nusabali

Wajib Disimak, Beginilah Sisi Lain Komunitas Waria dan Gay di Buleleng

  • www.nusabali.com-wajib-disimak-beginilah-sisi-lain-komunitas-waria-dan-gay-di-buleleng

Dari membagikan kondom di jalanan untuk pencegahan virus HIV/AIDS, hingga berbagai kegiatan sosial lainnya.

BULELENG, NusaBali
Akrab disebut WARGAS, komunitas yang terdiri dari waria dan gay di Singaraja, Buleleng ini, ternyata punya sisi lain yang jarang diketahui masyarakat luas. Selama ini, warga awam Singaraja bahkan Bali mengenal komunitas ini hanya melalui aksi gerak jalan fenomenal mereka saat perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus yang rutin diadakan di kota Singaraja. Namun, dibalik itu semua, komunitas yang telah terbuka dengan jati dirinya ini memiliki banyak kegiatan positif yang patut diketahui juga oleh masyarakat luas.

Berangkat dari hal tersebut, NusaBali berkesempatan untuk menyambangi sekretariat Wargas yang disebut CBC (Community Based Center), di daerah Pantai Penimbangan, Singaraja, dan mewawancarai Sisca Dharma, selaku Pendiri Komunitas Wargas Singaraja, pada Senin (01/10/2018).

Menurut Sisca, komunitas yang didirikannya tahun 2000 tersebut berlatar belakang dari keprihatinannya melihat sesama kawan yang masih bergerak secara individu dan tidak mempunyai ‘wadah’ untuk bernaung. Maka, Sisca tergerak untuk mendirikan Komunitas Wargas di Singaraja, mengingat pula bahwa ia telah dianggap ‘ibu’ oleh kawan seperjuangannya.

“Kenapa Mami bentuk Komunitas Waria Gay ini karena melihat dari beberapa teman yang merasa bergerak individual, jadi seperti tidak ada pegangan buat mereka, di samping juga mereka itu menganggap saya sebagai ibunya mereka, jadi saya bentuk komunitas ini dengan arah yang pertama, pemberdayaan dulu ke dalam. Mami ingin memberdayakan mereka dari segi pendidikan karena ada yang hanya sampai SMP atau SMA, ada juga yang gak nyaman dengan bully-an yang terlalu ekstrem, tapi sekarang masalah itu sudah kita sebrangi. Hanya saja, kita kembali pada zaman itu, ketika orang masih awam dengan waria dan gay,” tutur Sisca.

Tidak hanya perkara dulu, sebenarnya sampai sekarang pun kebanyakan masyarakat masih awam dan banyak terjadi pro dan kontra di luar, terkait dengan komunitas waria tersebut. Maka, dalam sesi wawancara ini pun Sisca membuka segala yang dirasakan dan mengklarifikasi apa sebenarnya waria itu dan mengapa mereka bisa berada pada jalan itu.

“Oke saya jelaskan di sini. Menjadi seorang waria dan gay itu bukan suatu profesi atau tuntutan hidup, tidak. Ini adalah kodrat yang kami jalani dan kami happy-happy saja tanpa beban. Satu hal kunci yang kami pegang adalah yang penting keluarga kami menerima kami lahir dan batin, itu kunci kekuatan kami. Kalau keluarga kami menolak dan lingkungan kami menolak, nah di sana awal pemicunya masalah,” jelas Sisca lagi.

Untuk menekan stigma buruk masyarakat pada kaum waria dan gay, maka, Wargas bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Buleleng dan dinas-dinas terkait dari pemerintah yang membidangi kesehatan seperti, KESRA, BKKBN, dan layanan kesehatan lainnya, membuat program pendampingan kesehatan, terutama perihal pemberian edukasi terkait virus HIV/AIDS dan IMS (Infeksi Menular Seksual). Ketika keluar pada malam hari, para Wargas biasanya akan membawa beberapa kondom untuk diberikan pada orang-orang agar mereka aman dalam melakukan hubungan seksual. Sebelum kondom itu diberikan, maka akan dijelaskan cara pemakaiannya serta terkait tanggal kedaluwarsanya juga akan dicek. Tujuannya, tentunya untuk menekan meluasnya virus HIV/AIDS yang kian membuat masyarakat resah.

Selain itu, Wargas juga turut andil dalam program pendampingan untuk ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) agar tetap semangat menjalani hidup melalui program yang dinamai KDS (Kelompok Dukungan Sebaya), ada juga yang bertugas di PMO (Pengawas Minum Obat), untuk mengingatkan dan memantau para pasien untuk meminum obat secara teratur.

Selain aktif berkecimpung dalam program kesehatan, Wargas juga aktif dalam program peduli lingkungan dan sosial yang bekerja sama dengan Yayasan Gaya Dewata dan koumitas lainnya yang bergerak di bidang sosial, melakukan kegiatan seperti, bersih-bersih pantai dan kegiatan sosial lainnya. Tidak jarang, Wargas juga sering diundang oleh beberapa organisasi dan instansi di desa-desa di seputar Buleleng untuk berbicara tentang bagaimana memposisikan sampah dan mengedukasi masyarakat agar membuang sampah pada tempatnya. Menurut Sisca, masyarakat masih sering membuang sampah sembarangan, terutama sampah plastik. Dirinya pun terkadang juga menegur langsung orang yang berprilaku semacam itu. 

Wargas juga terbuka mahasiswa mahasiswa atau siapa saja yang ingin datang berdikskusi ke sekretariat Wargas terkait penanggulangan HIV/AIDS, penelitian, hingga ada yang berdiskusi seputar skripsi. Wargas selalu terbuka untuk menjembatani hal-hal positif yang melibatkan mereka dan masyarakat.

Tercatat 192 orang di Buleleng yang merupakan anggota dari Komunitas Wargas yang tidak seluruhnya bermukim di Buleleng. Sebagian ada yang merantau ke luar kabupaten, bahkan ke luar Bali untuk mengembangkan sayapnya. Dari penuturan Sisca, dirinya selalu memfasilitasi berbagai bakat yang dimiliki oleh anggotanya, misalkan, ada yang hobi bersolek, maka akan diarahkan untuk ikut pelatihan kecantikan, ada yang suka masak, maka diarahkan ke bidang yang berhubungan dengan masak-memasak, begitu pun bagi yang suka menari juga akan diikutkan pelatihan-pelatihan menari, yang kelak akan berguna bagi kehidupan mereka nanti.

Sisca berharap agar para anggotanya tidak selalu berada di jalan karena menurutnya, umur manusia akan terus bertambah dan kemolekan wajah dan tubuh tidak akan bertahan lama, maka harus ada kemahiran lain yang dimiliki, terutama pada kaum waria.

Adalah Awik, yang merupakan salah satu anggota dari Komunitas Wargas, juga membagikan pandangannya terhadap komunitas yang telah menaungi dirinya selama 4 tahun lamanya.

“Yang aku rasain selama gabung di sini, dari biasanya sebelum-sebelumnya aku lebih sering terjun ke jalan, sama lah seperti temen-temenku yang lain untuk mencari uang, dibandingkan dengan sekarang setelah bergabung, aku bisa lebih mengerti apa itu HIV dan dapat mengedukasi temen-temen lainnya soal itu. Selain itu, aku juga bisa mendampingi ODHA (Orang dengan HIV/AIDS),” tutur Awik.

Awik pun membenarkan, jika sebelumnya masih ada stigma dan diskriminasi dari masyarakat terkait yang menganggap kaum waria adalah kaum yang membawa pengaruh buruk, terutama dalam hal penyakit menular seksual.

“Sebelumnya masih ada stigma dan diskriminasi dari masyarakat Buleleng yang melekat dalam diri kita. Orang masih menganggap Wargas sebelah mata dan berprasangka bahwa kitalah yang menularkan HIV/AIDS atau segala macamnya, tanpa mereka tahu kalau di balik itu semua sebenarnya kita juga pekerja sosial yang gak pernah mereka lihat. Kita juga tidak pernah mengharapkan imbalan dari mereka yang sudah kita bantu. Ya udah, cukup kita dan temen-temen kita aja yang tahu,” sambung Awik lagi.

Di akhir wawancara, Awik pun berpesan untuk seluruh masyarakat yang masih awam terhadap kehadiran Wargas dan kaum waria untuk tidak memandang seseorang dari rupanya tanpa tahu sisi lain dari orang tersebut.

“Seperti kata pepatah, ‘Mungkin kau tahu namaku, namun tidak dengan kepribadianku,’ seperti itu,” tutup Awik mantap. *ph 

Komentar