Makemit Semalaman, Krama Bikin Pondok di Tepi Pantai
Tradisi ritual Nyekar sebagai penutup rangkaian 14 kegiatan upacara yang dilaksanakan Desa Pakraman Kerobokan selama setahun, ditandai dengan menghaturkan sesajen pakelem ke tengah laut
Tradisi Nyekar Desa Pakraman Kerobokan, Kecamatan Sawan, Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Krama Desa Pakraman Krobokan, Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan, Buleleng baru saja menggelar tradisi Nyekar saat Purnamaning Kapat pada Soma Paing Kelawu, Senin (24/9). Tradisi ritual ini terbilang unik, karena saat itu krama desa semalam suntuk makemit di atas pasir tepi pantai.
Tradisi ritual Nyekar ini dilaksanakan setahun sekali pada Purnamaning Kapat (bulan penuh keempat sistem penanggalan Bali), serangkain upacara Nyekar. Puncak karya Nyekar ditandai dengan ngaturang pakelem ke tengah laut, sebelum matahari terbit. Saat itulah krama semalaman berada di atas pasir pantai.
Sebelum upacara dimulai, masing-masing krama Desa Pakraman Kerobokan sudah mempersiapkan diri dengan membuat pondok berupa tenda darurat di atas pasir tepi Pantai Kerobokan, sejak sore. Pondok dibuat dari potongan bambu yang kemudian ditutup dengan kain.
Tenda-tenda darurat ini sengaja dibangun, karena seluruh krama desa harus makemit semalaman di pantai, hingga puncak karya selesai keesokan harinya, Selasa (25/9). Mereka juga membawa bekal makanan secukupnya untuk makam malam bersama keluarga di dalam pondok.
Krama sudah mulai menempati pondok masing-masing di tepi Pantai Kerobokan, Senin malam sekitar pukul 20.00 Wita. Mereka semua makemit sembari menunggu dimulianya upacara Nyekar yang dilaksanakan di atas pasir menghadap ke tengah laut. Bakti Nyekar ini dilaksanakn oleh Pamangku Kahyangan Tiga Desa Pakraman Kerobokan.
Bakti Nyekar diawali dengan persembahyangan bersama seluruh krama di atas pasir, menghadap ke segara (laut). Setelah persembahyangan selesai sekitar pukul 23.30 Wita, seluruh krama kembali ke pondoknya masing-masing, menunggu puncak upacara Nyekar dilaksanakan, Selasa dinihari pukul 03.30 Wita.
Kelian Desa Pakraman Kerobokan, I Wayan Sumawijaya, mengatakan upacara Nyekar yang diiringi pakemitan semalam suntuk di atas pasir pantai ini sudah diwarisi krama setempat secara turun temurun. Upacara Nyekar merupakan wujud bhakti kepada Sang Hyang Baruna (penguasa lautan), sebagai ungkapan permohonan maaf atas kesalahan atau kekurangan baik yang disengaja maupun tidak disengaja, selama melaksanakan kegiatan upacara di wewidangan Desa Pakraman Kero-bokan.
Menurut Wayan Sumawijaya, yadnya Nyekar itu juga sebagai penutup kegiatan upacara yang dilaksanakan selama setahun, ditandai dengan menghaturkan sesajen pakelem ke tengah laut. Dalam setahun, krama Desa Pakraman Kerobokan melaksanakan 14 upacara yadnya.
“Mungkin saja dalam pelaksanaan 14 upacara yadnya itu ada yang kurang atau salah. Jadi, sekarang dalam satu putaran itu kami menghaturkan panerus berupa pakelem sebagai penutup dan sekaligus menjadi awal dari prosesi upacara yang akan dilaksanakan untuk tahun berikutnya,” jelas Sumawijaya kepada NusaBali seusai upacara Nyekar di tepi Pantai Kerobokan, Selasa pagi.
Sumawijaya menyebutkan, puncak upacara Nyekar di tepi Pantai Kerobokan adalah mulang pakelem ke tengah laut. Pakelem itu berupa canang sari yang dipersembahkan oleh krama, yang ditempatkan dalam satu wadah bernama pedau. Selain canang sari, juga dipersembahkan bebek dan ayam masing-masing satu ekor. “Pakelem ini dibawah ke tengah laut pagi hari sebelum matahari terbit. Pakelem ini sebagai puncak dari prosesi Nyekar,” tandas Sumawijaya.
Setelah seluruh prosesi mulang pakelem di laut selesai, krama Desa Pakraman Kerobokan mulai membersihkan pondok berupa tenda daruratnya masing-masing. Selanjutnya, mereka pulang sembari peralatan pondok, sehingga Pantai Kerobokan kembali bersih seperti sedia kala. *k19
SINGARAJA, NusaBali
Krama Desa Pakraman Krobokan, Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan, Buleleng baru saja menggelar tradisi Nyekar saat Purnamaning Kapat pada Soma Paing Kelawu, Senin (24/9). Tradisi ritual ini terbilang unik, karena saat itu krama desa semalam suntuk makemit di atas pasir tepi pantai.
Tradisi ritual Nyekar ini dilaksanakan setahun sekali pada Purnamaning Kapat (bulan penuh keempat sistem penanggalan Bali), serangkain upacara Nyekar. Puncak karya Nyekar ditandai dengan ngaturang pakelem ke tengah laut, sebelum matahari terbit. Saat itulah krama semalaman berada di atas pasir pantai.
Sebelum upacara dimulai, masing-masing krama Desa Pakraman Kerobokan sudah mempersiapkan diri dengan membuat pondok berupa tenda darurat di atas pasir tepi Pantai Kerobokan, sejak sore. Pondok dibuat dari potongan bambu yang kemudian ditutup dengan kain.
Tenda-tenda darurat ini sengaja dibangun, karena seluruh krama desa harus makemit semalaman di pantai, hingga puncak karya selesai keesokan harinya, Selasa (25/9). Mereka juga membawa bekal makanan secukupnya untuk makam malam bersama keluarga di dalam pondok.
Krama sudah mulai menempati pondok masing-masing di tepi Pantai Kerobokan, Senin malam sekitar pukul 20.00 Wita. Mereka semua makemit sembari menunggu dimulianya upacara Nyekar yang dilaksanakan di atas pasir menghadap ke tengah laut. Bakti Nyekar ini dilaksanakn oleh Pamangku Kahyangan Tiga Desa Pakraman Kerobokan.
Bakti Nyekar diawali dengan persembahyangan bersama seluruh krama di atas pasir, menghadap ke segara (laut). Setelah persembahyangan selesai sekitar pukul 23.30 Wita, seluruh krama kembali ke pondoknya masing-masing, menunggu puncak upacara Nyekar dilaksanakan, Selasa dinihari pukul 03.30 Wita.
Kelian Desa Pakraman Kerobokan, I Wayan Sumawijaya, mengatakan upacara Nyekar yang diiringi pakemitan semalam suntuk di atas pasir pantai ini sudah diwarisi krama setempat secara turun temurun. Upacara Nyekar merupakan wujud bhakti kepada Sang Hyang Baruna (penguasa lautan), sebagai ungkapan permohonan maaf atas kesalahan atau kekurangan baik yang disengaja maupun tidak disengaja, selama melaksanakan kegiatan upacara di wewidangan Desa Pakraman Kero-bokan.
Menurut Wayan Sumawijaya, yadnya Nyekar itu juga sebagai penutup kegiatan upacara yang dilaksanakan selama setahun, ditandai dengan menghaturkan sesajen pakelem ke tengah laut. Dalam setahun, krama Desa Pakraman Kerobokan melaksanakan 14 upacara yadnya.
“Mungkin saja dalam pelaksanaan 14 upacara yadnya itu ada yang kurang atau salah. Jadi, sekarang dalam satu putaran itu kami menghaturkan panerus berupa pakelem sebagai penutup dan sekaligus menjadi awal dari prosesi upacara yang akan dilaksanakan untuk tahun berikutnya,” jelas Sumawijaya kepada NusaBali seusai upacara Nyekar di tepi Pantai Kerobokan, Selasa pagi.
Sumawijaya menyebutkan, puncak upacara Nyekar di tepi Pantai Kerobokan adalah mulang pakelem ke tengah laut. Pakelem itu berupa canang sari yang dipersembahkan oleh krama, yang ditempatkan dalam satu wadah bernama pedau. Selain canang sari, juga dipersembahkan bebek dan ayam masing-masing satu ekor. “Pakelem ini dibawah ke tengah laut pagi hari sebelum matahari terbit. Pakelem ini sebagai puncak dari prosesi Nyekar,” tandas Sumawijaya.
Setelah seluruh prosesi mulang pakelem di laut selesai, krama Desa Pakraman Kerobokan mulai membersihkan pondok berupa tenda daruratnya masing-masing. Selanjutnya, mereka pulang sembari peralatan pondok, sehingga Pantai Kerobokan kembali bersih seperti sedia kala. *k19
1
Komentar