Ritual Mapepada Digelar Sebelum Puncak Karya
Karya Mamungkah di Pura Penataran Agung Nangka
AMLAPURA, NusaBali
Ritual mapepada wewalungan dilaksanakan serangkaian Karya Mamungkah lan Nubung Daging di Pura Penataran Agung, Banjar/Desa Pakraman Nangka, Desa Bhuana Giri, Kecamatan Bebandem, Karangasem pada Saniscara Kliwon Wayang, Sabtu (22/9). Upacara ini digelar jelang puncak Karya Mamungkah pada Soma Umanis Klawu, Senin (24/9).
Ritual ini dipuput oleh Ida Pedanda Gede Jelantik Dwaja dari Griya Jelantik, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem. Prosesi upacara mulai pukul 16.00 WITA. Terlebih dahulu Ida Pedanda mapuja, melepas seluruh prani (sukma) wewalungan guna mengembalikan ke Sang Maha Pencipta.
Selanjutnya seluruh wewalungan dihias kain putih dan hitam, dipasang karawista (simbol aksara suci om) dan diperciki tirta. Selanjutnya seluruh pemedek menggelar pamuspaan bersama dan diakhiri mapurwadaksina mengelilingi areal Pura Penataran Agung dengan mengarak seluruh hewan yang akan dikurbankan.
Tercatat tiga ekor kebo (kerbau), masing-masing kebo anggrek wulan, kebo yos merana dan kebo buda cemeng, seekor babi, anjing, delapan ekor kambing, puluhan ayam, angsa, dan yang lainnya. Ida Pedanda Gede Jelantik Dwaja menjelaskan, upacara mapepada wewalungan untuk mengupacarai seluruh jenis hewan kurban yang hendak digunakan untuk pelengkap upacara pacaruan dan upacara di sanggar surya.
Sebenarnya persembahan dibagi tiga bagian sesuai spesies biologisnya. Pertama, persembahan berasal dari tumbuh-tumbuhan disebut kelompok mataya, kedua persembahan berupa hewan berkaki dua jenis unggas, seperti itik, bebek, angsa, ayam dan yang lainnya disebut kelompok mantiga. Ketiga, persembahan kurban berkaki empat, kerbau, kambing, babi, anjing dan yang lainnya, disebut kelompok wewalungan atau maarya.
"Kurban dipersembahkan berkaitan untuk menyomiakan (menetralisir) unsur bhuta kala, sebelum disemblih mesti disucikan melalui upacara," katanya.
Kurban tersebut lanjut Ida Pedanda Gede Jelantik Dwaja, dibunuh duakali. Pertama, dibunuh melalui supat dan lukat, yakni membunuh kurban secara bathin melalui puja Ida Pedanda.
Selanjutnya dibunuh secara fisik, disembelih untuk digunakan pelengkap banten Bhuta Yadnya kaitan menyomiakan buta kala dan banten kepentingan Dewa Yadnya. "Esensinya, setiap kurban yang disembelih mesti diupacarai terlebih dahulu. Apalagi untuk Karya Mamungkah lan Nubung Daging dengan harapan roh binatang kelak statusnya meningkat saat kembali berreinkarnasi," tambahnya.
Pangerajeg Karya, Ida Made Alit mengatakan, upacara mapepada wewalungan nantinya hewan kurban tersebut digunakan untuk banten caru di jeroan pura, sedangkan binatang suci seperti itik, telur dan ulam (daging) agung, untuk pelengkap banten di sanggar surya.
"Usia mengolah seluruh kurban, kemudian dijadikan pelengkap upacara. Setelah semua banten nantinya tuntas dikemas, berlanjut menggelar upacara menben pada Minggu malam," kata Ida Made Alit. *k16
Ritual ini dipuput oleh Ida Pedanda Gede Jelantik Dwaja dari Griya Jelantik, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem. Prosesi upacara mulai pukul 16.00 WITA. Terlebih dahulu Ida Pedanda mapuja, melepas seluruh prani (sukma) wewalungan guna mengembalikan ke Sang Maha Pencipta.
Selanjutnya seluruh wewalungan dihias kain putih dan hitam, dipasang karawista (simbol aksara suci om) dan diperciki tirta. Selanjutnya seluruh pemedek menggelar pamuspaan bersama dan diakhiri mapurwadaksina mengelilingi areal Pura Penataran Agung dengan mengarak seluruh hewan yang akan dikurbankan.
Tercatat tiga ekor kebo (kerbau), masing-masing kebo anggrek wulan, kebo yos merana dan kebo buda cemeng, seekor babi, anjing, delapan ekor kambing, puluhan ayam, angsa, dan yang lainnya. Ida Pedanda Gede Jelantik Dwaja menjelaskan, upacara mapepada wewalungan untuk mengupacarai seluruh jenis hewan kurban yang hendak digunakan untuk pelengkap upacara pacaruan dan upacara di sanggar surya.
Sebenarnya persembahan dibagi tiga bagian sesuai spesies biologisnya. Pertama, persembahan berasal dari tumbuh-tumbuhan disebut kelompok mataya, kedua persembahan berupa hewan berkaki dua jenis unggas, seperti itik, bebek, angsa, ayam dan yang lainnya disebut kelompok mantiga. Ketiga, persembahan kurban berkaki empat, kerbau, kambing, babi, anjing dan yang lainnya, disebut kelompok wewalungan atau maarya.
"Kurban dipersembahkan berkaitan untuk menyomiakan (menetralisir) unsur bhuta kala, sebelum disemblih mesti disucikan melalui upacara," katanya.
Kurban tersebut lanjut Ida Pedanda Gede Jelantik Dwaja, dibunuh duakali. Pertama, dibunuh melalui supat dan lukat, yakni membunuh kurban secara bathin melalui puja Ida Pedanda.
Selanjutnya dibunuh secara fisik, disembelih untuk digunakan pelengkap banten Bhuta Yadnya kaitan menyomiakan buta kala dan banten kepentingan Dewa Yadnya. "Esensinya, setiap kurban yang disembelih mesti diupacarai terlebih dahulu. Apalagi untuk Karya Mamungkah lan Nubung Daging dengan harapan roh binatang kelak statusnya meningkat saat kembali berreinkarnasi," tambahnya.
Pangerajeg Karya, Ida Made Alit mengatakan, upacara mapepada wewalungan nantinya hewan kurban tersebut digunakan untuk banten caru di jeroan pura, sedangkan binatang suci seperti itik, telur dan ulam (daging) agung, untuk pelengkap banten di sanggar surya.
"Usia mengolah seluruh kurban, kemudian dijadikan pelengkap upacara. Setelah semua banten nantinya tuntas dikemas, berlanjut menggelar upacara menben pada Minggu malam," kata Ida Made Alit. *k16
Komentar