nusabali

Sawah di Gianyar Berkurang 50 Ha/Tahun

  • www.nusabali.com-sawah-di-gianyar-berkurang-50-hatahun

Pemicu terbanyak yakni usaha pengembangan pemukiman, akomodasi wisata, dan tempat usaha lain yang menggunakan lahan produktif.

GIANYAR, NusaBali
Pembangunan bidang pertanian di Gianyar makin menghadapi ancaman. Terbukti, luas lahan sawah di wilayah ini terus merosot. Pengurangan lahan sawah sejak tahun 2016 - 2017 mencapai 100 hektare (ha) atau rata-rata 50 ha/tahun.

Data Dinas Pertanian Gianyar, Jumat (28/9),  mengacu data BPS (Badan Pusat Statistik),  tahun 2016, luas sawah di Gianyar mencapai 14.420 ha. Tahun itu, BPS melaporkan terjadi pengurangan lahan sawah 44 ha di Kecamatan Ubud. Tahun 2017, pengurangan lahan sawah terdapat di Kecamatan Blahbatuh 33 ha, Sukawati 15 ha, dan Ubud 8 ha. Maka luas sawah di Kabupaten Gianyar tersisa 14.320 ha.

Kepala Dinas Pertanian Gianyar Ir I Made Raka mengakui, penurunan luas lahan sawah di Kabupaten Gianyar secara nyata di lapangan jauh lebih banyak dibandingkan data tersebut. Karena pemilik lahan atau pihak subak tak mau melaporkan pengurangan sawah yang sesungguhnya.  Seiring itu, data alih fungsi lahan yang didapatkan BPS harus dengan syarat ada surat pernyataan alih fungsi dari pemilik lahan atau pekaseh. ‘’Makanya, kami hanya bisa bicara data BPS. Padahal alih fungsi lahan di lapangan masih melebihi dari data ini.

Mungkin, pihak subak tak melaportkan alih fungsi yang sebenarnya karena ada kepentingan untuk peningkatan permohonan bantuan subsidi pupuk, dan yang lainnya,’’ jelasnya. Kini, pendataan luas lahan pertanian di Kabupaten Gianyar sedang didata akurat bekerja sama dengan Universitas Udayana.

Didampingi, Kabid Tanaman Pangan I Wayan Suarta,  Made Raka mengakui, sulitnya mengendalikan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Pemicu terbanyak yakni usaha pengembangan pemukiman, akomodasi wisata, dan tempat usaha lain yang menggunakan lahan produktif. Dampaknya, banyak subak makin kesulitan bercocok tanam karena adanya gangguan irigasi subak. ‘’Sebaiknya, dalam setiap ada pengembangan pemukiman, pekaseh harus berkoordinasi dengan pihak pengembang. Tujuannya, pemukiman agar tak merusak irigasi,’’ tegas pejabat asal Banjar Angkling, Desa Bakbakan, Kecamatan/Kabupaten Gianyar ini.

Jelas, Made Raka, ancaman pembangunan pertanian tak hanya pada alih fungsi lahan. Banyak petani kini makin sulit bercocok tanam karena penggunaan air subak ke non pertanian. Air yang awalnya dipakai untuk bersawah disedot PDAM dan usaha PAM desa.

Made Raka menambahkan, pengurangan lahan sawah yang tak terkendali menjadi ancaman berat ke depan. Terlebih, pemerintah Pusat telah menjadikan Kabupaten Gianyar dan Tabanan sebagai zona hijau di Bali. Dengan zona ini, Pusat  menargetkan  penanaman padi di Gianyar tahun 2017 mencapai 31.000 ha, dan tahun 2018 wajib meningkat. Namun karena banyaknya alih fungsi lahan dan lahan tidur, maka kemampuan tanam padi per tahun dalam kondisi normal hanya 29.500 ha/tahun, dengan indek tanam padi 2 - 2,5 kali/tahun. Khusus lahan tidur, lanjut Made Raka, ada yang ditidurkan karena tak ada air, juga tidur karena sengaja tak digarap dengan pelbagai alasan. ‘’Alasannya, bisa tak ada penggarap, biaya produksi, dan lain-lain,’’ jelasnya.*lsa

Komentar