Sanur Kaja Luncurkan Perdes tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Anjing
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Sanur Kaja membuat gebrakan di bidang perlindungan dan kesejahteraan hewan dengan mengeluarkan Peraturan Desa (Perdes) Nomor 3 tahun 2018.
DENPASAR, NusaBali
Perdes tersebut menjadi instrumen hukum pertama di Bali dari tingkat bawah yang melarang produksi, memiliki persediaan ataupun konsumsi daging anjing, serta melindungi anjing dari tindak penganiayaan, peracunan, serta pencurian anjing.
Adapun Perdes Sanur Kaja Nomor 3 tahun 2018 ini mengatur mulai dari melarang setiap orang untuk menganiaya dan atau membunuh dan mencuri anjing yang berada di wilayah Desa Sanur Kaja. Melarang setiap orang memproduksi dan atau mengedarkan makanan yang berbahan daging anjing. Melarang setiap orang untuk menyimpan sebagai persediaan, membeli, menyediakan makanan berbahan daging anjing untuk dikonsumsi sendiri maupun oleh orang lain.
Selain itu, melarang setiap orang menjual anjing dalam keadaan hidup atau mati sebagai persediaan makanan berbahan daging anjing untuk dikonsumsi sendiri maupun oleh orang lain. Serta melarang setiap orang membuang anjing dalam keadaan hidup atau mati di dalam maupun di luar wilayah desa.
Perbekel Desa Sanur Kaja, I Made Sudana mengatakan, munculnya Perdes ini diawali dari kolaborasi Desa Sanur Kaja dengan Program Dharma, yakni sebuah kerjasama public sector antara Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana, Yayasan Bali Animal Welfare (BAWA), International Fund for Animal Welfare (IFAW), Center for Public Helalth Inovation (CPHI) Universitas Udayana.
Kesuksesan kolaborasi dengan Program Dharma untuk pengendalian rabies di Sanur serta memanajemen populasi anjing ini disambut dengan baik oleh warga Sanur, utamanya di Desa Sanur Kaja. Program ini fokus pada penjangkauan dan pemberdayaan masyarakat serta penerapan prinsip One Health untuk memberantas rabies. Salah satu kegiatannya adalah edukasi dan keterlibatan masyarakat dengan pelaksanaan vaksinasi massal terhadap minimal 70 persen di setiap populasi akan menghentikan penyebaran rabies.
“Dalam program Dharma ini, kami di Desa Sanur Kaja ini merasa sekarang memiliki data yang lengkap. Program Dharma sudah dijalankan selama dua tahun, sedangkan tahun ketiga ini kami yang melanjutkan. Jadi, anggaran kami terkait dengan program Dharma yang kami lanjutkan itu sebanyak Rp 80 juta. Itu untuk petugas-petugas kami untuk pendataan masuk keluarnya anjing di desa kami,” ujar Sudana di Denpasar, Jumat (5/10).
Penanganan serta manajemen populasi anjing ini, kata Sudana, membuat Desa Sanur Kaja memiliki data yang cukup tentang populasi anjing. Sampai saat ini, Desa Sanur Kaja belum ada satupun kasus rabies. “Dengan berjalannya program Dharma yang membantu kita di desa, sebenarnya kami ingin mendorong pemerintahan kota untuk bersama-sama melakukan ini, di desa-desa lain di Kota Denpasar agar terbebas dari penyakit rabies ini,” katanya.
Ancaman rabies, menurut Sudana, tidak saja berpengaruh pada kesehatan hewan dan terganggunya masyarakat, namun juga berdampak menjadi ancaman pariwisata. Seperti diketahui, Sanur merupakan salah satu destinasi wisata dunia yang cukup populer dikunjungi oleh wisatawan. Jangan sampai ancaman rabies memberi citra buruk terhadap pariwisata Bali. “Kami di Sanur Kaja juga berkepentingan untuk keamanan pariwisata. Kami tentu tidak ingin rabies ini menjadi momok,” imbuhnya.
Sementara Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sanur Kaja, Ida Bagus Alit Sudewa SH, mengatakan, peraturan desa tersebut dibentuk bukan semata-mata dari perangkat desa, melainkan semua unsur masyarakat, mulai dari tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, pencinta hewan, dan masyarakat. Harapan terbesar adalah Sanur Kaja bisa zero rabies. Terkait sanksi dalam Perdes Nomor 3 tahun 2018, menurut Sudewa, masih dilakukan dengan musyawarah mufakat. “Yang paling kita kedepankan adalah musyawarah antara korban dan pemilik anjing. Ini menjadi prinsip dasar bagaimana kita mengatasi masalah-masalah yang ada di lapangan. Karena itu, pengawasan aktif kami harapkan dari masyarakat,” katanya.
Terkait kekuatan hukum, menurut anggota DPRD Kota Denpasar yang juga warga Sanur Kaja, Ida Bagus Kiana SH, dasar hukum membentuk Perdes Sanur Kaja ini mengacu pada tindaklanjut Perda tentang penanggulangan rabies. Acuan lainnya yakni UU nomor 41 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Dikuatkan lagi dengan UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa dan desa adat, dimana diatur bahwa desa memiliki kearifan lokal, kewenangan skala prioritas lokal, dan hal-hal peraturan yang bisa ditentukan oleh desa. *ind
Adapun Perdes Sanur Kaja Nomor 3 tahun 2018 ini mengatur mulai dari melarang setiap orang untuk menganiaya dan atau membunuh dan mencuri anjing yang berada di wilayah Desa Sanur Kaja. Melarang setiap orang memproduksi dan atau mengedarkan makanan yang berbahan daging anjing. Melarang setiap orang untuk menyimpan sebagai persediaan, membeli, menyediakan makanan berbahan daging anjing untuk dikonsumsi sendiri maupun oleh orang lain.
Selain itu, melarang setiap orang menjual anjing dalam keadaan hidup atau mati sebagai persediaan makanan berbahan daging anjing untuk dikonsumsi sendiri maupun oleh orang lain. Serta melarang setiap orang membuang anjing dalam keadaan hidup atau mati di dalam maupun di luar wilayah desa.
Perbekel Desa Sanur Kaja, I Made Sudana mengatakan, munculnya Perdes ini diawali dari kolaborasi Desa Sanur Kaja dengan Program Dharma, yakni sebuah kerjasama public sector antara Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana, Yayasan Bali Animal Welfare (BAWA), International Fund for Animal Welfare (IFAW), Center for Public Helalth Inovation (CPHI) Universitas Udayana.
Kesuksesan kolaborasi dengan Program Dharma untuk pengendalian rabies di Sanur serta memanajemen populasi anjing ini disambut dengan baik oleh warga Sanur, utamanya di Desa Sanur Kaja. Program ini fokus pada penjangkauan dan pemberdayaan masyarakat serta penerapan prinsip One Health untuk memberantas rabies. Salah satu kegiatannya adalah edukasi dan keterlibatan masyarakat dengan pelaksanaan vaksinasi massal terhadap minimal 70 persen di setiap populasi akan menghentikan penyebaran rabies.
“Dalam program Dharma ini, kami di Desa Sanur Kaja ini merasa sekarang memiliki data yang lengkap. Program Dharma sudah dijalankan selama dua tahun, sedangkan tahun ketiga ini kami yang melanjutkan. Jadi, anggaran kami terkait dengan program Dharma yang kami lanjutkan itu sebanyak Rp 80 juta. Itu untuk petugas-petugas kami untuk pendataan masuk keluarnya anjing di desa kami,” ujar Sudana di Denpasar, Jumat (5/10).
Penanganan serta manajemen populasi anjing ini, kata Sudana, membuat Desa Sanur Kaja memiliki data yang cukup tentang populasi anjing. Sampai saat ini, Desa Sanur Kaja belum ada satupun kasus rabies. “Dengan berjalannya program Dharma yang membantu kita di desa, sebenarnya kami ingin mendorong pemerintahan kota untuk bersama-sama melakukan ini, di desa-desa lain di Kota Denpasar agar terbebas dari penyakit rabies ini,” katanya.
Ancaman rabies, menurut Sudana, tidak saja berpengaruh pada kesehatan hewan dan terganggunya masyarakat, namun juga berdampak menjadi ancaman pariwisata. Seperti diketahui, Sanur merupakan salah satu destinasi wisata dunia yang cukup populer dikunjungi oleh wisatawan. Jangan sampai ancaman rabies memberi citra buruk terhadap pariwisata Bali. “Kami di Sanur Kaja juga berkepentingan untuk keamanan pariwisata. Kami tentu tidak ingin rabies ini menjadi momok,” imbuhnya.
Sementara Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sanur Kaja, Ida Bagus Alit Sudewa SH, mengatakan, peraturan desa tersebut dibentuk bukan semata-mata dari perangkat desa, melainkan semua unsur masyarakat, mulai dari tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, pencinta hewan, dan masyarakat. Harapan terbesar adalah Sanur Kaja bisa zero rabies. Terkait sanksi dalam Perdes Nomor 3 tahun 2018, menurut Sudewa, masih dilakukan dengan musyawarah mufakat. “Yang paling kita kedepankan adalah musyawarah antara korban dan pemilik anjing. Ini menjadi prinsip dasar bagaimana kita mengatasi masalah-masalah yang ada di lapangan. Karena itu, pengawasan aktif kami harapkan dari masyarakat,” katanya.
Terkait kekuatan hukum, menurut anggota DPRD Kota Denpasar yang juga warga Sanur Kaja, Ida Bagus Kiana SH, dasar hukum membentuk Perdes Sanur Kaja ini mengacu pada tindaklanjut Perda tentang penanggulangan rabies. Acuan lainnya yakni UU nomor 41 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Dikuatkan lagi dengan UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa dan desa adat, dimana diatur bahwa desa memiliki kearifan lokal, kewenangan skala prioritas lokal, dan hal-hal peraturan yang bisa ditentukan oleh desa. *ind
Komentar