Donor Darah Lebih dari 150 Kali, Aktif Ajak Generasi Muda Berdonor
Ketut Pringgantara berharap ada Unit Perhimpunan Donor Darah Indonesia bisa berdiri di NusaBali. Pasalnya, NusaBali sendiri memiliki pembaca setia, sehingga ruang ini nantinya yang akan semakin sebarlu-askan pentingnya donor darah
Ketut Pringgantara, Instruktur Yoga yang Kini Ketua Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) Bali
DENPASAR, NusaBali
Di Bali terdapat sejumlah tokoh yang telah mendonorkan darahnya lebih dari 100 kali. Salah satunya, Ketut Pringgantara, 49, yang kini menjabat Ketua Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) Provinsi Bali. Bahkan, Ketut Pringgantara telah mendonorkan darahnya lebih dari 153 kali. Dia pun memperoleh Satyalancana Kebaktian Sosial dari Presiden Jokowi.
Satyalancana Kebaktian Sosial dari Presiden Jokowi diterima Ketut Pringgantara tahun 2017 lalu. Kala itu, dia mendapat penghargaan bersama beberapa relawan donor darah asal Bali lainya. Ketika Satyalancana Kebaktian Sosial dianugerahkan, pria asal Banjar Kaja Kauh, Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini tercatat sudah 148 kali melakukan donor darah.
Setelah menerima penghargaan dari Presiden Jokowi, Pringgantara sempat beberapa kali lagi melakukan donor darah. Walhasil, hingga saat ini dia tercatat sudah lebih dari 150 kali mendonorkan darahnya. Saat acara donor darah HUT ke-24 NusaBali yang digelar di Kantor Redaksi NusaBali, Jalan Hayam Wuruk 110 Denpasar, Minggu (30/9), Pringgantara juga hadir bersama sejumlah pengurus PPDI Bali lainnya.
Termasuk yang hadir saat itu adalah dr I Gede Parwata Yasa SpOG, Ketua PMI Karangasem yang juga sudah menerima penghargaan dari Presiden Jokowi sebagai relawan donor darah yang sudah 100 kali mendonorkan darahnya. Mereka datang untuk mensupport pemnaca setia NusaBali yang mendonorkan darahnya.
Menurut Pringgantara, dedikasi untuk kemanusiaan mendorong dirinya mendonorkan darah. Bagi Pringgantara, berdarah-darah untuk kepentingan kemanusiaan jauh lebih bermanfaat daripada berdarah-darah akibat berkelahi. “Donor darah itu mulia. Kan lebih baik berdarah-darahnya di PMI daripada berantem di jalanan,” jelas pria kelahiran 5 Februari 1969 ini.
Pringgantara mengatakan, dirinya aktif mendonorkan darah sejak usia 20 tahun. Aksi donor darah pertama dilakukan pada 1989 silam. Awalnya, pria yang akrab disapa Pak Pring ini rutin donor darah biasa setiap 3 bulan sekali. Namun beberapa tahun belakangan, dia lebih rutin donor darah yang dinamakan ‘donor rarah apheresis’. Donor darah ini dilakukan setiap dua minggu sekali. Bahkan, hingga saat ini Pringgantara sudah melakukan donor darah apheresis lebih dari 45 kali.
Donor darah apheresis berbeda dengan donor darah biasa. Apheresis adalah penerapan teknologi medis berupa proses pengambilan salah satu komponen darah dari pendonor melalui suatu alat atau mesin apheresis. Jika donor darah biasa, hanya berlangsung 5 menit saja. Sedangkan donor apheresis bisa hingga 2 jam.
“Pada donor apheresis, komponen darah yang diambil hanyalah komponen yang diperlukan. Sedangkan darah manusia memiliki tiga komponen, yaitu leukosit, trombosit, dan plasma. Misalnya yang diambil cuma trombosit saja, maka dua komponen lainnya akan dimasukkan kembali ke dalam tubuh saat itu juga. Makanya, proses donor darah apheresis memakan waktu sampai 2 jam,” papar relawan donor darah yang keseharianya bekerja sebagai instruktur yoga di beberapa hotel, bank, dan sekolah ini.
Pringgantara mengatakan, donor darah sudah menjadi pilihan hidupnya mengabdi untuk kemanusiaan. “Ada perasaan bahagia yang tidak ternilai harganya ketika mampu menyumbangkan darah untuk yang membutuhkan,” jelas ayah dua anak dari pernikahannya dengan Ni Wayan Sutiati ini.
Karena aktif berdonor darah, akhirnya Pringgantara tergabung dalam Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) Provinsi Bali. Bahkan, dia kini dpercaya menjadi Ketua PPDI Bali. Melalui organisasi tersebut, Pringgantara semakin aktif mengajak masyarakat untuk berdonor.
“PDDI didirikan pada 20 September 1978, pusatnya ada di Jakarta. Bermitra dengan PMI, tujuan organisasi ini adalah mengajak masyarakat untuk donor darah. Tugas kami menguatkan dan menarik minat masyarakat untuk gemar berdonor darah. Prosesnya panjang untuk menarik new comer pendonor,” papar Pringgantara.
“Anak-anak yang umur 17 tahun kita ajak bergabung, diberikan sosialisasi tentang donor darah. Sekaligus juga ini menjadi upaya menangkal narkoba, perilaku merokok, dan pola hidup tidak sehat lainnya. Nah, PDDI dan PMI sosialisaisi ke kabupaten/kota, mengajak dan merekrut pendonor baru,” imbuhnya.
Menurut Pringgantara, PPDI Bali mengapresiasi Harian Umum NusaBali yang menggelar aksi donor darah untuk kemanusiaan, 30 September 2018 kemarin. Pihaknya berharap ada Unit PDDI berdiri di NusaBali. Sebab, NusaBali sendiri memiliki pembaca setia. Ruang inilah nantinya yang akan semakin menyebarluaskan pentingnya berdonor darah.
“Pembaca NusaBali adalah masyarakat Bali. Alangkah bagusnya bila ada satu perkumpulan di NusaBali ini. Kita nanti akan seperti memiliki nyama tugelan (saudara kandung, Red) yang saling bergandengan untuk kemanusiaan melalui donor darah,” harap Pringgantara.
Ketut Pringgantara sendiri dikenal sbagai instruktur yoga, selain relawan donor darah. Dia menggeluti yoga sejak 1977. Saat ini, dia aktif menjadi instruktur yoga di berbagai komunitas yoga seperti Hotel Kartika Plaza, Hotel Four Season, beberapa bank, dan sekolah. Hampir setiap hari dia mengajar yoga. Biasanya, setiap pertemuan yoga dilakukan dua sampai tiga kali seminggu.
Menurut Pringgantara, yoga menjadi gaya hidup untuk kesehatan berpikir. “Yoga itu intinya hubungan antara jiwa dan Tuhan, dengan memberdayakan badan. Selain melatih yoga, saya juga menanamkan value atau nilai budi pekerti. Ada juga yang on call minta privat meditasi dan konsultasi tentang yoga,” katanya. *ind
DENPASAR, NusaBali
Di Bali terdapat sejumlah tokoh yang telah mendonorkan darahnya lebih dari 100 kali. Salah satunya, Ketut Pringgantara, 49, yang kini menjabat Ketua Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) Provinsi Bali. Bahkan, Ketut Pringgantara telah mendonorkan darahnya lebih dari 153 kali. Dia pun memperoleh Satyalancana Kebaktian Sosial dari Presiden Jokowi.
Satyalancana Kebaktian Sosial dari Presiden Jokowi diterima Ketut Pringgantara tahun 2017 lalu. Kala itu, dia mendapat penghargaan bersama beberapa relawan donor darah asal Bali lainya. Ketika Satyalancana Kebaktian Sosial dianugerahkan, pria asal Banjar Kaja Kauh, Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini tercatat sudah 148 kali melakukan donor darah.
Setelah menerima penghargaan dari Presiden Jokowi, Pringgantara sempat beberapa kali lagi melakukan donor darah. Walhasil, hingga saat ini dia tercatat sudah lebih dari 150 kali mendonorkan darahnya. Saat acara donor darah HUT ke-24 NusaBali yang digelar di Kantor Redaksi NusaBali, Jalan Hayam Wuruk 110 Denpasar, Minggu (30/9), Pringgantara juga hadir bersama sejumlah pengurus PPDI Bali lainnya.
Termasuk yang hadir saat itu adalah dr I Gede Parwata Yasa SpOG, Ketua PMI Karangasem yang juga sudah menerima penghargaan dari Presiden Jokowi sebagai relawan donor darah yang sudah 100 kali mendonorkan darahnya. Mereka datang untuk mensupport pemnaca setia NusaBali yang mendonorkan darahnya.
Menurut Pringgantara, dedikasi untuk kemanusiaan mendorong dirinya mendonorkan darah. Bagi Pringgantara, berdarah-darah untuk kepentingan kemanusiaan jauh lebih bermanfaat daripada berdarah-darah akibat berkelahi. “Donor darah itu mulia. Kan lebih baik berdarah-darahnya di PMI daripada berantem di jalanan,” jelas pria kelahiran 5 Februari 1969 ini.
Pringgantara mengatakan, dirinya aktif mendonorkan darah sejak usia 20 tahun. Aksi donor darah pertama dilakukan pada 1989 silam. Awalnya, pria yang akrab disapa Pak Pring ini rutin donor darah biasa setiap 3 bulan sekali. Namun beberapa tahun belakangan, dia lebih rutin donor darah yang dinamakan ‘donor rarah apheresis’. Donor darah ini dilakukan setiap dua minggu sekali. Bahkan, hingga saat ini Pringgantara sudah melakukan donor darah apheresis lebih dari 45 kali.
Donor darah apheresis berbeda dengan donor darah biasa. Apheresis adalah penerapan teknologi medis berupa proses pengambilan salah satu komponen darah dari pendonor melalui suatu alat atau mesin apheresis. Jika donor darah biasa, hanya berlangsung 5 menit saja. Sedangkan donor apheresis bisa hingga 2 jam.
“Pada donor apheresis, komponen darah yang diambil hanyalah komponen yang diperlukan. Sedangkan darah manusia memiliki tiga komponen, yaitu leukosit, trombosit, dan plasma. Misalnya yang diambil cuma trombosit saja, maka dua komponen lainnya akan dimasukkan kembali ke dalam tubuh saat itu juga. Makanya, proses donor darah apheresis memakan waktu sampai 2 jam,” papar relawan donor darah yang keseharianya bekerja sebagai instruktur yoga di beberapa hotel, bank, dan sekolah ini.
Pringgantara mengatakan, donor darah sudah menjadi pilihan hidupnya mengabdi untuk kemanusiaan. “Ada perasaan bahagia yang tidak ternilai harganya ketika mampu menyumbangkan darah untuk yang membutuhkan,” jelas ayah dua anak dari pernikahannya dengan Ni Wayan Sutiati ini.
Karena aktif berdonor darah, akhirnya Pringgantara tergabung dalam Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) Provinsi Bali. Bahkan, dia kini dpercaya menjadi Ketua PPDI Bali. Melalui organisasi tersebut, Pringgantara semakin aktif mengajak masyarakat untuk berdonor.
“PDDI didirikan pada 20 September 1978, pusatnya ada di Jakarta. Bermitra dengan PMI, tujuan organisasi ini adalah mengajak masyarakat untuk donor darah. Tugas kami menguatkan dan menarik minat masyarakat untuk gemar berdonor darah. Prosesnya panjang untuk menarik new comer pendonor,” papar Pringgantara.
“Anak-anak yang umur 17 tahun kita ajak bergabung, diberikan sosialisasi tentang donor darah. Sekaligus juga ini menjadi upaya menangkal narkoba, perilaku merokok, dan pola hidup tidak sehat lainnya. Nah, PDDI dan PMI sosialisaisi ke kabupaten/kota, mengajak dan merekrut pendonor baru,” imbuhnya.
Menurut Pringgantara, PPDI Bali mengapresiasi Harian Umum NusaBali yang menggelar aksi donor darah untuk kemanusiaan, 30 September 2018 kemarin. Pihaknya berharap ada Unit PDDI berdiri di NusaBali. Sebab, NusaBali sendiri memiliki pembaca setia. Ruang inilah nantinya yang akan semakin menyebarluaskan pentingnya berdonor darah.
“Pembaca NusaBali adalah masyarakat Bali. Alangkah bagusnya bila ada satu perkumpulan di NusaBali ini. Kita nanti akan seperti memiliki nyama tugelan (saudara kandung, Red) yang saling bergandengan untuk kemanusiaan melalui donor darah,” harap Pringgantara.
Ketut Pringgantara sendiri dikenal sbagai instruktur yoga, selain relawan donor darah. Dia menggeluti yoga sejak 1977. Saat ini, dia aktif menjadi instruktur yoga di berbagai komunitas yoga seperti Hotel Kartika Plaza, Hotel Four Season, beberapa bank, dan sekolah. Hampir setiap hari dia mengajar yoga. Biasanya, setiap pertemuan yoga dilakukan dua sampai tiga kali seminggu.
Menurut Pringgantara, yoga menjadi gaya hidup untuk kesehatan berpikir. “Yoga itu intinya hubungan antara jiwa dan Tuhan, dengan memberdayakan badan. Selain melatih yoga, saya juga menanamkan value atau nilai budi pekerti. Ada juga yang on call minta privat meditasi dan konsultasi tentang yoga,” katanya. *ind
Komentar