nusabali

Divonis 13 Tahun Bui, Eks Ketua BPPN Banding

  • www.nusabali.com-divonis-13-tahun-bui-eks-ketua-bppn-banding

Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung mengajukan banding terhadap vonis pidana 13 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor dalam kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).

JAKARTA, NusaBali
Syafruddin mengaku tak khawatir jika hukuman itu nantinya justru diperberat. "Saya banding cari keadilan, bukan untuk keringanan hukuman. Satu detik dihukum saja, saya akan banding," ujar Syafruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/9) seperti dilansir cnnindonesia.

Syafruddin terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Ketua majelis hakim Yanto saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Senin (24/9) seperti dilansir detik.menyebutkan Syafruddin melakukan perbuatan haram itu bersama-sama Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih S Nursalim, serta Dorodjatun Kuntjoro-Jakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dalam penerbitan SKL itu.

Syafruddin juga menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira serta surat pemenuhan kewajiban pemegang saham, meski Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya yang seolah-olah piutang lancar atau misrepresentasi.

"Sjamsul kemudian diwajibkan mengikut Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan pola perjanjian Master Settlement Aqcuisition Agreement (MSAA)," ujar hakim.

BDNI disebut hakim ditetapkan sebagai Bank Beku Operasi (BBO), yang pengelolaannya dilakukan oleh Tim Pemberesan yang ditunjuk BPPN dan didampingi Group Head Bank Restrukturisasi. BDNI pun dikategorikan sebagai bank yang melakukan pelanggaran hukum atau transaksi yang tidak wajar yang menguntungkan Sjamsul Nursalim.

Atas penetapan itu, BDNI mendapatkan kucuran BLBI sebesar Rp 37.039.767.000.000 pada 29 Januari 1999. Selain itu, ada BLBI yang disalurkan ke BDNI dalam periode sesudah 29 Januari 1999 sampai 30 Juni 2001 berupa saldo debet dan bunga fasilitas saldo debet sebesar Rp 5.492.697.000.000. "Namun penggunaan dana BLBI oleh BDNI ditemukan berbagai penyimpangan," kata hakim.

Hakim menyatakan Sjamsul akan membayar Rp 1 triliun secara tunai dan sisanya, yaitu Rp 27,4 triliun, melalui penyerahan aset. Namun rupanya ada kredit macet, yaitu kredit petambak plasma atas piutang Rp 4,7 triliun kepada BDNI. Kesimpulan itu merupakan hasil dari audit Financial Due Dilligence (FDD) oleh kantor akuntan publik Prasetio Utomo & CO (Arthur Andersen). Untuk penyelesaiannya, BPPN mengadakan rapat dengan KKSK.

Atas perbuatan itu, Syafruddin merugikan negara sebesar Rp 4,5 triliun terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) karena menguntungkan Sjamsul sebesar Rp 4,5 triliun. *

Komentar