Responden di Tegallalang Cenderung Toleransi Politik Uang
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Udayana (LPPM Unud) merampungkan penelitian tentang ‘Toleransi Politik Uang dan Tingkat Partisipasi Pemilih pada Pilgub dan Pilkada Gianyar 2018’.
Penelitian LPPM Unud Pasca Pilkada 2018
GIANYAR, NusaBali
Hasilnya, dari 7 kecamatan di Gianyar, Tegallalang menunjukkan kecenderungan mentoleransi politik uang. Survei dilakukan dengan penyebaran 500 kuisioner sejak bulan Juli hingga Agustus setelah Pilkada berlangsung. Di Kecamatan Tegallalang terdata sebanyak 54 persen responden cenderung menerima adanya politik uang.
Hal ini diungkapkan Ketua peneliti dari LPPM Unud, Dr Ni Made Ras Amanda Gelgel SSos MSi di sela-sela acara evaluasi KPU Gianyar di Rumah Luwih Gianyar, Rabu (19/9).
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unud ini menjelaskan, ada dua penelitian yang dilakukan, yakni tentang politik uang dan pemilih milenial. Untuk politik uang, masyarakat di kecamatan Tegalalang cenderung mentoleransi politik uang.
“Kami membagikan kuisioner. Kalau ditanya apakah kamu dapat uang, tentu mereka tidak mau jawab. Maka kami pancing dengan kalimat kalau dapat uang bagaimana?,” jelasnya.
Pertanyaan itu pun memperoleh respon yang beragam dengan hasil yang telah dia paparkan di hadapan pengurus parpol di Gianyar, kemarin. “Bukan berarti Tegallalang paling tinggi politik uangnya. Jadi Tegalalang respondennya paling tinggi menerima apabila dikasih uang,” jelasnya.
Kata Amanda Gelgel, responden beralasan macam-macam. “Yang menerima belum tentu akan memilih yang ngasih uang. Paling hanya 22 persen penerima uang,” jelasnya.
Dengan adanya hasil penelitian itu, pihaknya mendorong KPU Gianyar memberikan pendidikan politik di wilayah yang rawan dengan politik uang. “Kalau kayak gini, perlu ada sosialisasi bahwa politik uang tidak baik. Fokus sosialisasi lebih ke Tegallalang. Itu rekomendasi ke KPU,” tukasnya. Sementara Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Gianyar, Anak Agung Gde Putra menyatakan penelitian yang dilakukan Fisip terhadap 500 warga Gianyar itu bukan sebagai bukti adanya politik uang.
“Itu berdasarkan penelitiannya, pendapat masyarakat, bukan sudah dilakukan money politics. Apakah saudara mau uang? Ada yang mau menerima, itu umpamanya, ada yang bilang iya dan tidak,” terang Agung Putra di sela acara.
Walau suka jika ada yang memberikan uang, bukan berarti masyarakat itu bersedia memilih calon pemberi uang. “Itu membuktikan kesadaran mereka,” jelasnya.
Sisanya dari hasil penelitian, cenderung melihat ketokohan dan kinerja di masyarakat. “Yang bisa mempengaruhi adalah tokoh-tokoh. Dari penelitian bendesa yang paling besar pengaruhnya, kepala desa, baru kandidat. Itu dari sisi ketokohan,” jelasnya. *nvi
GIANYAR, NusaBali
Hasilnya, dari 7 kecamatan di Gianyar, Tegallalang menunjukkan kecenderungan mentoleransi politik uang. Survei dilakukan dengan penyebaran 500 kuisioner sejak bulan Juli hingga Agustus setelah Pilkada berlangsung. Di Kecamatan Tegallalang terdata sebanyak 54 persen responden cenderung menerima adanya politik uang.
Hal ini diungkapkan Ketua peneliti dari LPPM Unud, Dr Ni Made Ras Amanda Gelgel SSos MSi di sela-sela acara evaluasi KPU Gianyar di Rumah Luwih Gianyar, Rabu (19/9).
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unud ini menjelaskan, ada dua penelitian yang dilakukan, yakni tentang politik uang dan pemilih milenial. Untuk politik uang, masyarakat di kecamatan Tegalalang cenderung mentoleransi politik uang.
“Kami membagikan kuisioner. Kalau ditanya apakah kamu dapat uang, tentu mereka tidak mau jawab. Maka kami pancing dengan kalimat kalau dapat uang bagaimana?,” jelasnya.
Pertanyaan itu pun memperoleh respon yang beragam dengan hasil yang telah dia paparkan di hadapan pengurus parpol di Gianyar, kemarin. “Bukan berarti Tegallalang paling tinggi politik uangnya. Jadi Tegalalang respondennya paling tinggi menerima apabila dikasih uang,” jelasnya.
Kata Amanda Gelgel, responden beralasan macam-macam. “Yang menerima belum tentu akan memilih yang ngasih uang. Paling hanya 22 persen penerima uang,” jelasnya.
Dengan adanya hasil penelitian itu, pihaknya mendorong KPU Gianyar memberikan pendidikan politik di wilayah yang rawan dengan politik uang. “Kalau kayak gini, perlu ada sosialisasi bahwa politik uang tidak baik. Fokus sosialisasi lebih ke Tegallalang. Itu rekomendasi ke KPU,” tukasnya. Sementara Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Gianyar, Anak Agung Gde Putra menyatakan penelitian yang dilakukan Fisip terhadap 500 warga Gianyar itu bukan sebagai bukti adanya politik uang.
“Itu berdasarkan penelitiannya, pendapat masyarakat, bukan sudah dilakukan money politics. Apakah saudara mau uang? Ada yang mau menerima, itu umpamanya, ada yang bilang iya dan tidak,” terang Agung Putra di sela acara.
Walau suka jika ada yang memberikan uang, bukan berarti masyarakat itu bersedia memilih calon pemberi uang. “Itu membuktikan kesadaran mereka,” jelasnya.
Sisanya dari hasil penelitian, cenderung melihat ketokohan dan kinerja di masyarakat. “Yang bisa mempengaruhi adalah tokoh-tokoh. Dari penelitian bendesa yang paling besar pengaruhnya, kepala desa, baru kandidat. Itu dari sisi ketokohan,” jelasnya. *nvi
Komentar