'Jangan Lihat Dolar AS Rp 15.000 Seperti Kiamat'
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah sudah tembus Rp 15.000 tidak bisa dianggap sebagai kiamat.
JAKARTA, NusaBali
"Jangan sampai kita melihat Rp 15.000 itu seperti sudah kaya kiamat, tapi kita harus bandingkan tingkat pelemahannya, bukan Rp 14.000-nya, Rp 15.000-nya," kata Perry dalam seminar 'Rezim Devisa dan Strategi Menghadapi Pelemahan Nilai Tukar Rupiah' di Gedung Nusantara, DPR RI, Jakarta Selatan, Rabu (3/10).
Dia menilai pelemahan rupiah tidak bisa hanya dilihat dari angkanya, tapi seberapa dalam tingkat pelemahannya. "Mari kita bandingkan, IDR (rupiah), Januari sampai sekarang tingkat pelemahan rupiah 9,82%," jelas Perry.
Sementara itu, negara lain seperti Turki, mata uangnya melemah hingga 37,7%, Afrika Selatan melemah 13,8%, dan India melemah 12,4%.
Meski demikian Perry menyadari pelemahan rupiah memang tetap harus diperhatikan. Hanya saja kondisi pelemahan rupiah tidak separah negara-negara tetangga tersebut. Dia pun mengumpamakan pelemahan rupiah sebagai sakit panas pada tubuh. "Kalau kita lihat suhu panas badan kita dibandingkan negara lain, semua badan memanas tapi kita relatif terjaga," tambahnya.
Sebaliknya Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bisa bertindak cepat dalam menghadapi situasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Menurut Rizal, bendahara negara tersebut harus fokus mencari cara bagaimana agar devisa hasil ekspor bisa kembali ke dalam negeri. Walaupun saat ini pemerintah bersama BI sudah mengupayakan itu, hasilnya dianggap belum optimal.
Rizal mencontohkan bagaimana Thailand bisa menghadapi tekanan global lebih baik dari Indonesia sehingga mata uangnya tidak melemah sedalam Indonesia. Hal itu berkat banyaknya devisa hasil ekspor yang masuk.
"Thailand sama sama kita yang masuk uang ekspor cuma 5% sisanya di luar negeri. 10 tahun lalu Thailand wajibkan seluruh eskpor harus masuk sistem Thailand. Memang butuh waktu lama tapi hari ini 95% hasil ekspor Thailand masuk," kata Rizal.
Menurut Rizal dalam membawa pulang devisa hasil ekspor ke dalam negeri, Indonesia perlu mencontoh Thailand. "Kita ikuti sistem Thailand agar lebih stabil. Fokus sama ekspor itu dan minta Menteri Keuangannya jangan telm!" tambahnya.
Secara terpisah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengimbau kepada seluruh masyarakat maupun pelaku usaha tidak usah risau dengan pergerakan nilai tukar rupiah. "Rupiah saya kira nggak ada masalah, kenapa mesti risau di (level) Rp 15.000?," Kata Luhut di kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta Pusat, Rabu (3/10).
Luhut menyadari posisi nilai dolar sebesar Rp 15.000 merupakan level psikologis baru bagi pasar. Namun, hal tersebut tidak menjadi persoalan selama pemerintah masih mampu menjaga indikator ekonomi nasional.
"Karena apa saya bilang nggak perlu risau, karena inflasi kita masih bagus, sangat bagus malah. Terus kemudian utang kita masih rendah. Malah kemarin saya di New York ketemu beberapa fund manager yang bilang 'Kenapa kalian utang tidak mau tambah lagi? Karena room kalian berutang masih luas'," jelas Luhut.
Selain itu, kata Luhut, pemerintah juga serius menjaga stabilitas nilai rupiah dengan beberapa program penekan laju impor. Seperti, penerapan biodiesel 20% (B20), pengembangan pariwisata, penggunaan TKDN. "Sekarang presiden bilang cukup. Dengan begini kita tentu dengan keputusan yang dibuat kemarin itu, beberapa waktu ke depan akan baik," ujar Luhut.
"Jadi kita lihat itu jangan sebagai satu sisi saja, bahwa betul (rupiah di level) Rp 15.000. Anda lihat sekarang APBN kita sangat kredibel. Nggak ada masalah pendanaan, kita bayar untuk Palu, Ibu Ani kasih kami duitnya. Jadi kita nggak usah diceritain sama orang-orang yang nggak jelas lah," tambah dia.
Seperti diketahui, nilai tukar dolar AS akhirnya tembus Rp 15.000 pada Selasa (2/10). Dari perdagangan Reuters dolar AS tembus ke level Rp 15.001 pada pukul 11.00 WIB. Posisi ini menjadi yang tertinggi sepanjang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). *
Dia menilai pelemahan rupiah tidak bisa hanya dilihat dari angkanya, tapi seberapa dalam tingkat pelemahannya. "Mari kita bandingkan, IDR (rupiah), Januari sampai sekarang tingkat pelemahan rupiah 9,82%," jelas Perry.
Sementara itu, negara lain seperti Turki, mata uangnya melemah hingga 37,7%, Afrika Selatan melemah 13,8%, dan India melemah 12,4%.
Meski demikian Perry menyadari pelemahan rupiah memang tetap harus diperhatikan. Hanya saja kondisi pelemahan rupiah tidak separah negara-negara tetangga tersebut. Dia pun mengumpamakan pelemahan rupiah sebagai sakit panas pada tubuh. "Kalau kita lihat suhu panas badan kita dibandingkan negara lain, semua badan memanas tapi kita relatif terjaga," tambahnya.
Sebaliknya Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bisa bertindak cepat dalam menghadapi situasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Menurut Rizal, bendahara negara tersebut harus fokus mencari cara bagaimana agar devisa hasil ekspor bisa kembali ke dalam negeri. Walaupun saat ini pemerintah bersama BI sudah mengupayakan itu, hasilnya dianggap belum optimal.
Rizal mencontohkan bagaimana Thailand bisa menghadapi tekanan global lebih baik dari Indonesia sehingga mata uangnya tidak melemah sedalam Indonesia. Hal itu berkat banyaknya devisa hasil ekspor yang masuk.
"Thailand sama sama kita yang masuk uang ekspor cuma 5% sisanya di luar negeri. 10 tahun lalu Thailand wajibkan seluruh eskpor harus masuk sistem Thailand. Memang butuh waktu lama tapi hari ini 95% hasil ekspor Thailand masuk," kata Rizal.
Menurut Rizal dalam membawa pulang devisa hasil ekspor ke dalam negeri, Indonesia perlu mencontoh Thailand. "Kita ikuti sistem Thailand agar lebih stabil. Fokus sama ekspor itu dan minta Menteri Keuangannya jangan telm!" tambahnya.
Secara terpisah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengimbau kepada seluruh masyarakat maupun pelaku usaha tidak usah risau dengan pergerakan nilai tukar rupiah. "Rupiah saya kira nggak ada masalah, kenapa mesti risau di (level) Rp 15.000?," Kata Luhut di kantor Kemenko Kemaritiman, Jakarta Pusat, Rabu (3/10).
Luhut menyadari posisi nilai dolar sebesar Rp 15.000 merupakan level psikologis baru bagi pasar. Namun, hal tersebut tidak menjadi persoalan selama pemerintah masih mampu menjaga indikator ekonomi nasional.
"Karena apa saya bilang nggak perlu risau, karena inflasi kita masih bagus, sangat bagus malah. Terus kemudian utang kita masih rendah. Malah kemarin saya di New York ketemu beberapa fund manager yang bilang 'Kenapa kalian utang tidak mau tambah lagi? Karena room kalian berutang masih luas'," jelas Luhut.
Selain itu, kata Luhut, pemerintah juga serius menjaga stabilitas nilai rupiah dengan beberapa program penekan laju impor. Seperti, penerapan biodiesel 20% (B20), pengembangan pariwisata, penggunaan TKDN. "Sekarang presiden bilang cukup. Dengan begini kita tentu dengan keputusan yang dibuat kemarin itu, beberapa waktu ke depan akan baik," ujar Luhut.
"Jadi kita lihat itu jangan sebagai satu sisi saja, bahwa betul (rupiah di level) Rp 15.000. Anda lihat sekarang APBN kita sangat kredibel. Nggak ada masalah pendanaan, kita bayar untuk Palu, Ibu Ani kasih kami duitnya. Jadi kita nggak usah diceritain sama orang-orang yang nggak jelas lah," tambah dia.
Seperti diketahui, nilai tukar dolar AS akhirnya tembus Rp 15.000 pada Selasa (2/10). Dari perdagangan Reuters dolar AS tembus ke level Rp 15.001 pada pukul 11.00 WIB. Posisi ini menjadi yang tertinggi sepanjang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). *
1
Komentar