Dipacu, Pengembangan Usaha Rintisan di Bali
Pelatihan dan pendampingan diharapkan bisa membesarkan bisnis kreatif yang dilakoni oleh para wirausaha Pulau Dewata.
DENPASAR, NusaBali
Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian mempercepat pengembangan bisnis pelaku usaha rintisan khususnya bidang fesyen dan kriya di Bali karena potensi yang besar mendongkrak ekonomi kreatif dan berkontribusi terhadap produk domestik bruto. "Kami berikan pelatihan dan pendampingan untuk membesarkan atau mengembangkan bisnis mereka," kata Direktur Industri Kecil Menengah Kimia, Sandang, Aneka dan Kerajinan Kemenperin Ratna Utarianinggrum saat membuka inkubasi bisnis di Denpasar, Jumat (28/9).
Menurut Ratna, Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang melahirkan pelaku usaha industri kreatif termasuk bidang fesyen dan kriya dengan karya atau produk khas yang tidak kalah dengan produk luar negeri. Inkubasi yang diberikan kepada sejumlah pelaku bisnis yang baru merintis usaha di Bali itu dilakukan dengan cara bincang kreatif dengan menghadirkan para praktisi untuk memberikan pengetahuan terkait strategi pengembangan usaha.
Para praktisi itu di antaranya pengusaha sepatu Niluh Djelantik, perusahaan dalam jaringan Antea Tigra dan perwakilan dari ‘Business Venturing and Development Institute’ Sekolah Bisnis dan Ekonomi Prasetya Mulya.
Pengusaha sepatu dari Bali, Niluh Djelantik memberikan kunci pengembangan usaha di antaranya konsistensi, memanfaatkan teknologi digital pemasaran, mendaftarkan atau melegalkan usaha dan kejujuran dalam usaha. "Pesan saya cintai apa yang kalian kerjakan," kata Niluh kepada para pelaku usaha pemula dan perintis yang hadir di gedung BCIC Tohpati Denpasar itu.
Kehadiran para narasumber itu diharapkan memotivasi pelaku usaha pemula dan perintis itu untuk maju dalam pengembangan usaha. Adanya kegiatan tersebut disambut antusias para pelaku usaha pemula dan rintisan bidang fesyen dan kriya itu salah satunya I Gusti Agung Putu Prasaditya (17) pelajar dari SMAN 3 Denpasar.
Meski berstatus pelajar, namun jiwa wirausahanya sudah tumbuh dengan mengandalkan uang saku dari orangtuanya yang ia tabung untuk memproduksi udeng atau ikat kepala pria khas Bali. Desain udeng diperbaharui mengikuti tren saat ini termasuk mengombinasikan dengan kain batik atau endek khas Bali, yang dikerjakan oleh dirinya sendiri yang terkadang dibantu beberapa orang temannya.
"Saya ingin tahu lebih banyak bagaimana mengembangkan usaha termasuk memasarkannya," kata pemuda yang memproduksi udeng dengan merek Udeng Nyanggluh itu. Selama ini, kata dia, wadah penjualan dilakukan hanya melalui sarana dalam jaringan (daring) atau online di antaranya promosi lewat akun jejaring sosial Instagram. Agung mengharapkan melalui kegiatan inkubasi tersebut pemasaran dapat diperluas termasuk menambah jejaring informasi terkait permodalan yang masih belum mencukupi.
Kementerian Perindustrian menyebutkan berdasarkan survei khusus ekonomi kreatif 2016 oleh Badan Ekonomi Kreatif dan BPS, kontribusi ekonomi kreatif tahun 2015 mencapai Rp852,2 triliun, naik 4,38 persen dibandingkan tahun 2014 yang mencapai Rp784,8 triliun. Industri kuliner berkontribusi paling besar mencapai 41 persen disusul fesyen dan kriya menduduki posisi kedua dan ketiga masing-masing 18 persen dan 15 persen yang memberikan kontribusi ekonomi kreatif terhadap pendapatan domestik bruto. Sedangkan untuk ekspor, kontribusi terbesar dari sektor fesyen sebesar 56 persen kemudian kriya (37 persen) dan kuliner (6 persen). *ant, k17
Menurut Ratna, Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang melahirkan pelaku usaha industri kreatif termasuk bidang fesyen dan kriya dengan karya atau produk khas yang tidak kalah dengan produk luar negeri. Inkubasi yang diberikan kepada sejumlah pelaku bisnis yang baru merintis usaha di Bali itu dilakukan dengan cara bincang kreatif dengan menghadirkan para praktisi untuk memberikan pengetahuan terkait strategi pengembangan usaha.
Para praktisi itu di antaranya pengusaha sepatu Niluh Djelantik, perusahaan dalam jaringan Antea Tigra dan perwakilan dari ‘Business Venturing and Development Institute’ Sekolah Bisnis dan Ekonomi Prasetya Mulya.
Pengusaha sepatu dari Bali, Niluh Djelantik memberikan kunci pengembangan usaha di antaranya konsistensi, memanfaatkan teknologi digital pemasaran, mendaftarkan atau melegalkan usaha dan kejujuran dalam usaha. "Pesan saya cintai apa yang kalian kerjakan," kata Niluh kepada para pelaku usaha pemula dan perintis yang hadir di gedung BCIC Tohpati Denpasar itu.
Kehadiran para narasumber itu diharapkan memotivasi pelaku usaha pemula dan perintis itu untuk maju dalam pengembangan usaha. Adanya kegiatan tersebut disambut antusias para pelaku usaha pemula dan rintisan bidang fesyen dan kriya itu salah satunya I Gusti Agung Putu Prasaditya (17) pelajar dari SMAN 3 Denpasar.
Meski berstatus pelajar, namun jiwa wirausahanya sudah tumbuh dengan mengandalkan uang saku dari orangtuanya yang ia tabung untuk memproduksi udeng atau ikat kepala pria khas Bali. Desain udeng diperbaharui mengikuti tren saat ini termasuk mengombinasikan dengan kain batik atau endek khas Bali, yang dikerjakan oleh dirinya sendiri yang terkadang dibantu beberapa orang temannya.
"Saya ingin tahu lebih banyak bagaimana mengembangkan usaha termasuk memasarkannya," kata pemuda yang memproduksi udeng dengan merek Udeng Nyanggluh itu. Selama ini, kata dia, wadah penjualan dilakukan hanya melalui sarana dalam jaringan (daring) atau online di antaranya promosi lewat akun jejaring sosial Instagram. Agung mengharapkan melalui kegiatan inkubasi tersebut pemasaran dapat diperluas termasuk menambah jejaring informasi terkait permodalan yang masih belum mencukupi.
Kementerian Perindustrian menyebutkan berdasarkan survei khusus ekonomi kreatif 2016 oleh Badan Ekonomi Kreatif dan BPS, kontribusi ekonomi kreatif tahun 2015 mencapai Rp852,2 triliun, naik 4,38 persen dibandingkan tahun 2014 yang mencapai Rp784,8 triliun. Industri kuliner berkontribusi paling besar mencapai 41 persen disusul fesyen dan kriya menduduki posisi kedua dan ketiga masing-masing 18 persen dan 15 persen yang memberikan kontribusi ekonomi kreatif terhadap pendapatan domestik bruto. Sedangkan untuk ekspor, kontribusi terbesar dari sektor fesyen sebesar 56 persen kemudian kriya (37 persen) dan kuliner (6 persen). *ant, k17
1
Komentar