Saat Kuliah di ITB, Tulis Buku Rumus-rumus Fisika untuk SMA
Gde Bimananda Mahardika Wisna yang notabene putra dari Ketua Komisi IV DPRD Buleleng, Gede Wisnaya Wisna adalah petaih medali emas Olimpiade Sains Nasional Bidang Kimia Tingkat Nasional 2010, saat masuk duduk di Kelas II SMAN 1 Singaraja
Gde Bimananda Mahardika Wisna, Putra Buleleng Berotak Encer yang Pernah Gagal Masuk Kedokteran
SINGARAJA, NusaBali
Gde Bimananda Mahardika Wisna, 23, termasuk salah satu putra Bali yang berotak paling encer. Semasa sekolah di SMAN 1 Singaraja, putra Buleleng asal Kelurahan Kampung Anyar, Kecamatan Buleleng ini sukses meraih medali emas Olimpiade Sains Nasional (OSN) Kimia Tingkat Nasional 2010. Kini, alumnus ITB Bandung tahun 2016 yang sempat gagal kuliah di Fakultas Kekteran ini dikenal sebagai penulis buku tentang rumus-rumus Fisika untuk tingkat SMA. Buku berjudul ‘Mekanika Olimpiade Fisika’ yang ditulis Gde Bimananda Mahardika berhasil tembus grup percetakan Gramedia.
Saat ini, Gde Bimananda Mahardika tengah menempuh pendidikan S2 Bidang Materials Science di University of California San Diego, Amerika Serikat. Dia kuliah S2 di Amerika Serikat dengan beasiswa dari pemerintah pusat. Ketika masih kuliah di ITB Bandung, Bimananda Mahardika pernah magang sebagai intern di CERN, Swiss, sebuah Laboratorium Fisika Partikel Terbesar di dunia. Bimananda juga pernah mejalani pertukaran mahasiswa ke Tokyo Intitute of Tecknology, Jepang, untuk penelitian Nano Transistor.
Bimananda Mahardika adalah putra sulung dari tiga bersaudara pasangan Gede Wisnaya Wisna dan Ni Ketut Subaktiasih. Sang ayah, Gede Wisnaya Wisna, adalah politisi Hanuara yang kini menjabat Ketua Komisi IV DPRD Buleleng 2014-2019.
Bimananda Mahardika sendiri dulunya menulis buku tentang rumus-rumus Fisika tingkat SMA, saat kuliah di ITB Bandung. Namun, bukunya itu dimatangkan kembali ketika jeda menunggu kulihan di Amerika Serikat pasca lulus ITB tahun 2016. Buku ‘Mekanika Olimpiade Fisika’ yang ditulis Bimananda ini disusun berdasar pengalamannya membaca berbagai buku referensi ketika sukses meraih medali emas OSN Nasional saat duduk di Kelas II SMAN 1 Singaraja pada 2010 dan sabet medali perunggu ON-MIPA Tingkat Perguruan Tinggi 2012.
Terungkap, Bimanada sudah tertarik dengan ilmu Fisika sejak masih duduk di bangku Kelas VI SDN 3 Banjar Jawa, Singaraja pada 2005. Itu terjadi setelah secara kebetulan dia membaca biografi Isac Newton, seorang ahli Fisika, Kimia, dan Metematika asal Ingris. Ketertarikannya pada ilmu Fisika itu mendapat angin segar dia duduk di bangku SMPN 1 Singaraja. Kala itu, Bimananda diberikan buku yang cukup tebal oleh ayahnya tentang soal-soal Olimpiade Fisika tingkat SMP karangan dari Yohanes Surya.
“Sejak kecil saya sudah tertarik dengan hal-hal yang aneh. Saya menyenangi Fisika sejak Kelas V SD, setelah membaca biografi Isac Newton. Waktu SMP, bapak memberi hadiah buku tentang soal-soal Olimpide Fisika. Buku itu saya baca terus sampai habis. Semua soal-soal saya coba kerjakan sendiri. Sejak itu, saya tertarik dengan Fisika, dan saya mulai aktif mengikuti kompetisi Fisika,” kenang Bimananda kepada NusaBali, beberapa waktu lalu.
Bimananda tamat SMPN 1 Singaraja tahun 2008. Dia kemudian diterima di sekolah favorit SMAN 1 Singaraja. Setamag SMA tahun 2011, Bimandanda sempat melamar di Fakultas Kedokteran Unud, karena dipaksa orangtuanya. Sayangnya, Bimananda yang jago Fisika gagal diterima di Fakultas Kedokteran Unud.
Bahkan, dia sampai dua kali gagal tes di Fakultas Kedokteran Unud. Pertama melamar, Bimananda mengunakan jalur prestasi dengan perolehan medali OSN tingkat Nasional. Karena gagal, Bimananda kembali mencoba lewat jalur tes tulis. Namun, dia lagi-lagi gagal. Sampai akhirnya Bimananda beralih melamar di ITB Bandung. Bak gayung bersambut, pemuda pemuda kelahiran Singaraja, 27 Juli 1993, ini diterima di Teknik Fisika ITB Bandung.
Kedua orangtuanya punya alasan, kenapa mereka ‘memaksa’ Bimananda melamar di Fakultas Kedokteran Unud, mesikpun anaknya tidak suka bidang kesehatan. Pertama, biar dekat dengan orangtua, karena masih kuliah di Bali. “Kedua, Bimananda itu kan punya sakit Asma, jadi nanti biar bisa mengobati sakitnya,” kenanang ibunda Bimananda, Ni Ketut Subaktiasih, saat ditemui NusaBali di kediamannya kawasan Perumahan Panji Asti Singaraja.
“Pada akhirnya, saya bersyukur juga Bimananda tidak diterima di Fakultas Kedokteran Unud. Dengan kuliah di ITB, Bimananda sudah dapat menulis buku yang diterbitkan oleh Gramedia. Padahal, sangat sulit lho tembus ke Gramedia itu,” sambung ayahnda Bimananda, Gede Wisnaya Wisna.
Dikisahkan, sejak kecil Bimananda sudah tertarik dengan hal-hal yang aneh (pertama kali dilihatnya, Red). Rasa ingin tahunya terhadaps esuatu yang baru, kerap merepotkan orangtuanya karena harus menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Bimananda. “Pernah suatu hari waktu Bimananda masih kecil, saya ajak antre beli BBM di Pom Bensin. Dia malah bertanya tentang lambang SPBU itu. Aduh saya waktu itu tidak bisa menjelaskan. Memang Bimananda sejak kecil suka bertanya yang aneh-aneh, apa pun yang dilihatnya, pasti ditanyakan,” cerita Ketut Subaktiasih.
Konon, Bimananda sejak kecil lebih sering belajar sendiri, jarang mau belajar kelompok. Orangtuanya juga tidak pernah ‘mamaksa’ Bimananda untuk belajar. Namun, Bimananda sangat displin dalam belajar, hingga jarang keluar rumah jika tidak ada hal-hal penting.
Bimanada seakan mengikuti jejak ayahnya, Gede Wisnawa Wisna, yang dulu juga kuliah di ITB Bandung. Setamat ITB, sang menempuh program Doktor di Jerman tahun 1990-an. Bimananda pun sempat ke Jerman dan foto selfie di mana ayahnya dulu berfoto. Ceritanya, ketika magang sebagai intern di CERN, Swiss, Bimananda yang saat itu masih kuliah di ITB mengisi waktu luang jalan-jalan ke Jerman. Nah, di Jerman foto selfie tepat di mana ayahnya dulu berfoto.
Dulunya, Wisnaya Wisna setelah tamat ITB, kemudian bekerja di Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) yang dimpin Presiden ke-3 RI, BJ Habibie. Oleh perusahaan, Wisnaya Wisna dikirim ke Jerman untuk melanjutkan pendidikan S2 di Jerman. *k19
Komentar