Dua Lontar Dijadwalkan Segera Diterjemahkan
Dua buah lontar koleksi Gedong Kirtya diterjemahkan tahun ini. Yakni lontar usada dan purana.
SINGARAJA, NusaBali
Lontar itu nantinya akan menjalani proses alih aksara dan alih bahasa, oleh staf UPTD Gedong Kirtya. Penerjemahan lontar yang merupakan agenda tahunan, membantu mempermudah wisatawan dan masyarakat dalam mencari referensi.
Kepala UPTD Gedong Kirtya, Gede Wiriasa, Rabu (19/9) kemarin menjelaskan sejauh ini koleksi lontarnya di Gedong Kirtya sebanyak 1.808 buah. Proses alih aksara dan alih bahasa pun dikatannya sudah dimulai sejak tahun 2002 hingga kini. “Total yang sudah dialih aksara dan alih bahasa ada 81 judul lontar, 40 di antaranya sudah dibukukan,” kata dia.
Selain itu juga ada 5.200 salinan lontar yang dimiliki oleh UPTD Gedong Kirtya yang didapatkan dari masyarakat. Ribuan salinan lontar itu adalah lontar milik masyarakat pribadi. Dalam menjalankan tupoksi sebagai UPTD Gedong Kirtya, Wiriasa pun bercita-cita ingin menuliskan salinan lontar itu langsung diatas daun lontar. Sehingga koleksi lontar di Gedung Kirtya semakin banyak.
Hanya saja sejauh ini pihaknya masih terkendala soal anggaran. Proses pengalih aksara dan alih bahasa yang dilakukannya dilakukan bertahap, dengan memprioritaskan lontar-lontar yang banyak dicari masyraakat dan wisatawan sebagai bahan referensi. Seperti misalnya soal usada, wariga, dan kawisesan.
“Maunya sih kami yang lima ibu dua ratus ini ditulis sebagai lontar, sehingga tidak salinan lagi melainkan sudha jadi lontar untuk memperkaya koleksi lontar disini. Hanya saja belum bisa karena perlu biaya banyak,” katanya.
Dalam proses alih aksara dan alih bahasa diperlukan waktu cukup lama. Bahkan setahun dua ornag ahli lontar yang dimiliki UPTD Gedong Kirtya hanya mampu menyelesaikan 2-3 lontar. Satu lontar awalnya akan menjalani alih aksara dari aksara Bali menjadi huruf latin. Setelah itu baru akan dialih bahasakan dari bahasa awal baik Sansekerta, Jawa kuno atau Bali kuno ke dalam bahasa Indonesia, sehingga gampang dimengerti pembaca.
Sementara itu dari 1.808 koleksi lontar yang dimiliki Gedong Kirtya merupakan lontar-lontra kuno. Bahkan lontar tertua disebut ditulis pada tahun 350 tentang Ramayana.*k23
Kepala UPTD Gedong Kirtya, Gede Wiriasa, Rabu (19/9) kemarin menjelaskan sejauh ini koleksi lontarnya di Gedong Kirtya sebanyak 1.808 buah. Proses alih aksara dan alih bahasa pun dikatannya sudah dimulai sejak tahun 2002 hingga kini. “Total yang sudah dialih aksara dan alih bahasa ada 81 judul lontar, 40 di antaranya sudah dibukukan,” kata dia.
Selain itu juga ada 5.200 salinan lontar yang dimiliki oleh UPTD Gedong Kirtya yang didapatkan dari masyarakat. Ribuan salinan lontar itu adalah lontar milik masyarakat pribadi. Dalam menjalankan tupoksi sebagai UPTD Gedong Kirtya, Wiriasa pun bercita-cita ingin menuliskan salinan lontar itu langsung diatas daun lontar. Sehingga koleksi lontar di Gedung Kirtya semakin banyak.
Hanya saja sejauh ini pihaknya masih terkendala soal anggaran. Proses pengalih aksara dan alih bahasa yang dilakukannya dilakukan bertahap, dengan memprioritaskan lontar-lontar yang banyak dicari masyraakat dan wisatawan sebagai bahan referensi. Seperti misalnya soal usada, wariga, dan kawisesan.
“Maunya sih kami yang lima ibu dua ratus ini ditulis sebagai lontar, sehingga tidak salinan lagi melainkan sudha jadi lontar untuk memperkaya koleksi lontar disini. Hanya saja belum bisa karena perlu biaya banyak,” katanya.
Dalam proses alih aksara dan alih bahasa diperlukan waktu cukup lama. Bahkan setahun dua ornag ahli lontar yang dimiliki UPTD Gedong Kirtya hanya mampu menyelesaikan 2-3 lontar. Satu lontar awalnya akan menjalani alih aksara dari aksara Bali menjadi huruf latin. Setelah itu baru akan dialih bahasakan dari bahasa awal baik Sansekerta, Jawa kuno atau Bali kuno ke dalam bahasa Indonesia, sehingga gampang dimengerti pembaca.
Sementara itu dari 1.808 koleksi lontar yang dimiliki Gedong Kirtya merupakan lontar-lontra kuno. Bahkan lontar tertua disebut ditulis pada tahun 350 tentang Ramayana.*k23
1
Komentar