Berkenalan dengan Lelaki Kantong Sperma, Buku Karangan Sastrawan Asal Kota Serombotan
Mengenal kelainan seksual dari sudut pandang yang berbeda.
KLUNGKUNG, NusaBali
Apa yang kamu pikirkan ketika menemukan sebuah buku dengan judul seerotik ‘Lelaki Kantong Sperma’? Bagi yang negative thinking, bisa jadi akan menerka bahwa buku tersebut memuat tentang seksualitas yang vulgar atau mesum dan tabu untuk dibaca. Namun, bagi yang ingin berpikir positif, mungkin akan bertanya-tanya mengenai bagaimana buku tersebut bisa ditulis dan ilmu apa yang disuguhkannya. Hanya ada 2 kemungkinan dan silakan kamu pilih salah satunya.
Adalah I Putu Juli Sastrawan, pemuda asal Desa Paksebali, Dawan, Klungkung, ini telah meluncurkan buku antologi cerita pendeknya di awal 2018. Tema yang diangkat memang sebagian besar tentang gangguan seksualitas yang telah tercium dari judulnya. Namun, jangan salah paham dulu. Melalui buku ini, Juli ingin menepis pandangan skeptis masyarakat luas perihal orang dengan gangguan seksualitas yang acap kali dianggap sebagai sesuatu yang patut dijauhi atau dijadikan aib. Padahal, ada cara lain yang lebih manusiawi untuk menanggapi hal semacam itu.
“Aku ingin stigma masyarakat kepada orang-orang yang memiliki gangguan seksual semakin berkurang. Agar orang-orang tidak menganggap itu sebagai phobia karena bagaimana pun juga, itu alami. Beberapa orang memang seperti itu. Jadi, stigma-stigma buruk itu menurut saya perlu ditanggalkan dan ditinggalkan,” ungkap Juli saat diwawancara NusaBali via telepon.
Pria yang kini sedang menempuh pendidikan magister Ilmu Linguistik Wacana Sastra di Universitas Udayana ini tergerak untuk menulis cerita fiksi seputar erotika karena terinspirasi dari salah satu warga di desanya yang memiliki gangguan seksualitas, yang mana pria tersebut sering berjalan di tempat umum sambil memegang kemaluannya. Hal tersebut membuat masyarakat resah dan takut bila pria tersebut hadir. Tidak jarang juga ia melakukan aktivitas seksual tanpa malu-malu di hadapan para wanita. Pria tersebut semakin puas ketika orang-orang ketakutan melihat aksinya.
Berangkat dari fenomena tersebut, terlahirlah sebuah buku bertajuk ‘Lelaki Kantong Sperma’ yang memuat 9 cerita pendek dengan tebal 103 halaman yang sebagian besar ceritanya bertemakan tentang gangguan seksualitas, seperti pedofilia, homoseksual, parafilia, hingga necrophilic. Riset mendalam juga telah dilakukan Juli melalui membaca artikel-artikel terkait dan bertanya pada pakar-pakar. Sehingga, ada ilmu yang dapat dipetik dari buku yang tidak hanya sekedar membahas unsur seksual.
Masing-masing judulnya, antara lain; Menggiring Belia, Aurat Si Mayat, Lelaki Kantong Sperma, Ruang & Waktu Sekali Lagi, Di Ujung Percakapan Kontemporer, Bipolar, Tentang Mimpi & Cerita Lainnya, Parafilia, dan Percakapan Sembilan Pencarian.
Judul Lelaki Kantong Sperma dipilih dari salah satu kutipan kalimat cerpen yang berjudul sama. Hal ini dianggap unik oleh Juli dan mampu mewakili keseluruhan isi buku. Ada pun maksud yang terdapat di balik judul tersebut, kata Juli adalah, “Ketika dompet seorang lelaki sudah kosong, otaknya kosong, omongnya kosong, maka yang masih ia punya hanyalah sperma.”
Tidak sedikit yang terkecoh dan langsung menebak isi buku tersebut tanpa membacanya terlebih dahulu. Hal tersebut kerap ditemui pria yang juga selaku Pendiri Perpustakaan Jalanan bernama Literasi Anak Bangsa itu, bahkan di kalangan kawannya sendiri. Namun, tidak sedikit pula yang justru mendukung karya sastrawan Bali yang menawarkan sensasi segar dan pakem berbeda yang jarang dipikirkan sastrawan Bali lainnya, dan itu berasal dari penulis baru yang mulai merangsak memantapkan karirnya di dunia prosa modern.
Selain tema erotika yang termuat dalam buku tersebut, Juli juga bermain dalam diksi-diksi cadas yang menghidupkan tokoh melalui emosinya, seperti ‘persetan’, ‘sialan’ juga diksi yang agak vulgar seperti ‘telanjang’, ‘ngangkang’, ‘kelamin’, dan lainnya. Selain diksi, Juli juga mempermainkan perasaan pembaca dengan membuat ending cerita yang sadis dan tragis.
Sepak terjang Lelaki Kantong Sperma mulai terbaca ketika karya tersebut telah didiskusikan di beberapa tempat dan acara, seperti, di Rumah Belajar Komunitas Mahima (Singaraja, Buleleng), Sindikat Pesta Kebon (Denpasar), Kulidan Kitchen & Space (Guwang, Gianyar), Little Talks (Ubud, Gianyar), dan yang terbaru dibahas di Forum Diskusi Sastra, Balai Bahasa, Denpasar.
Dari berbagai diskusi tersebut, banyak hal yang telah didapatkan Juli dan tentunya untuk keberlangsungan karyanya. Ia bertemu banyak kawan baru, seperti, penulis, editor, illustrator, hingga penerbit, disangka gay juga pernah oleh salah satu penanya di diskusi bukunya. Seluruhnya merupakan pengalaman unik nan berharga yang telah dirasakan Juli melalui karya solo pertamanya ini.
Dari bocoran hasil wawancara NusaBali dengan Juli Sastrawan, dirinya mengaku telah menyiapkan karya baru yang sedang dikerjakannya hingga saat ini, namun belum diketahui kapan akan diterbitkan mengingat terbentur kuliah dan kesibukan pria yang saat ini dipercaya oleh Minikino sebagai Penulis Konten dan Translator Subtitle Film di organisasi film pendek tersebut.
“Proyek selanjutnya masih menulis dan memasukkan unsur erotika. Masih curi-curi waktu juga di sela-sela kuliah untuk nulis,” ucap Juli. *ph
Komentar