nusabali

BPJS Nunggak Klaim ke RSUD Mangusada Rp 26 M

  • www.nusabali.com-bpjs-nunggak-klaim-ke-rsud-mangusada-rp-26-m

BPJS Kesehatan belum membayar klaim RSUD Mangusada sejak Juni 2018. Selama Juni–Agustus 2018, total tunggakan sekitar Rp 26 miliar.

MANGUPURA, NusaBali
Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terlambat membayar klaim dari RSUD Mangusada, Kabupaten Badung, sejak Juni 2018. Sejak Juni–Agustus 2018, total klaim sekitar Rp 29 miliar.

Informasi dari pihak manajemen RSUD Mangusada, Senin (1/10), keterlambatan pembayaran klaim ini bukan kali pertama. Sebab, pada 2017 lalu pihak BPJS juga terlambat membayar klaim dari RSUD Mangusada.

Direktur RSUD Mangusada Badung dr Nyoman Gunarta, menjelaskan berdasarkan hitung-hitungan, tunggakan dari BPJS tercatat mencapai puluhan miliar rupiah. Rinciannya, untuk bulan Juni sebesar Rp 9 miliar lebih, yakni Rp 3,9 miliar lebih klaim rawat jalan dan Rp 5 miliar lebih klaim rawat inap.

“Pada jatuh tempo, pihak BPJS baru mampu membayar Rp 3 miliar untuk rawat jalan, sedangkan untuk klaim rawat inap sama sekali belum dibayar,” tutur Gunarta.

Sedangkan untuk tagihan bulan Juli ditotal mencapai Rp 10 miliar lebih. Besaran ini juga sudah diakui oleh pihak BPJS Kesehatan dan dijanjikan akan dibayar pada 5 Oktober ini. “Inilah kondisinya. Artinya, pembayaran Juni sudah lewat waktu, dan untuk Juli ini jatuh temponya tanggal 5 Oktober ini,” kata Gunarta.

Disinggung mengenai pembayaran bulan Agustus 2018, Gunarta mengaku memaklumi bila klaim Agustus belum cair karena memang baru diajukan. “Yang Agustus belum diverifikasi. Jadi, kami belum tahu angka yang disetujui oleh BPJS untuk klaim Agustus,” imbuhnya. Gunarta memperkirakan klaim yang diajukan untuk bulan Agustus sekitar Rp 10 miliar.

“Ini baru uang pelayanan. BPJS juga harus membayar di luar paket. Dan itu kami ada tagihan sendiri, seperti untuk alat bantu dengar, penyangga leher, dan beberapa alat lainnya,” imbuhnya.

Akibat ngadatnya pembayaran dari BPJS ini, menurut Gunarta, sangat berdampak pada keuangan rumah sakit. Pasalnya, biaya obat dan operasional rumah sakit sangat bergantung pada pembayaran klaim dari pihak BPJS. “Walaupun rumah sakit dapat dana dari pemda, tapi dampak BPJS ngebon ini sangat terasa. Karena pasien kami hampir 95 persen menggunakan BPJS. Kalau ini lambat, jelas kami kebingungan untuk menalangi obat,” katanya.

Dikatakannya, selama ini berdasarkan aturan bahwa BPJS membayar berdasarkan klaim yang diajukan oleh pihak rumah sakit. Dalam pengajuan tersebut, pihak BPJS juga melakukan verifikasi dan hasil verifikasi inilah yang menjadi dasar dalam pembayaran klaim ke RSUD Mangusada.

Karena itu, tidak semua klaim yang diajukan rumah sakit serta merta diloloskan oleh BPJS. Bila ada kekurangan administrasi, maka akan diminta untuk melengkapi. Dan bila ada beberapa pelayanan atau obat tidak ditanggung BPJS, maka klaim tidak akan disetujui.

Sampai saat ini, beberapa tagihan yang baru dibayar adalah bulan Januari, Februari, Maret, April, dan Mei. Itupun beberapa tagihan susulan di bulan tersebut belum dilunasi yang nilainya juga mencapai miliaran rupiah.

Dikonfirmasi terkait hal ini, Kepala BPJS Kesehatan Badung dr Ni Luh Putu Mirah Lydiawati, enggan berkomentar perihal tunggakan pembayaran kepada RSUD Mangusada. “Mohon maaf, kami di BPJS Badung ini kantor cabang pembantu, untuk masalah pembayaran langsung di kantor cabang Denpasar,” ujarnya.

Lydiawati meminta agar mengonfirmasi langsung kantor BPJS Cabang Denpasar, supaya satu pintu. “Biar satu pintu, langsung saja ke BPJS Cabang Denpasar,” sarannya.

Sementara, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Denpasar dr Parasamya Dewi Cipta, menyatakan terkait keterlambatan pembayaran klaim ke rumah sakit, sesuai ketentuan yang berlaku BPJS Kesehatan akan dikenai denda sebesar 1 persen dari nominal klaim yang diajukan secara proporsional. Untuk itu, demi memperlancar arus finansial fasilitas kesehatan mitra, BPJS Kesehatan menjalin sinergi dengan lembaga perbankan maupun non perbankan dalam hal untuk fasilitas pembiayaan program Supply Chain Financing (SCF).

“Program SCF bagi mitra faskes BPJS Kesehatan merupakan program pembiayaan oleh bank yang khusus diberikan kepada faskes mitra BPJS Kesehatan untuk membantu percepatan penerimaan pembayaran klaim pelayanan kesehatan melalui pengambilalihan invoice sebelum jatuh tempo pembayaran. Selain membantu likuiditas faskes tetap terjaga, SCF juga diharapkan dapat mendorong faskes untuk tetap memberikan pelayanan seoptimal mungkin kepada para peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS),” ujarnya.

Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, lanjut Dewi Cipta, BPJS Kesehatan wajib membayar klaim atas pelayanan yang telah diberikan oleh faskes kepada peserta paling lambat 15 hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap. Hal ini merupakan peluang bagi lembaga perbankan untuk memberikan fasilitas pembiayaan modal kerja berupa talangan tagihan kepada pihak faskes selaku mitra BPJS Kesehatan. “Saat ini BPJS Kesehatan telah meneken perjanjian kerjasama dengan bank mitra baik nasional maupun swasta yaitu Bank Mandiri, BNI’46, Bank KEB Hana, Bank Permata, Bank Bukopin, Bank Woori Saudara, Bank BJB, CIMB Niaga, Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin Syariah, dan BRI serta sejumlah multifinance yaitu TIFA Finance dan MNC Leasing,” ungkapnya.

Meski mengakui ada tunggakan, namun pihaknya tetap berharap agar rumah sakit tetap mendukung program JKN-KIS yang merupakan program strategis nasional dengan tetap melayani pasien JKN-KIS dengan baik. *asa

Komentar