Gempa dan Tsunami Terdahsyat Setelah 1938
Energi Gempa Donggala Setara 200 Kali Bom Hiroshima
JAKARTA, NusaBali
Gempa dan tsunami menghantam Donggala serta Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9), mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia. Ini bukan pertama kali gempa dan tsunami terjadi, baik di Donggala maupun Palu. Lokasinya yang berada di sesar (patahan) Palu-Koro menjadikan wilayah itu rawan gempa dan tsunami.
Patahan ini merupakan patahan dengan pergerakan terbesar kedua di Indonesia setelah patahan Yapen di Papua Barat. Pergerakan patahan Palu-Koro mencapai 46 mm per tahun. Dari data yang disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), gempa pernah terjadi di Teluk Palu pada 1 Desember 1927. Akibat gempa, 14 orang meninggal dan 50 lainnya luka-luka.
Kemudian pada 30 Januari 1930, tsunami menerjang pantai barat Donggala. Tinggi tsunami mencapai lebih dari 2 meter selama 2 menit. Delapan tahun kemudian, tepatnya 14 Agustus 1938, tsunami kembali menerjang Teluk Bambu, Kecamatan Balaesang, Donggala.
“Ketinggian tsunami mencapai 8 hingga 10 meter, 200 korban meninggal dunia, 790 rumah rusak, seluruh desa di pesisir barat Donggala hampir tenggelam. Ini yang terdahsyat,” ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Graha BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, seperti dilansir detikcom, Sabtu (29/9).
Tsunami juga menyapu pantai barat Donggala dan Toli-Toli pada 1 Januari 1966. Terjangan tsunami setinggi 4 meter menyebabkan 9 orang meninggal dunia. Lalu, pada 11 Oktober 1998, gempa juga terjadi di Donggala. Ratusan bangunan rusak parah.
“Pada 17 November 2008 terjadi di Laut Sulawesi. Empat jiwa meninggal dunia dan 18 Agustus 2012 di Kabupaten Sigi dan Parigi Montong sebanyak 8 orang meninggal dunia,” kata Sutopo.
Pada Jumat (28/9/2018), tsunami terjadi di Palu. Pemicunya adalah longsoran sedimen di dasar laut akibat gempa 7,4 SR yang mengguncang Donggala. Setidaknya 420 orang meninggal, ratusan orang lainnya luka-luka.
Gempa dengan magnitudo 7,4 Skala Richter di Donggala, Sulawesi Tengah, energinya sekitar 2,5x10^20 Nm atau setara dengan 3x10^6 ton-TNT atau 200 kali bom atom Hiroshima. Hal itu dikemukakan oleh Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Wahyu W Pandoe.
Dalam siaran pers Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta, Sabtu (29/9), Wahyu menyatakan bahwa berdasar simulasi model analitik-numerik, Kota Palu – Kabupaten Donggala dan sekitarnya mengalami deformasi vertikal berkisar –1,5 sampai 0,50 meter akibat gempa.
Menurut Wahyu, daratan di sepanjang pantai di Palu Utara, Towaeli, Sindue, Sirenja, Balaesang, diperkirakan mengalami penurunan 0,5 – 1 meter dan di Banawa mengalami penaikan 0,3 cm.
Gempa bumi ini berpusat di darat dengan sekitar 50 persen proyeksi bidang patahannya berada di darat dan sisanya di laut.
“Komponen deformasi vertikal gempa bumi di laut ini yang berpotensi menimbulkan tsunami,” kata Wahyu seperti dilansir Antara.
Sedangkan BNPB mengatakan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, dipicu longsoran sedimen di dasar laut. Longsor itu terjadi akibat gempa 7,4 SR yang mengguncang Donggala.
“Kenapa terjadi tsunami cukup besar, kami telah melakukan koordinasi dengan beberapa ahli tsunami ada dua penyebab. Pertama, di Teluk Palu, yang kalau berdasarkan video tsunami menerjang cukup tinggi, ini disebabkan ada longsoran sedimen dasar laut kedalaman 200-300 meter,” kata Sutopo seperti dilansir detikcom.
Sedimen itu dibawa dari sungai yang bermuara di Teluk Palu. Sutopo mengatakan sedimen tersebut belum terkonsolidasi dengan kuat sehingga saat diguncang gempa terjadi longsor.
“Ketika diguncang gempa 7,4 SR tadi akhirnya runtuh, longsor, dan membangkitkan tsunami. Kalau dilihat video di Pantai Talise, tsunami awal itu airnya jernih, tetapi kemudian datang dari laut bergelombang dan naik-turun airnya kondisinya keruh. Menurut analisis ahli, itu kemungkinan dipicu longsoran di dasar laut,” ucapnya. Kedua, bagian luar disebabkan gempa lokal. Tinggi tsunami tidak sebesar akibat longsoran bawah laut.
“BNPB sudah berkoordinasi untuk segera mengirimkan para ahli tsunami untuk menganalisis lebih jauh menghitung tinggi tsunami,” jelasnya. *
Gempa dan tsunami menghantam Donggala serta Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9), mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia. Ini bukan pertama kali gempa dan tsunami terjadi, baik di Donggala maupun Palu. Lokasinya yang berada di sesar (patahan) Palu-Koro menjadikan wilayah itu rawan gempa dan tsunami.
Patahan ini merupakan patahan dengan pergerakan terbesar kedua di Indonesia setelah patahan Yapen di Papua Barat. Pergerakan patahan Palu-Koro mencapai 46 mm per tahun. Dari data yang disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), gempa pernah terjadi di Teluk Palu pada 1 Desember 1927. Akibat gempa, 14 orang meninggal dan 50 lainnya luka-luka.
Kemudian pada 30 Januari 1930, tsunami menerjang pantai barat Donggala. Tinggi tsunami mencapai lebih dari 2 meter selama 2 menit. Delapan tahun kemudian, tepatnya 14 Agustus 1938, tsunami kembali menerjang Teluk Bambu, Kecamatan Balaesang, Donggala.
“Ketinggian tsunami mencapai 8 hingga 10 meter, 200 korban meninggal dunia, 790 rumah rusak, seluruh desa di pesisir barat Donggala hampir tenggelam. Ini yang terdahsyat,” ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Graha BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, seperti dilansir detikcom, Sabtu (29/9).
Tsunami juga menyapu pantai barat Donggala dan Toli-Toli pada 1 Januari 1966. Terjangan tsunami setinggi 4 meter menyebabkan 9 orang meninggal dunia. Lalu, pada 11 Oktober 1998, gempa juga terjadi di Donggala. Ratusan bangunan rusak parah.
“Pada 17 November 2008 terjadi di Laut Sulawesi. Empat jiwa meninggal dunia dan 18 Agustus 2012 di Kabupaten Sigi dan Parigi Montong sebanyak 8 orang meninggal dunia,” kata Sutopo.
Pada Jumat (28/9/2018), tsunami terjadi di Palu. Pemicunya adalah longsoran sedimen di dasar laut akibat gempa 7,4 SR yang mengguncang Donggala. Setidaknya 420 orang meninggal, ratusan orang lainnya luka-luka.
Gempa dengan magnitudo 7,4 Skala Richter di Donggala, Sulawesi Tengah, energinya sekitar 2,5x10^20 Nm atau setara dengan 3x10^6 ton-TNT atau 200 kali bom atom Hiroshima. Hal itu dikemukakan oleh Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Wahyu W Pandoe.
Dalam siaran pers Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta, Sabtu (29/9), Wahyu menyatakan bahwa berdasar simulasi model analitik-numerik, Kota Palu – Kabupaten Donggala dan sekitarnya mengalami deformasi vertikal berkisar –1,5 sampai 0,50 meter akibat gempa.
Menurut Wahyu, daratan di sepanjang pantai di Palu Utara, Towaeli, Sindue, Sirenja, Balaesang, diperkirakan mengalami penurunan 0,5 – 1 meter dan di Banawa mengalami penaikan 0,3 cm.
Gempa bumi ini berpusat di darat dengan sekitar 50 persen proyeksi bidang patahannya berada di darat dan sisanya di laut.
“Komponen deformasi vertikal gempa bumi di laut ini yang berpotensi menimbulkan tsunami,” kata Wahyu seperti dilansir Antara.
Sedangkan BNPB mengatakan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, dipicu longsoran sedimen di dasar laut. Longsor itu terjadi akibat gempa 7,4 SR yang mengguncang Donggala.
“Kenapa terjadi tsunami cukup besar, kami telah melakukan koordinasi dengan beberapa ahli tsunami ada dua penyebab. Pertama, di Teluk Palu, yang kalau berdasarkan video tsunami menerjang cukup tinggi, ini disebabkan ada longsoran sedimen dasar laut kedalaman 200-300 meter,” kata Sutopo seperti dilansir detikcom.
Sedimen itu dibawa dari sungai yang bermuara di Teluk Palu. Sutopo mengatakan sedimen tersebut belum terkonsolidasi dengan kuat sehingga saat diguncang gempa terjadi longsor.
“Ketika diguncang gempa 7,4 SR tadi akhirnya runtuh, longsor, dan membangkitkan tsunami. Kalau dilihat video di Pantai Talise, tsunami awal itu airnya jernih, tetapi kemudian datang dari laut bergelombang dan naik-turun airnya kondisinya keruh. Menurut analisis ahli, itu kemungkinan dipicu longsoran di dasar laut,” ucapnya. Kedua, bagian luar disebabkan gempa lokal. Tinggi tsunami tidak sebesar akibat longsoran bawah laut.
“BNPB sudah berkoordinasi untuk segera mengirimkan para ahli tsunami untuk menganalisis lebih jauh menghitung tinggi tsunami,” jelasnya. *
Komentar