Made Ariyanti Berharap Lampaui Prestasi ASEAN Para Games
Ni Made Ariyanti Putri mengalami tuna netra sejak lahir. Berbagai usaha telah dilakukan agar dapat melihat, namun hasilnya nihil. Bahkan, Made Ariyanti sempat menjalani tiga kali operasi mata, salah satunya dilakukan di Australia
Sejumlah Atlet Difabel Asal Bali Dipercaya Tampil di Asian Para Games 2018, Ini Sebagian dari Mereka
JAKARTA, NusaBali
Ni Made Ariyanti Putri, 22, termasuk salah satu atlet difabel asal Bali yang dipercaya membela kontingen Indonesia dalam pesta olahraga Asian Para Games (APG) IV di Jakarta, 6-13 Oktober 2018 nanti. Atlet cabang atletik ini akan turun di nomor lari 100 meter dan 400 meter track low vision. Made Aryanti Putri berharap bisa melampui prestasi yan diraihnya dalam ASEAN Para Games 2017 lalu di Malaysia.
Saat tampil dalam ASEAN Para Games 2017 di Malaysia, Made Ariyanti sukses sabet tiga medali perak, masing-masing melalui nomor lari 100 meter, 200 meter, dan 400 meter. Sedangkan dalam Asian Para Games (APG) 2018 nanti, atlet yang mengalami tuna netra sejak lahir ini hanya turun di nomor lari di 100 meter dan 400 meter. Sebab, nomor larih 200 meter tidak dipertandingan.
Sebelum terjun ke APG 2018, Ariyanti sudah menjalani persiapan maksimal. Atlet para atletik asal Banjar Lantangidung, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini telah menjalani pemusatan latihan nasional (Pelatnas) APG 2018, sejak Januari lalu. Ariyanti dan para atlet lainnya berlatih intensif di Stadion Sriwedari Solo, Jawa Tengah.
Selama berada di Pelatnas, Ariyanti sempat menjalani try out dalam Test Event APG, Juli 2018 lalu. Saat itu, Ariyanti berhasil meraih dua medali perak, masing-masing lewat larih 100 meter dan 400 meter. Dari situ, Ariyanti mengikuti traing camp (TC) ke Surabaya, Jawa Timur selama lima hari. Di Surabaya, Ariyanti cs intens latih tanding bersama atlet Jawa Timur.
Menurut Ariyanti, latih tanding dengan atlet Jawa Timur cukup bermanfaat, karena setidaknya dapat mengasah kemampuan dirinya di lari 100 meter dan 400 meter. Ariyanti kini sudah kembali berlatih di Solo. "Agar terhindar dari cedera, jadwal try out dan TC tidak ada lagi. Sekarang fokus latihan teknik saja," tutur Ariyanti saat ditemui NusaBali di Solo, beberapa waktu lalu.
Terkait pesaing beratnya di APG 2018 nanti, Ariyanti mengatakan lawan berat akan datang dari atlet China dan Jepang. “Tapi, saya tidak gentar. Saya siap menghadapi siapa saja. Saya berharap bisa memperbaiki prestasi di ASEAN Para Games 2017,” tutur atlet kelahiran Denpasar, 4 Februari 1996 ini.
Made Ariyanti Putri mulai menengal olahraga atletik saat masuk Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar. Maklum, di sana terdapat ba-nyak tuna netra berprestasi olahraga, termasuk atletik. Ariyanti kemudian menekuni atletik setelah menempuh pendidikan di SLBN 1 Denpasar. "Yayasan dan sekolah satu lokasi. Di sana banyak atlet tuna netra. Saya terinspirasi oleh mereka," kenang Ariyanti.
Oleh pelatihnya, Ariyanti diarahkan untuk menggeluti nomor lari 100 meter, 200 meter, dan 400 meter. Selain itu, dia juga menggeluti nomor tolak peluru dan lompat jauh. Melihat potensinya yang sangat bagus, pelatih kemudian mengikutsertakan Ariyanti dalam Pekan Paralympic Pelajar Nasional (Peparpenas) 2009 di Jogjakarta, saat usianya baru 13 tahun. Hasilnya cukup membanggakan: Ariyanti sabet medali emas 100 meter dan medali perunggu nomor tolak peluru.
Selanjutnya, Ariyanti mengikuti sejumlah kejuaraan bertaraf nasional dan internasional. Anak bungsu dari dua bersaudara pasangan I Nyoman Setiawan dan Made Suri ini pun berhasil memperoleh medali emas, perak, dan perunggu dari sejumlah event yang diikutinya. Prestasi ini kemudian mengantarkan Ariyanti menjadi bagian dari tim nasional para atletik Indonesia.
Made Ariyanti Putri sendiri mengalami tuna netra sejak lahir. Dalam keluarganya, hanya dia yang difabel. Sedangkan kedua orangtua dan kakaknya, semua normal. Sang ayah, I Nyoman Setiawan, dikenal sebagai penari topeng tradisional. Sedangkan ibunya, Made Suri, adalah ibu rumah tangga.
Menurut Ariyanti, berbagai usaha telah dilakukan agar dapat melihat. Bahkan, Ariyanti sempat menjalani tiga kali operasi mata. Pertama, saat usia 3 bulan ketika operasi mata di RSUD Wangaya, Denpasar. Kala itu, matanya dianggap ada katarak sehingga, perlu dibersihkan.
Operasi kedua dijalani saat Ariyanti berusia 2,5 tahun. Saat itu, dia diajak menjalani operasi memasang lensa mata di Perth, Australia. Namun, mata kirinya tetap tidak bisa melihat, sementara penglihatan mata kanannya tidak terlalu jelas. Terakhir, Ariyanti operasi mata juling pada 2011 lalu. Namun, Ariyanti tetap saja tidak bisa melihat normal.
Kondisinya ini tidak lantas membuat Ariyanti patah semangat. Ini justru memotivasinya untuk berprestasi di cabang atletik. Dia juga tidak melupakan pendidikan. Setamat dari SLBN 1 Denpasar (setingkat SMA), dia melanjutkan kuliah di jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Sebelas Maret Solo. Ariyanti kuliah di sela-sela kesibukan berlatih di Pelatnas.
Ariyanti berharap dengan menempuh pendidikan, bisa bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. “Saya bercita-cita menjadi guru. Kelak lewat profesi guru, saya ingin menularkan semangat pantang menyerah pula kepada yang lain,” tutur Ariyanti. *k22
Komentar