Pengempon Pura dan Notaris Resmi Tersangka
Dugaan Membuat Keterangan Palsu
DENPASAR, NusaBali
Polresta Denpasar akhirnya menetapkan dua tersangka kasus membuat keterangan palsu dalam sewa menyewa lahan seluas 3,8 hektare di Banjar Cengkiling, Balangan, Pecatu, Kuta Selatan, Badung. Selain notaris Ni Wayan Widastri, 59, Pengempon Pura Balangan, AA Ngurah Agung, 67 juga ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini sendiri berdasar surat penetapan tersangka nomor B/40a/IX/2018/Reskrim tertanggal 21 September 2018 yang dikeluarkan penyidik Reskrim Polresta Denpasar. Dalam surat tersebut, kedua tersangka, yaitu AA Ngurah Agung dan Ni Wayan Widastri dijerat pasal menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik sesuai pasal 266 ayat (1) dan (2) KUHP.
Kasat Reskrim Polresta Denpasar, Kompol Arta Ariawan yang dikonfirmasi via whatsapp, Minggu (30/9) membenarkan penetapan tersangka Pengempon Pura, AA Ngurah Agung dan notaris Ni Wayan Widastri. Namun, Kompol Arta belum mau merinci keterangannya terkait penetapan tersangka ini. “Siap (sudah tersangka, red),” ujarnya saat ditanya penetapan kedua tersangka ini.
Sementara itu, pelapor I Wayan Wakil melalui kuasa hukumnya, Togar Situmorang mengatakan kasus ini terungkap bermula dari adanya gugatan perdata yang diajukan oleh Notaris Ni Wayan Widastri. Dalam gugatannya Reg Perkara: 943/PDT.G/2017/PN.DPS itu, pihak tergugat bernama I Wayan Wakil. Dalam gugatan tersebut yang bersangkutan menggunakan akta No 03 tertanggal 2 November 2007 yang dibuat di Kantor Notaris Ir I Wayan Adnyana di Jalan Tukad Pakerisan Nomor 62 Denpasar, yang isinya adalah sewa menyewa tanah tersebut selama 30 tahun.
Sementara nilai kontrak yang tertuang dalam akta itu adalah senilai Rp 5,5 miliar. Namun, sehari setelah perjanjian itu, sang notaris membuat kembali akta 03 sewa, di mana di dalamnya menambah jangka waktu sewa menyewa selama 20 tahun. “Total jangka waktu sewa menyewa tersebut selama 50 tahun dengan nilai Rp 4 miliar lebih. Akta ini dibuat di notaris Ir Wayan Adnyana yang saat ini kantornya telah berpindah di Jalan Pulau Flores, Denpasar,” ujar Togar.
Melihat fakta dan bukti gugatan di PN Denpasar oleh Ni Wayan Widastri serta pertimbangan dokumen asli yang dimiliki Wayan Wakil mengenai lahan miliknya, maka ia pun memutuskan melaporkan beberapa pihak ke Polresta Denpasar.
Ia menilai uang yang diserahkan kepada AA Ngurah Agung semestinya ada proses clean and clear. Artinya, transaksi yang sah di mata undang-undang. Salah satu buktinya yaitu adanya sertifikat hak milik asli yang harus dihadirkan pada saat transaksi sewa menyewa tanah tersebut.
Padahal, sertifikat tersebut tidak dihadirkan di notaris I Wayan Adnyana saat proses penyusunan akta. “Kenapa dibuatkan aktanya yang diberi judul sewa menyewa dan kenapa bisa dilakukan transaksi. Padahal, sertifikat masih jadi obyek perkara di tempat yang lain. Pemilik lahan tersebut yakni I Wayan Wakil tidak pernah diberitahu adanya transaksi sewa menyewa di atas lahannya, sehingga timbul pertanyaan itu,” terang Togar. *rez
Polresta Denpasar akhirnya menetapkan dua tersangka kasus membuat keterangan palsu dalam sewa menyewa lahan seluas 3,8 hektare di Banjar Cengkiling, Balangan, Pecatu, Kuta Selatan, Badung. Selain notaris Ni Wayan Widastri, 59, Pengempon Pura Balangan, AA Ngurah Agung, 67 juga ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini sendiri berdasar surat penetapan tersangka nomor B/40a/IX/2018/Reskrim tertanggal 21 September 2018 yang dikeluarkan penyidik Reskrim Polresta Denpasar. Dalam surat tersebut, kedua tersangka, yaitu AA Ngurah Agung dan Ni Wayan Widastri dijerat pasal menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik sesuai pasal 266 ayat (1) dan (2) KUHP.
Kasat Reskrim Polresta Denpasar, Kompol Arta Ariawan yang dikonfirmasi via whatsapp, Minggu (30/9) membenarkan penetapan tersangka Pengempon Pura, AA Ngurah Agung dan notaris Ni Wayan Widastri. Namun, Kompol Arta belum mau merinci keterangannya terkait penetapan tersangka ini. “Siap (sudah tersangka, red),” ujarnya saat ditanya penetapan kedua tersangka ini.
Sementara itu, pelapor I Wayan Wakil melalui kuasa hukumnya, Togar Situmorang mengatakan kasus ini terungkap bermula dari adanya gugatan perdata yang diajukan oleh Notaris Ni Wayan Widastri. Dalam gugatannya Reg Perkara: 943/PDT.G/2017/PN.DPS itu, pihak tergugat bernama I Wayan Wakil. Dalam gugatan tersebut yang bersangkutan menggunakan akta No 03 tertanggal 2 November 2007 yang dibuat di Kantor Notaris Ir I Wayan Adnyana di Jalan Tukad Pakerisan Nomor 62 Denpasar, yang isinya adalah sewa menyewa tanah tersebut selama 30 tahun.
Sementara nilai kontrak yang tertuang dalam akta itu adalah senilai Rp 5,5 miliar. Namun, sehari setelah perjanjian itu, sang notaris membuat kembali akta 03 sewa, di mana di dalamnya menambah jangka waktu sewa menyewa selama 20 tahun. “Total jangka waktu sewa menyewa tersebut selama 50 tahun dengan nilai Rp 4 miliar lebih. Akta ini dibuat di notaris Ir Wayan Adnyana yang saat ini kantornya telah berpindah di Jalan Pulau Flores, Denpasar,” ujar Togar.
Melihat fakta dan bukti gugatan di PN Denpasar oleh Ni Wayan Widastri serta pertimbangan dokumen asli yang dimiliki Wayan Wakil mengenai lahan miliknya, maka ia pun memutuskan melaporkan beberapa pihak ke Polresta Denpasar.
Ia menilai uang yang diserahkan kepada AA Ngurah Agung semestinya ada proses clean and clear. Artinya, transaksi yang sah di mata undang-undang. Salah satu buktinya yaitu adanya sertifikat hak milik asli yang harus dihadirkan pada saat transaksi sewa menyewa tanah tersebut.
Padahal, sertifikat tersebut tidak dihadirkan di notaris I Wayan Adnyana saat proses penyusunan akta. “Kenapa dibuatkan aktanya yang diberi judul sewa menyewa dan kenapa bisa dilakukan transaksi. Padahal, sertifikat masih jadi obyek perkara di tempat yang lain. Pemilik lahan tersebut yakni I Wayan Wakil tidak pernah diberitahu adanya transaksi sewa menyewa di atas lahannya, sehingga timbul pertanyaan itu,” terang Togar. *rez
1
Komentar