nusabali

Neraca Perdagangan Perikanan RI Unggul di ASEAN

  • www.nusabali.com-neraca-perdagangan-perikanan-ri-unggul-di-asean

Neraca perdagangan komoditas sektor kelautan dan perikanan Republik Indonesia mengungguli negara-negara lainnya di kawasan ASEAN, kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

JAKARTA, NusaBali

"Semenjak pemerintahan Kabinet Kerja, neraca perdagangan komoditas perikanan Indonesia telah melampaui Thailand dan Vietnam," katanya di Jakarta, Jumat (21/9).

Berdasarkan grafik dari International Trade Center pada 2018 ini, neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2018 adalah sekitar 349.441 dolar AS, berada di atas negara lainnya termasuk Thailand (120.564 dolar). Sedangkan menurut data BPS, nilai ekspor hasil perikanan pada periode Januari-Juni 2018 adalah sekitar 2,2 miliar dolar AS atau meningkat hingga sebanyak 12,88 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017.

KKP juga berupaya meningkatkan ekspor hasil perikanan ke negara seperti Jepang, antara lain melalui keikutsertaan pada Japan International Seafood and Technology Expo (JISTE), 22-24 Agustus 2018. Selain itu, Menteri Susi juga memaparkan, dirinya memperkenalkan konsep ‘susinisasi’ yaitu membuat anggaran yang efektif, efisien, memadai, akuntabel dan berorientasi kepada hasil.

Sebelumnya, Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto menyatakan bahwa regulasi yang dibuat oleh KKP tidak menghambat ekspor komoditas perikanan Nusantara, termasuk di kawasan terluar seperti Natuna.

"Sepanjang tahun ini berdasarkan pantauan kami, aktivitas ekspor khususnya di Kepulauan Natuna masih stabil. Ekspor yang baru-baru ini dilakukan di Natuna, menunjukkan bahwa Intensitas ekspor berjalan normal," kata Slamet.

Apalagi, menurut dia, Natuna yang terletak di Kepulauan Riau itu merupakan sentra budi daya kerapu nasional dan secara geografis cukup dekat dengan akses pasar di Hongkong atau Republik Rakyat China.

Ia mengungkapkan bahwa untuk daerah lain seperti di Kawasan Timur Indonesia memang ada penurunan intensitas ekspor, ini disebabkan karena akses yang jauh dari pelabuhan muat singgah.

Slamet menuturkan bahwa Pemerintah juga harus konsisten untuk menuruti ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pelayaran, di mana di dalammya ada ketentuan bahwa kapal berbendera asing tidak boleh keluar masuk wilayah perairan NKRI dan singgah antar pulau.

Menurut Slamet, solusinya memang perlu ada kapal feeder Indonesia dari kawasan onfarm ke pelabuhan muat singgah. "Kalau bicara masalah jumlah kapal angkut ikan hidup hasil pembudidayaan sebenarnya yang beroperasi cukup banyak. Jika sebelum pemberlakuan Permen hanya sebanyak 20 buah, justru setelah Permen naik menjadi 28 buah. Namun bicara frekuensi, kita terikat dengan UU Pelayaran yang memang melarang kapal ikan asing bebas beroperasi di perairan Indonesia apalagi singgah antar pulau-pulau kecil," tegasnya.*ant

Komentar