakni di Universitas Kobe,” ungkapnya.

Menurut Yuliandari, riset penelitian di Jepang sangat maju. Inilah alasan mengapa perempuan asal Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem ini memimpikan untuk bisa kuliah di Jepang. “Mungkin dari situ kita bisa mengembangkan obat hepatitis misalnya, atau vaksin hepatitis yang diperbaiki. Karena kita di Indonesia memang laboratoriumnya masih kurang, kadi kita belajar ke sana (Jepang, red),” ungkap Yuliandari.

Meski lolos meraih beasiswa ke Jepang, namun perempuan ini mengaku tidak fasih berbahasa Jepang. Bermodal nekat, tekad, dan niat, siapa sangka ternyata perjuangannya membuahkan hasil. Bahkan awalnya Yuliantari hanya menarget Universitas Nagasaki yang menduduki ranking 25 dari universitas se-Jepang. Namun nyatanya, dia malah diterima di Universitas Kobe yang notabene peringkat ke-12. “Kalau studi S3 itu lebih banyak memakai bahasa internasional yaitu bahasa Inggris. Cuman ya, kalau bahasa sehari-hari kalau pergi ke pasar yang ada di sana (Jepang, red), ya saya harus belajar bahasa Jepang lagi,” ceritanya sembari tertawa kecil.

Meski mengaku senang mendapatkan beasiswa ke negara impiannya, namun Yuliandari harus menghadapi tantangan cukup berat karena harus berpisah dengan suami dan anaknya. Meski harus Long Distance Relationship (LDR), namun Yuliandari yakin mampu melaluinya dengan baik. “Anak ya tinggal di Bali dulu sama keluarga. Nanti pulang satu tahun sekali,” tutupnya. *ind

Komentar