Bulog Bantah Penyerapan Beras Hanya 800 Ribu Ton
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso membantah tudingan bahwa penyerapan beras dalam negeri yang mampu dilakukan Bulog hanya sekitar 800 ribu ton.
JAKARTA, NusaBali
Dalam diskusi soal ketahanan pangan di Menara Kadin, Jakarta, Senin (24/9), Budi Waseso atau akrab disapa Buwas menjelaskan bahwa sejauh ini, Bulog telah menyerap beras dalam negeri sebanyak 1,4 juta ton atau 52,2 persen dari target sebesar 2,72 juta ton pada akhir 2018. "Jadi jangan bicara data saya salah, sekarang penyerapan beras 1,4 juta bukan 800 ribu. Jadi jangan ngarang-ngarang, kalau tidak tahu. Itu mengacau," kata Buwas.
Buwas menjelaskan saat ini Negara belum memiliki neraca beras yang memaparkan data-data produksi dan kebutuhan konsumsi beras Indonesia. Oleh karena itu, ia berharap seluruh pemangku kepentingan, baik Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), bahkan Perum Bulog sendiri berkoordinasi dan menghilangkan ego sektoral guna kelengkapan data pertanian. "Saya akan membantu data-data dari Bulog begini, Pertanian begini, seperti apa kita satukan dari catatan BPS seperti apa sehingga kita punya catatan neraca beras yang pasti," kata Buwas.
Bulog menyatakan bahwa saat ini stok cadangan beras di gudang mencapai 2,4 juta ton. Jumlah ini dinilai mencukupi bahkan untuk kebutuhan pangan pada Tahun Politik 2019 sehingga Indonesia tidak perlu melakukan impor beras. Jumlah tersebut belum termasuk beras impor yang akan masuk pada Oktober sebesar 400 ribu ton sehingga total stoknya menjadi 2,8 juta ton, atau 2,7 juta ton jika dikurangi dengan kebutuhan beras sejahtera (Rastra) 100 ribu ton.
Sebelumnya Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan, Indonesia masih perlu impor beras. Sebab, kebutuhan beras untuk seluruh wilayah sangat besar, yaitu 2,4 juta ton per bulan.
"Kita bisa berhitung bahwa kebutuhan beras nasional kita itu 2,4 juta ton per bulan. Secara realistis, kita memang masih perlu impor. Jadi kalau sudah, oh ini bahaya, mepet, harus ada upaya-upaya untuk impor. Jadi kita tidak boleh mengatakan 'tidak impor', enggak," kata Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/9).
Dia mengatakan, produksi beras nasional belum bisa mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat. Selain karena faktor cuaca yang kurang mendukung, minimnya lahan menjadi penyebab produksi dalam negeri tidak maksimal. "Yang pertama memang ada penyusutan lahan, data terakhir kemarin 24 persen. Jadi memang secara alami ada penyusutan karena ada pembangunan jalan tol, kawasan-kawasan industri yang dibuka, sehingga mengurangi tanah-tanah itu," ujar Moeldoko.
Namun, dia memastikan pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi beras dalam negeri selain melakukan impor beras. Satu di antaranya dengan membuka lahan pertanian di luar Jawa. "Pemerintah juga melalui Mentan melakukan usaha-usaha, yang pertama usaha membuka lahan di luar Jawa, yang kedua melalui intensifikasi. Jadi ditingkatkan. Makanya kita mengenal tiada hari tanpa panen. Itu terus berjalan," ucap Moeldoko.*ant
Dalam diskusi soal ketahanan pangan di Menara Kadin, Jakarta, Senin (24/9), Budi Waseso atau akrab disapa Buwas menjelaskan bahwa sejauh ini, Bulog telah menyerap beras dalam negeri sebanyak 1,4 juta ton atau 52,2 persen dari target sebesar 2,72 juta ton pada akhir 2018. "Jadi jangan bicara data saya salah, sekarang penyerapan beras 1,4 juta bukan 800 ribu. Jadi jangan ngarang-ngarang, kalau tidak tahu. Itu mengacau," kata Buwas.
Buwas menjelaskan saat ini Negara belum memiliki neraca beras yang memaparkan data-data produksi dan kebutuhan konsumsi beras Indonesia. Oleh karena itu, ia berharap seluruh pemangku kepentingan, baik Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), bahkan Perum Bulog sendiri berkoordinasi dan menghilangkan ego sektoral guna kelengkapan data pertanian. "Saya akan membantu data-data dari Bulog begini, Pertanian begini, seperti apa kita satukan dari catatan BPS seperti apa sehingga kita punya catatan neraca beras yang pasti," kata Buwas.
Bulog menyatakan bahwa saat ini stok cadangan beras di gudang mencapai 2,4 juta ton. Jumlah ini dinilai mencukupi bahkan untuk kebutuhan pangan pada Tahun Politik 2019 sehingga Indonesia tidak perlu melakukan impor beras. Jumlah tersebut belum termasuk beras impor yang akan masuk pada Oktober sebesar 400 ribu ton sehingga total stoknya menjadi 2,8 juta ton, atau 2,7 juta ton jika dikurangi dengan kebutuhan beras sejahtera (Rastra) 100 ribu ton.
Sebelumnya Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan, Indonesia masih perlu impor beras. Sebab, kebutuhan beras untuk seluruh wilayah sangat besar, yaitu 2,4 juta ton per bulan.
"Kita bisa berhitung bahwa kebutuhan beras nasional kita itu 2,4 juta ton per bulan. Secara realistis, kita memang masih perlu impor. Jadi kalau sudah, oh ini bahaya, mepet, harus ada upaya-upaya untuk impor. Jadi kita tidak boleh mengatakan 'tidak impor', enggak," kata Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/9).
Dia mengatakan, produksi beras nasional belum bisa mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat. Selain karena faktor cuaca yang kurang mendukung, minimnya lahan menjadi penyebab produksi dalam negeri tidak maksimal. "Yang pertama memang ada penyusutan lahan, data terakhir kemarin 24 persen. Jadi memang secara alami ada penyusutan karena ada pembangunan jalan tol, kawasan-kawasan industri yang dibuka, sehingga mengurangi tanah-tanah itu," ujar Moeldoko.
Namun, dia memastikan pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi beras dalam negeri selain melakukan impor beras. Satu di antaranya dengan membuka lahan pertanian di luar Jawa. "Pemerintah juga melalui Mentan melakukan usaha-usaha, yang pertama usaha membuka lahan di luar Jawa, yang kedua melalui intensifikasi. Jadi ditingkatkan. Makanya kita mengenal tiada hari tanpa panen. Itu terus berjalan," ucap Moeldoko.*ant
1
Komentar