nusabali

Desa Adat Kapal Gelar Siat Tipat Bantal

  • www.nusabali.com-desa-adat-kapal-gelar-siat-tipat-bantal

Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung, melaksanakan Upacara Aci Tabuh Rah Pengangon atau yang sering dikenal dengan siat tipat bantal (perang tipat bantal) yang dilaksanakan di depan Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal, tepatnya di Jalan Raya Kapal, Mengwi, Badung pada Soma Paing Klawu, Senin (24/9).

MANGUPURA, NusaBali

Tradisi ini turun temurun yang dilaksanakan setahun sekali bertepatan dengan Purnama Kapat dalam sistem kalender Bali. Tradisi siat tipat bantal menggunakan sarana tipat (ketupat) dan bantal (penganan dari ketan) dilakukan sekitar pukul 15.45 Wita. Dimulai dari Jaba Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal, kemudian dilanjutkan di Jalan Raya Kapal. Ribuan warga yang terlibat berasal dari 18 banjar se-Desa Adat Kapal, yakni Banjar Panglan Baleran, Banjar Panglan Delodan, Banjar Uma, Banjar Celuk, Banjar Cepaka, Banjar Basang Tamiang, Banjar Titih, Banjar Pemebetaan, Banjar Gangga Sari, Banjar Peken Baleran, Banjar Peken Delodan, Banjar Langon, Banjar Muncan, Banjar Gegadon, Banjar Tambak Sari, Banjar Belulang, Banjar Tegal Saat Baleran, dan Banjar Tegal Saat Delodan.

Bagi krama Desa Adat Kapal, tradisi siat tipat bantal ini tidak sekadar mempertahankan tradisi yang sudah ada, lebih dari itu warga percaya tradisi ini mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Sebelum siat tipat bantal digelar, krama melakukan persembahyangan di Pura Desa lan Puseh.

Saat siat tipat bantal berlangsung, krama dibagi menjadi dua bagian yakni kubu Selatan dan kubu Utara. Kemudian antara krama bagian Selatan dan Utara saling melemparkan ribuan tipat bantal ke arah berlawanan. Ketika iringan baleganjur temponya dipercepat, krama makin semangat untuk saling lempar tipat bantal.  

Uniknya kendati terkena lemparan, krama tak marah. Justru suasana kekeluargaan dan kebersamaan yang tampak. Karena sudah menjadi agenda rutin, siat tipat bantal jadi hiburan bagi warga sekitar. Bahkan para wisatawan manca negara juga berbaur menyaksikan saat ‘perang’ berlangsung.

Selama kegiatan berlangsung, kondisi lalu lintas jalur Denpasar – Gilimanuk atau sebaliknya, khususnya di sepanjang Jalan Raya Kapal ditutup selama sekitar 20 menit. Untuk mengatur arus lalu lintas dan menjaga keamanan, polisi, TNI, dan pecalang desa adat dikerahkan.

Bendesa Adat Kapal Ketut Sudarsana mengatakan, tradisi siat tipat bantal yang dilakukan krama Desa Adat Kapal sudah berlangsung sejak tahun 1339.

“Makna dari upacara Aci Tabuh Rah Pengangon ini adalah kami melaksanakan ngusaba jelih lambih. Bermakna untuk memohon anugerah Yang Maha Kuasa agar desa kami dilimpahi sandang, pangan, dan papan. Kenapa dalam upacara ini menggunakan tipat dan bantal, tipat simbol dari predana (perempuan) dan bantal adalah simbol dari purusa (laki-laki). Dalam proses alam, pertemuan unsur purusa dan predana yang akan menghasilkan kehidupan baru,” tuturnya.

Jumlah tipat dan bantal dalam Upacara Aci Tabuh Rah Pengangon ini sebanyak 60 ribu. “Tipat ada 30 ribu dan bantal juga 30 ribu. Jadi tipat dan banyal ini dibawa sendiri oleh krama untuk dihaturkan ke Pura Desa lan Puseh sejak pukul 09.00 Wita,” jelas Sudarsana sembari menyatakan jumlah krama Desa Adat Kapal sebanyak 2.341 KK.

Dia menuturkan, tradisi ini berawal dari kedatangan Patih Raja Bali Dinasti Singhasari terakhir yakni Ki Kebo Waruya yang menerima mandat dari Raja Bali yang bernama Asta Sura Ratna Bumi Banten untuk merenovasi Pura Purusada di Desa Kapal. Setibanya di Desa Adat Kapal, Ki Kebo Waruya tergerak hatinya karena melihat kondisi desa yang mengalami paceklik. “Melihat kondisi tersebut, beliau (Ki Kebo Waruya) kemudian memohon ke hadapan Ida Bhatara yang berstana di Candi Rara Pura Purusada agar berkenan melimpahkan waranugra atau anugerah,” kata Sudarsana menceritakan asal muasal dilaksanakannya siat tipat bantal.

“Beliau lalu diberikan petunjuk agar melakukan upacara Aci yang dipersembahkan kepada Bhatara Siwa dengan menggunakan sarana tipat dan bantal,” imbuhnya.

Sudarsana melanjutkan, petunjuk tersebut pun mengharuskan seluruh krama melaksanakannya. Kemudian, Ki Kebo Waruya menamai upacara tersebut dengan Aci Tabuh Rah Pengangon. Aci berarti persembahan, tabuh berarti mengumandangkan, rah berarti tenaga, dan pengangon berarti nama lain Shang Hyang Siwa. Dengan demikian artinya adalah persembahan atau wujud syukur ke hadapan Ida Shang Hyang Widhi Wasa dalam wujudnya sebagai Siwa.

Sejak saat itu hingga sekarang, imbuh Sudarsana, Desa Adat Kapal tidak pernah meninggalkan Upacara Aci Tabuh Rah Pengangon atau yang sering dikenal dengan siat tipat bantal.

Sementara, Anom Adi Baskara salah seorang krama Desa Adat Kapal, mengaku sengaja mengikuti tradisi siat tipat bantal untuk sama-sama melestarikan tradisi leluhur. Di samping itu, melalui tradisi ini pihaknya merasa bisa saling menjaga kekompokan antarkrama di Desa Adat Kapal. “Walau kena (lemparan dari tipat dan bantal) tapi tidak sakit. Malah senang bisa berkumpul sama teman,” ucapnya. *asa

Komentar