'Pembunuh' Tiga Anak Minta Hukuman Ringan
Setelah dituntut 19 tahun penjara, persidangan kasus ibu pembunuh tiga anak kandungnya dengan terdakwa Ni Luh Putu Septyan Parmadani, 33, memasuki agenda pledoi (pembelaan) di PN Gianyar, Kamis (27/9).
GIANYAR, NusaBali
Dalam pembelaannya, terdakwa minta dihukum ringan. Dalam judul pledoi, “Saya Rindu Anak Saya; Peristiwa Kegagalan Mati Bersama Anak-Anaknya” dibacakan oleh kuasa hukum, I Made Somya Putra dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Ida Ayu Sri Adriyanti Astuti Widja.
Dalam pledoinya, penasehat hukum terdakwa menyebut adanya fakta-fakta hukum yang tidak digunakan sebagai pertimbangan oleh jaksa penuntut umum, misalnya seperti kisah kekerasan rumah tangga yang dialami terdakwa sehingga menimbulkan cedera psikis yg melatarbelakangi percobaan bunuh diri dan terbunuhnya ketiga anak terdakwa.
Bahkan tuntutan jaksa penuntut umum dianggap manipulatif karena menginterpretasikan narasi pembelian baygon (obat nyamuk) sebagai upaya perencanaan pembunuhan ketiga anaknya. Padahal faktanya anak terdakwa tidak terbukti meninggal karena dicekoki Baygon. Adapun Baygon dikonsumsi terdakwa sendiri untuk dirinya sendiri tapi disebut oleh JPU diberikan kepada anak-anaknya.
Selanjutnya Somya Putra menyatakan bahwa tuntutan JPU bertentangan dengan asas kemanfaatan. Bahkan dianggap menambah masalah kejiwaan terdakwa, dimana ia telah mendapat KDRT dan terpisah dengan anak-anaknya lalu dituntut dengan Pasal Pembunuhan berenca, dengan tuntutan hukuman19 tahun, padahal dasar fakta yang digunakan sangatlah imajinatif. "Sang ibu sudah memulai sidang ini dengan kejujuran, maka harusnya kita tutup dengan kejujuran pula. Bahwa peristiwa ini bukanlah pembunuhan berencana tapi peristiwa gagalnya bunuh diri dengan mengajak anak-anaknya, disini kita lihat kekuatan ibu luar biasa, ia bisa menjadi Parwati atau menjadi Dewi Kali dalam menyayangi anaknya," tutup pengacara muda ini.
Dalam pledoi itu, Septyan juga disebut mengalami disosiasi. Kuasa hukum memasukkan keterangan saksi ahli dan satu hasil visum. Hasil visum pada 12 April di RS Sanglah, Septyan dinyatakan depresi berat. “Bahwa saat tindak pidana itu terdakwa Ni Luh Putu Septyan kalut dan tertekan tidak dapat mengontrol perbuatan yang dilakukan,” ujar salah satu kuasa hukum, Kadek Ary Pramayanty, dihadapan sidang.
Usai sidang, hakim sempat bertanya kepada Septyan. Dengan nada pelan dan penuh harap, guru sekolah dasar itu meminta dihukum ringan. "Saya minta hukuman seringan-ringannya atas apa yang saya perbuat. Saya menyesal dan sangat menyesal, saya janji akan jadi manusia yang lebih baik lagi di kemudian hari," ujarnya.
Sementara itu, panjangnya masa penahanan terdakwa Septiyan membuat sidang kemarin sempat dijeda pada pukul 14.30 wita. Pukul 15.30 wita, giliran Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan replik. Setelah replik dari JPU, kembali dilanjutkan dengan duplik dari tim kuasa hukum Septiyan. Selajutnya, sidang pamungkas dengan agenda vonis pun akan dilakukan pekan depan.*nvi
Dalam pembelaannya, terdakwa minta dihukum ringan. Dalam judul pledoi, “Saya Rindu Anak Saya; Peristiwa Kegagalan Mati Bersama Anak-Anaknya” dibacakan oleh kuasa hukum, I Made Somya Putra dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Ida Ayu Sri Adriyanti Astuti Widja.
Dalam pledoinya, penasehat hukum terdakwa menyebut adanya fakta-fakta hukum yang tidak digunakan sebagai pertimbangan oleh jaksa penuntut umum, misalnya seperti kisah kekerasan rumah tangga yang dialami terdakwa sehingga menimbulkan cedera psikis yg melatarbelakangi percobaan bunuh diri dan terbunuhnya ketiga anak terdakwa.
Bahkan tuntutan jaksa penuntut umum dianggap manipulatif karena menginterpretasikan narasi pembelian baygon (obat nyamuk) sebagai upaya perencanaan pembunuhan ketiga anaknya. Padahal faktanya anak terdakwa tidak terbukti meninggal karena dicekoki Baygon. Adapun Baygon dikonsumsi terdakwa sendiri untuk dirinya sendiri tapi disebut oleh JPU diberikan kepada anak-anaknya.
Selanjutnya Somya Putra menyatakan bahwa tuntutan JPU bertentangan dengan asas kemanfaatan. Bahkan dianggap menambah masalah kejiwaan terdakwa, dimana ia telah mendapat KDRT dan terpisah dengan anak-anaknya lalu dituntut dengan Pasal Pembunuhan berenca, dengan tuntutan hukuman19 tahun, padahal dasar fakta yang digunakan sangatlah imajinatif. "Sang ibu sudah memulai sidang ini dengan kejujuran, maka harusnya kita tutup dengan kejujuran pula. Bahwa peristiwa ini bukanlah pembunuhan berencana tapi peristiwa gagalnya bunuh diri dengan mengajak anak-anaknya, disini kita lihat kekuatan ibu luar biasa, ia bisa menjadi Parwati atau menjadi Dewi Kali dalam menyayangi anaknya," tutup pengacara muda ini.
Dalam pledoi itu, Septyan juga disebut mengalami disosiasi. Kuasa hukum memasukkan keterangan saksi ahli dan satu hasil visum. Hasil visum pada 12 April di RS Sanglah, Septyan dinyatakan depresi berat. “Bahwa saat tindak pidana itu terdakwa Ni Luh Putu Septyan kalut dan tertekan tidak dapat mengontrol perbuatan yang dilakukan,” ujar salah satu kuasa hukum, Kadek Ary Pramayanty, dihadapan sidang.
Usai sidang, hakim sempat bertanya kepada Septyan. Dengan nada pelan dan penuh harap, guru sekolah dasar itu meminta dihukum ringan. "Saya minta hukuman seringan-ringannya atas apa yang saya perbuat. Saya menyesal dan sangat menyesal, saya janji akan jadi manusia yang lebih baik lagi di kemudian hari," ujarnya.
Sementara itu, panjangnya masa penahanan terdakwa Septiyan membuat sidang kemarin sempat dijeda pada pukul 14.30 wita. Pukul 15.30 wita, giliran Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan replik. Setelah replik dari JPU, kembali dilanjutkan dengan duplik dari tim kuasa hukum Septiyan. Selajutnya, sidang pamungkas dengan agenda vonis pun akan dilakukan pekan depan.*nvi
Komentar