Pekerja Migran Buleleng Terancam Ilegal
Visa kerja yang dijanjikan ternyata tak kunjung diberikan, sehingga status pekerja belum legal untuk bekerja di Taiwan.
Lembaga Pelatihan Kerja Dinilai Ingkar Janji
SINGARAJA, NusaBali
Malang benar nasib GYE, 23, Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kecamatan Sukasada, Buleleng yang kini bekerja sebagai buruh pertanian di Taiwan. Gara-gara pengelola Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) tak bertanggung jawab, ia terancam menjadi PMI ilegal karena tak mengantongi visa kerja.
Menurut informasi yang didapatkan GYE, telah berangkat ke Taiwan, China, difasilitasi oleh salah satu LPK di Buleleng pada bulan Maret 2018 lalu. Saat itu ia hanya dibekali passpor dan tiket travel yang mengantarkannya sampai di tempat tujuan.
GYE yang sudah menandatangani perjanjian kerja di perusahaan yang bergerak di bidang pertanian itu dijanjikan akan mendapatkan visa kerja setelah dua bulan bekerja. Namun hingga enam bulan berjalan, pihak LPK yang memberangkatkannya tidak kunjung mengirimkan visa sesuai dengan perjanjian. Saat dihubungi pun pihak LPK tak dapat dikonfirmasi. Padahal di awal proses pengiriman, GYE sudah membayar Rp 75 juta kepada pengelola LPK itu.
Kondisi itu pun membuat GYE semakin khawatir, takut ketahuan pihak perusahaan dan imigrasi. Sekretaris Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Buleleng, Dewa Putu Susrama yang ditemui di kantornya, Rabu (19/9) siang kemarin mengaku sudah menerima laporan tersebut langsung dari yang bersangkutan. Dirinya pun mengaku saat ini sudah menangani kasus itu sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Setelah staf kami berkomunikasi dengan yang bersangkutan, ternyata memang tidak memegang visa kerja. Bahkan paspor yang dipegangnya itu terbitan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dia di sana meski saat ini masih bekerja sesuai kontrak kerja di perusahaan itu, merasa khawatir kalau nanti ketahuan bisa dikejar imigrasi,” kata dia.
Dengan laporan yang diterima, Susrama sangat menyayangkan jika dugaan yang dilakukan LPK itu benar adanya. Menurut Susrama, sebuah LPK hanya berwenang memberikan pelatihan dan mengarahkan calon PMI berangkat menggunakan agen atau Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PPTKIS), yang sudah mengantongi izin. Sedangkan LPK yang disebut GYE setelah dicek Disnaker, baru seminggu yang lalu mengurus izin sebagai PPTKIS dan masih menunggu proses dari provinsi.
“Kalau LPK tidak berhak melakukan penempatan tenaga kerja, karena itu adalah kewenangan PPTKIS,” imbuhnya. Selain itu Disnaker sudah memberikan saran kepada GYE untuk mencari perlindungan dan menjelaskan masalah yang dihadapinya kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Taiwan, China. Sedangkan dari Bali Disnakertrans juga sudah berkoordinasi dengan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI), terkait langkah selanjutnya yang akan diambil.
“Nah kalau sudah begini kan rugi semua, warga ke sana tujuannya mau bekerja kasian kalau sampai berkasus disana. Apalagi uang keberangkatannya masih ngutang di LPD atau di Bank, inilah agar menjadi perhatian kita bersama,” ungkap Susrama. *k23
1
Komentar