Serobot Tahura, Bos Properti Disidang
Direktur PT Anugrah Sarana Propertindo, Budiman Tiang, 39 menjalani sidang perdana kasus penyerobotan lahan Tahura (Taman Hutan Raya) di PN Denpasar, Senin (24/9).
DENPASAR, NusaBali
Dalam dakwaan, terdakwa dijerat pasal KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Pria asal Desa Kamar Kuala, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, yang tidak didampingi penasehat hukum itu mendengar secara seksama surat tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Ngurah Sastradi. Di depan majelis hakim diketuai I Gusti Ngurah Putra Atmaja, Jaksa Sastradi mendakwa Budiman dengan dakwaan alternatif yakni Pasal 40 ayat (2) Juncto Pasal 33 ayat (3) UU RI Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan Pasal 94 ayat (1) Junto Pasal 19 huruf a UU RI Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan (P3H).
"Terdakwa dengan segaja melakukan pelanggaran dengan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (3)," kata Jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung ini.
Diuraikan, bergulirnya kasus ini ke meja hijau berawal ketika terdakwa membangun Rumah Ruko (Ruko) 23 unit lantai 3 pada tanggal 25 Agustus 2014, diatas tanah bersertifikat hak guna bangunan No.7004 kelurahan Benoa, Kuta Selatan, Badung seluas 3460 M2 atas nama PT Anugrah Sarana Propertindo.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak Unit Pelaksana Teknis (UPT), ditemukan sebagaian bangunan Ruko masuk kawasana Tahura Prapat Benoa-Suwung (RK.10) antara Pal Batas B.181 sampai Pal Batal B.182, simpang empat Siligita di Jalan Bypass Ngurah Rai, Lingkungan Bualu, Benoa, Kuta Selatan, Badung.
Atas temuan itu, pihak UPT kemudian memberi surat peringatan kepada terdakwa sebanyak tiga kali, namun tidak ada tanggapan dari terdakwa. Selanjutnya, tim dari Satgas Polhut UPT Tahura Ngurah Rai dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah VIII melakukan pengukuran parsial, pada 2 Oktober 2015, guna memastikan letak terjadanya pelanggaran.
Lalu, setelah ditemukan pelanggaran, pihak UPT kembali melanyangkan surat peringantan yang kemudian direspon oleh terdakwa dengan mengirim perwakilan atas nama Hendra Tjahjadi guna menantangai surat pernyataan yang isinya akan melakukan pembongkaran 2 Unit Ruko. Pembongkaran itu dilaksanakan pada 29 Oktober 2019 dan langsung dibuatkan berita acara.
Singkat cerita, pada 19 Oktober 2016 tim dari Polda Bali dan Bareakrim Mabes Porli, bersama Dinas Kehutanan, staff BPKH wilayah VIII Denpasar, kembali melakukan pengukuran dan hasilnya ditemukan pelanggaran.
Lalu pada 18 Januari 2018, tim dari BPN Badung dan BPKH wilayah VIII Denpasar kembali melakukan pengukuran untuk menentukan luasan pelanggaran pembanguan Ruko tersebut. "Hasilnya, bangunan yang berdiri diluar sertifikat atas nama PT Anugrah Sarana Propertindo yakni seluas 9,1 are dengan rincian masuk ke dalam tanah kosong milik negara 5,47 are dan kawasan Tahura 3,63 are," beber Jaksa Sastradi. *rez
Dalam dakwaan, terdakwa dijerat pasal KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Pria asal Desa Kamar Kuala, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, yang tidak didampingi penasehat hukum itu mendengar secara seksama surat tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Ngurah Sastradi. Di depan majelis hakim diketuai I Gusti Ngurah Putra Atmaja, Jaksa Sastradi mendakwa Budiman dengan dakwaan alternatif yakni Pasal 40 ayat (2) Juncto Pasal 33 ayat (3) UU RI Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan Pasal 94 ayat (1) Junto Pasal 19 huruf a UU RI Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan (P3H).
"Terdakwa dengan segaja melakukan pelanggaran dengan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (3)," kata Jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung ini.
Diuraikan, bergulirnya kasus ini ke meja hijau berawal ketika terdakwa membangun Rumah Ruko (Ruko) 23 unit lantai 3 pada tanggal 25 Agustus 2014, diatas tanah bersertifikat hak guna bangunan No.7004 kelurahan Benoa, Kuta Selatan, Badung seluas 3460 M2 atas nama PT Anugrah Sarana Propertindo.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak Unit Pelaksana Teknis (UPT), ditemukan sebagaian bangunan Ruko masuk kawasana Tahura Prapat Benoa-Suwung (RK.10) antara Pal Batas B.181 sampai Pal Batal B.182, simpang empat Siligita di Jalan Bypass Ngurah Rai, Lingkungan Bualu, Benoa, Kuta Selatan, Badung.
Atas temuan itu, pihak UPT kemudian memberi surat peringatan kepada terdakwa sebanyak tiga kali, namun tidak ada tanggapan dari terdakwa. Selanjutnya, tim dari Satgas Polhut UPT Tahura Ngurah Rai dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah VIII melakukan pengukuran parsial, pada 2 Oktober 2015, guna memastikan letak terjadanya pelanggaran.
Lalu, setelah ditemukan pelanggaran, pihak UPT kembali melanyangkan surat peringantan yang kemudian direspon oleh terdakwa dengan mengirim perwakilan atas nama Hendra Tjahjadi guna menantangai surat pernyataan yang isinya akan melakukan pembongkaran 2 Unit Ruko. Pembongkaran itu dilaksanakan pada 29 Oktober 2019 dan langsung dibuatkan berita acara.
Singkat cerita, pada 19 Oktober 2016 tim dari Polda Bali dan Bareakrim Mabes Porli, bersama Dinas Kehutanan, staff BPKH wilayah VIII Denpasar, kembali melakukan pengukuran dan hasilnya ditemukan pelanggaran.
Lalu pada 18 Januari 2018, tim dari BPN Badung dan BPKH wilayah VIII Denpasar kembali melakukan pengukuran untuk menentukan luasan pelanggaran pembanguan Ruko tersebut. "Hasilnya, bangunan yang berdiri diluar sertifikat atas nama PT Anugrah Sarana Propertindo yakni seluas 9,1 are dengan rincian masuk ke dalam tanah kosong milik negara 5,47 are dan kawasan Tahura 3,63 are," beber Jaksa Sastradi. *rez
Komentar