Beras Merah Unggulan Buleleng Disempurnakan
Budidaya beras merah khas Buleleng yang hanya ada di wilayah Desa Munduk dan Gobleg, Kecamatan Banjar, terus dilestarikan.
SINGARAJA, NusaBali
Selain tetap ditanam masyarakat setempat, Pemkab Buleleng bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), untuk meneliti dan menyempurnakan benih beras merah khas Buleleng.
Kabid Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Buleleng, I Gede Suadnyana ditemui di ruangannya Kamis (4/10) kemarin menerangkan, penelitian benih beras merah itu, disempurnakan agar dapat menjadi benih beras merah yang memiliki umur tanam lebih singkat. Sehingga ke depannya komoditas beras merah khas Buleleng ini dapat dikembangkan di sejumlah subak lainnya di luar Munduk dan Gobleg.
Penelitian tersebut dikatakan Suadnyana, berawal dari potensi beras merah khas Buleleng yang kini luasan tanamnya masih bertahan di 40 hektare sawah Desa Munduk dan Gobleg, memiliki aroma dan rasa yang khas. Hanya saja, saat ini meski memiliki nilai jual yang tinggi, tidak banyak petani yang mau mengembangkannya. Hal tersebut dikarenakan masa tanam hingga panennya cukup panjang. Padi beras merah yang baru ditanam memerlukan waktu enam baru dapat dipanen.
“Ke depannya diharapkan dengan penelitian benih ini, petani yang semula hanya dapat menanam sekali dalam setahun bisa meningkat sebanyak dua kali, dengan masa panen lebih singkat, tanpa mengurangi keunggulan varietas padi beras merah Buleleng,” kata dia.
Penelitian benih oleh Batan itu disebutnya sudah berjalan sejak setahun yang lalu. Kini benih-benih padi beras merah itu sedang menjalani masa pemulian. Suadnyana pun mengatakan jika penelitian benih oleh Batan ini berhasil, Dinas Pertanian akan segera membentuk demplot-demplot padi beras merah di sejumlah subak di Buleleng. Sehingga jika hasil panennya maksimal, dapat merangsang petani lain untuk membudidayakan komoditas unggulan tanaman pangan khas Buleleng.
Dengan begitu, produksi beras merah khas Buleleng juga akan meningkat dan dapat memenuhi permintaan pasar yang selama ini belum terpenuhi. “Sebenarnya dari segi pemasaran tidak susah, karena beras merah Buleleng ini sangat dicari oleh konsumen, bahkan selama ini petani kita di dua desa ini masih kewalahan memenuhi permintaan pasar,” imbuhnya.
Sementara itu, budidaya beras merah yang dilakukan oleh petani Desa Munduk dan Gobleg bisa bertahan hingga saat ini, karena mereka selain memasarkannya untuk konsumsi juga memiliki adat yang mengharuskan sarana upacara ucapan syukurnya dari beras merah. Biasanya petani Munduk dan Gobleg memulai masa tanam dari bulan Desember-Januari dan baru memasuki masa panen pada bulan Juni-Juli.
Seluruh proses pemeliharaan dan proses panen masih sangat tradisional. Menggunakan alat-alat pemotong padi zaman dulu (anggapan,red) tanpa menggunakan mesin. Tanaman padi usai di panen pun tidak langsung dirontokkan seperti proses panen padi secara umum. Tetapi segenggam padi dikumpulkan dan iikat dan disimpan di lumbung. Padi baru boleh diproses menjadi beras apabila upacara ngusaba nini, ucapara pengucap syukur kepada dewi kesuburan usai dilakukan. Saat ini beras merah produksi Munduk dan Gobleg dijual dipasaran Ro 30-35 perkilogramnya.*k23
Selain tetap ditanam masyarakat setempat, Pemkab Buleleng bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), untuk meneliti dan menyempurnakan benih beras merah khas Buleleng.
Kabid Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Buleleng, I Gede Suadnyana ditemui di ruangannya Kamis (4/10) kemarin menerangkan, penelitian benih beras merah itu, disempurnakan agar dapat menjadi benih beras merah yang memiliki umur tanam lebih singkat. Sehingga ke depannya komoditas beras merah khas Buleleng ini dapat dikembangkan di sejumlah subak lainnya di luar Munduk dan Gobleg.
Penelitian tersebut dikatakan Suadnyana, berawal dari potensi beras merah khas Buleleng yang kini luasan tanamnya masih bertahan di 40 hektare sawah Desa Munduk dan Gobleg, memiliki aroma dan rasa yang khas. Hanya saja, saat ini meski memiliki nilai jual yang tinggi, tidak banyak petani yang mau mengembangkannya. Hal tersebut dikarenakan masa tanam hingga panennya cukup panjang. Padi beras merah yang baru ditanam memerlukan waktu enam baru dapat dipanen.
“Ke depannya diharapkan dengan penelitian benih ini, petani yang semula hanya dapat menanam sekali dalam setahun bisa meningkat sebanyak dua kali, dengan masa panen lebih singkat, tanpa mengurangi keunggulan varietas padi beras merah Buleleng,” kata dia.
Penelitian benih oleh Batan itu disebutnya sudah berjalan sejak setahun yang lalu. Kini benih-benih padi beras merah itu sedang menjalani masa pemulian. Suadnyana pun mengatakan jika penelitian benih oleh Batan ini berhasil, Dinas Pertanian akan segera membentuk demplot-demplot padi beras merah di sejumlah subak di Buleleng. Sehingga jika hasil panennya maksimal, dapat merangsang petani lain untuk membudidayakan komoditas unggulan tanaman pangan khas Buleleng.
Dengan begitu, produksi beras merah khas Buleleng juga akan meningkat dan dapat memenuhi permintaan pasar yang selama ini belum terpenuhi. “Sebenarnya dari segi pemasaran tidak susah, karena beras merah Buleleng ini sangat dicari oleh konsumen, bahkan selama ini petani kita di dua desa ini masih kewalahan memenuhi permintaan pasar,” imbuhnya.
Sementara itu, budidaya beras merah yang dilakukan oleh petani Desa Munduk dan Gobleg bisa bertahan hingga saat ini, karena mereka selain memasarkannya untuk konsumsi juga memiliki adat yang mengharuskan sarana upacara ucapan syukurnya dari beras merah. Biasanya petani Munduk dan Gobleg memulai masa tanam dari bulan Desember-Januari dan baru memasuki masa panen pada bulan Juni-Juli.
Seluruh proses pemeliharaan dan proses panen masih sangat tradisional. Menggunakan alat-alat pemotong padi zaman dulu (anggapan,red) tanpa menggunakan mesin. Tanaman padi usai di panen pun tidak langsung dirontokkan seperti proses panen padi secara umum. Tetapi segenggam padi dikumpulkan dan iikat dan disimpan di lumbung. Padi baru boleh diproses menjadi beras apabila upacara ngusaba nini, ucapara pengucap syukur kepada dewi kesuburan usai dilakukan. Saat ini beras merah produksi Munduk dan Gobleg dijual dipasaran Ro 30-35 perkilogramnya.*k23
Komentar