nusabali

Sukses Operasi Skoliosis 100 Derajat

  • www.nusabali.com-sukses-operasi-skoliosis-100-derajat

RSUP Sanglah belum pernah menerima pasien dengan skoliosis berat dengan tingkat kelengkungan 100 derajat, sehingga ini menjadi kasus langka pertama di Bali.

Tim Medis RSUP Sanglah Puji Keberanian Luh Feby


DENPASAR, NusaBali
Sebuah penyakit langka, severe adolescent idiopathic scoliosis atau skoliosis (melengkungnya tulang belakang secara tidak normal) dialami oleh gadis asal Desa Darmasaba, Abiansemal, Badung, Ni Luh Putu Feby Sriantini, 23. Kelengkungan tulang belakangnya mencapai 100 derajat dan hampir menyerupai bentuk S. Skoliosis dengan kelengkungan di atas 80 derajat ini berhasil dioperasi oleh tim medis ortopedi RSUP Sanglah untuk pertama kalinya.

Tentu menjadi pengalaman baru bagi tim medis gabungan dokter ortopedi dan saraf yang terdiri dari dr I Gusti Lanang Artha Wiguna SpOT (K), dr Tjokorda Senopati SpAn, dr I Nyoman Semadi SpB SpBTKV, dr Cok Dalem SpKFR, dan dr Purna Putera SpS. Pasalnya, sejauh ini RSUP Sanglah belum pernah menerima pasien dengan skoliosis berat dengan tingkat kelengkungan 100 derajat, sehingga ini menjadi kasus langka pertama di Bali.

“Ini kasus skoliosis berat pertama yang kami kerjakan di Bali. Sepengetahuan saya, ada juga penanganan skoliosis berat yang dilakukan di RSCM Jakarta dan RS Fatmawati Jakarta. Tapi kami di Bali, baru pertama ini. Rata-rata di sini pasien skoliosis dengan kelengkungan di bawah 70 derajat,” kata Ketua Tim Medis, dr I Gusti Lanang Artha Wiguna SpOT, Selasa (25/9).

Pasien Feby mengaku kondisi skoliosis ini disadarinya sejak usia 14 tahun. Saat usia itu, dia mengaku skoliosis 40 derajat. Namun, saat tahun 2016, dia disarankan rontgen dan ternyata sudah 90 derajat. Sehingga direncanakan tahun 2018 akan dioperasi. Akan tetapi, enam bulan sebelum dioperasi tahun 2018, ternyata menurut diagnosis dokter, kelengkungannya sudah mencapai 100 derajat.

Dalam keadaan skoliosis 100 derajat, Feby mengaku tidak pernah sesak. Hanya saja, dia sering mengalami nyeri bawah punggung. Menurut Feby, memang terlihat seperti ada penonjolan punggung. Selain itu, payudaranya besar sebelah. Feby pun bisa beraktivitas seperti biasa. Hanya nyeri punggungnya yang sesekali menganggu.

“Skoliosis saya yang dari 40 derajat sampai 90 derajat ini membuat saya memberanikan diri untuk operasi. Saya tidak mau di hari tua nanti malah tambah parah. Yang orangtua biasa saja bisa nyeri punggung, apalagi yang tulang punggungnya nggak lurus. Pasti nyeri banget. Saya mau kualitas hidup saya lebih bagus,” cerita Feby.

Dukungan penuh dari keluarga, orang-orang terdekat, serta bantuan sepenuh hati dan tenaga dari tim dokter menguatkannya menjalani operasi. Sebelum operasi, Feby menjalani latihan traksi selama dua tahun di rehab medik, dan latihan stretching skoliosis, renang, yoga, dan latihan fisik lainnya yang bertujuan untuk melatih otot dan jantung. Hal ini karena bius operasinya cukup lama dan operasi dilakukan sebanyak dua kali.

“Dokter bilang dari 100 derajat, paling berkurang 10-20 derajat. Ternyata bisa mengoreksi sampai 46 derajat, berkurangnya sudah jauh sekali. Saya sangat bersyukur. Hasilnya bagus banget. Dalam dua hari, saya benar-benar bisa duduk, berdiri dan jalan,” tuturnya, bahagia.

Operasi penyakit langka ini jelas memiliki resiko. Menurut dr Lanang, komplikasi yang sering timbul yaitu kelumpuhan, atau resiko terbesar bisa meninggal di meja operasi. Namun pasien cukup berani mengambil keputusan operasi tersebut. Atas permintaan pasien, tim medis ini pun melakukan persiapan yang sangat matang dan teliti. “Kami melakukan rapat tim cukup intensif. Kami lihat keberanian pasien membuat keputusan ini. Sehingga kami pun siap melakukan tindakan operasi cukup beresiko ini atas permintaan pasien sendiri,” ucapnya.

Dijelaskan dr Lanang, untuk kasus ini ada dua tahap operasi terhadap pasien. Tahap pertama yakni melepaskan pelengketan paru-paru terhadap tulang belakang. Operasi ini dilakukan di bagian depan tubuh sekitar paru. Setelah dua minggu dirasa cukup melepaskan pelengketan di tulang belakang, kemudian tahap kedua adalah memasang implan untuk meluruskan tulang yang bengkok yang dinamakan pedicle screw system. Implant ini menggunakan bahan titanium yang bisa ditanam di dalam tubuh. Pedicle Screw System dengan jumlah 16 screw dan panjang sekitar 45 sentimeter tersebut dipasang di bagian tulang belakang. “Pemasangan pedicle screw system untuk meluruskan tulang yang bengkok. Dari 100 derajat tadi kita berhasil mengkoreksi 46 derajat tanpa komplikasi,” jelasnya.

dr Lanang menambahkan, selama proses operasi tim dokter rumah sakit menggunakan alat khusus untuk membantu pengobatan pasien. Tim dokter juga mendatangkan alat khusus untuk memonitor saraf pasien. “Selama operasi kita dibantu dokter saraf untuk memonitor agar tidak terjadi kelumpuhan, dengan monitor mesin khusus apabila ada penurunan saraf memberi info ke saya,” tandasnya.

Disinggung mengenai biaya operasi, dr Lanang menyebut total biaya yang dihabiskan untuk melakukan operasi skoliosis tidak sampai menelan Rp 200 juta. Menurutnya biayanya sekitar Rp 150 juta. Biaya ini tergolong murah jika dibandingkan dengan biaya operasi di luar negeri yang mencapai miliaran rupiah. “Untuk biaya total mencapai di atas Rp 150 juta, tapi nggak sampai Rp 200 juta. BPJS mengcovernya tapi sudah jelas negatif, tapi RS membijaksanai dengan subsidi silang,” tandasnya.

Setelah dua hari di ICU, Feby bahkan sudah bisa duduk dan berjalan normal. Tinggi badannya juga bertambah, 164 sentimeter bertambah menjadi 171 sentimeter. Pasca operasi, Feby harus rutin latihan gerak sesuai anjuran tim medis. *aind

Komentar