Sehat Karena Donor, Kini Aktif Jalankan Hobi Menari
Kombes (Purn) Nyoman Ardana SH, Ketua Penasihat PDDI Provinsi Bali
DENPASAR, NusaBali
Kombes Pol (Purn) Nyoman Ardhana SH, 70, benar-benar menikmati hari tuanya. Setelah pensiun dari dinas kepolisian, Nyoman Ardhana lebih banyak aktif di bidang sosial dan kebudayaan. Selain aktif mendonorkan darahnya, Ketua Panesihat Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) Provinsi Bali ini juga meneruskan hobinya menari.
Nyoman Ardhana merupakan salah pendonor darah asal Bali yang menerima Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2013. Penghargaan terebut diberikan kepada mereka yang telah medonorkan darahnya lebih dari 100 kali. Ketika terima penghargaan saat itu, pensiunan polisi pria asal Banjar Pengaji, Desa Melinggih Kelod, Kecamatan Payangan, Gianyar ini tercatat telah mendonorkan darahnya sebanyak 132 kali.
Kini, Nyoman Ardhana terus mengajak masyarakat untuk berdonor. Ardhana juga hadir dalam aksi sosial donor darah HUT ke-24 Harian NusaBali di Kantor Redaksi NusaBali, Jalan Hayam Wuruk 110 Denpasar, Minggu (30/9) lalu. Kala itu, dia hadir bersama jajaran pengurus PPDI Provinsi Bali, termasuk I Ketut Pringgantara (Ketua PDDI Bali), dr I Gede Parwata SpOG (mantan Dirut RSUD Karangasem yang kini Ketua PMI Karangasem), dan dr Ni Nyoman Ermy Setiari MKes.
Ardhana mengisahkan, dirinya sudah selama 48 tahun aktif donor darah sejak usia 1970. “Ya, sejak usia 22 tahun saya memang ikut donor darah, tiga bulan sekali. Dua tahun pertama, itu pas waktu saya pendidikan Polri,” kenang Ardhana kepada NusaBali, Kamis (4/10) lalu.
Ardhana sendiri mengawali karier di kepolisian tahun 1971 saat berdinas di Polres Buleleng. Sebelum masuk dinas kepolisian, Ardhana sempat mengenyam pendidikan Akademi Perawat. Dia juga sempat menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Kupang, NTT. Hanya saja, waktu itu dia sempat berhenti kulah, kerena masuk sekolah kepolisian. “Sewaktu tugas di Singaraja (Buleleng) itulah saya aktif membina donor. Waktu itu, pangkat saya masih bintara,” papar ayah tiga anak dari pernikahannya dengan I Gusti Ayu Sulasih ini.
Setelah menjadi polisi, Ardhana melanjutkan sekolah kepolisian untuk kenaikan pangkat. Karena memiliki basic di kesehatan, dia sempat dipindahkan ke Bagian Kesehatan Polda Bali. Setelah pindah tugas itu, akhirnya dia disekolahkan lagi ke Akademi Perawat dan Laboratorium Forensik untuk Klinik Polda Bali. Jadi, Ardhana marupakan perawat yang sekaligus ahli forensik.
Ardhana sempat menjabat Wakil Kepala Dinas Kesehatan Polda Bali. “Saya termasuk Tim DVI Bom Bali I 2002. Waktu itu saya jadi kepala dusun jenazah yang jumlahnya banyak. Jadi, perwira harus mengerti juga tentang forensik,” cerita Ardhana.
Selain itu, Ardhana juga sempat ditugaskan ke Timor Timur tahun 1979. Dia tergabung dalam Tim Komando Taktis Timor Timur, penugasan langsung dari Jakarta. “Dulu kan masih ABRI. Karena saya tim medis yang menguasai kesehatan lapangan, makanya saya ditugaskan ke Timtim,” paparnya.
Sepulang dari Timtim, Ardhana kembali bertugas di Polda Bali. Dari situ, pria kelahiran 2 Desember 1948 ini kembali mengikuti sekolah perwira di Sukabumi, Jawa barat hingga tamat pada 1984. Setelah tamat dari sekolah perwira, Ardhana menjadi instruktur di pendidikan Polri. “Setelah sekolah perwira di Sukabumi, saya sempat pindah-pindah tugas. Dapat tugas di Halmahera (Maluku) waktu Ambon chaos. Kemudian, pindah ke RS Bayangkara Keramat Jati, Jakarta membidangi forensik,” tutur Ardhana.
Barulah setelah mendekati pensiun, Ardhan dipindahkan ke Bali. Ardhana pensiun dari dinas kepolisian tahun 2007, dengan pangkat terakhir Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol). “Nah, ketika saya kembali ke Polda Bali, didirikanlah Unit PDDI di Polda Bali di mana saya jadi ketuanya. Setiap ada penerimaan polisi, selain uji labo-ratorium, semua yang jadi polisi itu juga donor darah,” katanya.
Sampai saat ini, Ardhana tetap aktif di organisasi PDDI. Dia sempat menjabat Sekretaris PDDI Provinsi Bali di era kepemimpinan Prof Dr Sudewa. Saat ini, Ardhana terlibat menjadi Ketua Penasihat PDDI Provinsi Bali---yang dipimpin Ketut Pringgantara.
Menurut Ardhana, donor darah adalah rutinitasnya selama ini. “Sampai detik ini, saya sehat berkat donor. Sekarang usia saya sudah mau 70 tahun. Astungkara diberi kesehatan sama yang di Atas. Sampai saat ini, saya tidak ada riwayat penyakit apa pun,” tandas Ardana.
Ardhana mengisi hari tuannya bukan saja dengan aksi donor darah. Ardhana kini juga aktif menjalankan hobinya menari. Ardhana saat ini menjadi Penasihat Yayasan Putra Sedana, sebuah yayasan kesenian di Payangan yang dipimpin politisi senior Golkar Dewa Ngakan Rai Budiasa.
Ardhana mengakui darah seni mengalir dari kedua orangtuanya, I Made Jerbu dan Ni Ketut Kinuk, yang merupakan seniman arja. Istri dan anak-anak Ardhana juga jadi penari. Karena itu, saat ini Ardhana lebih banyak terlibat pentas Sendratari Ramayana di hotel-hotel. Dia kerap jadi penari pemeran tokoh Rahwana. “Kalau kebetulan pentas terjadi kekurangan penari, ya saya ikut menari juga. Saya biasa memerankan sosok Rahwana yang ngelekas jadi pedanda,” beber Ardhana.
Menurut Ardhana, dirinya bersama Yayasan Putra Sedana seringkali menari di hotel-hotel, bekerjasama dengan agen-agen Prancis. Pentasnya sering di Payangan dan hotel-hotel di Denpasar. Septermber 2018 lalu, misalnya, ada permintaan pentas Sendratari Ramayana 30 kali. Sedangkan Oktober 2018 ini, ada 15 agenda pementasan.
“Saya berpikir, di masa tua ini apa yang harus saya berikan ke masyarakat? Setelah saya pensiun, saya hanya memiliki darah yang bisa saya sumbangkan dan seni yang bisa dinikmati masyarakat,” tandas anak ketiga dari 9 bersaudara ini. *ind
Kombes Pol (Purn) Nyoman Ardhana SH, 70, benar-benar menikmati hari tuanya. Setelah pensiun dari dinas kepolisian, Nyoman Ardhana lebih banyak aktif di bidang sosial dan kebudayaan. Selain aktif mendonorkan darahnya, Ketua Panesihat Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) Provinsi Bali ini juga meneruskan hobinya menari.
Nyoman Ardhana merupakan salah pendonor darah asal Bali yang menerima Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2013. Penghargaan terebut diberikan kepada mereka yang telah medonorkan darahnya lebih dari 100 kali. Ketika terima penghargaan saat itu, pensiunan polisi pria asal Banjar Pengaji, Desa Melinggih Kelod, Kecamatan Payangan, Gianyar ini tercatat telah mendonorkan darahnya sebanyak 132 kali.
Kini, Nyoman Ardhana terus mengajak masyarakat untuk berdonor. Ardhana juga hadir dalam aksi sosial donor darah HUT ke-24 Harian NusaBali di Kantor Redaksi NusaBali, Jalan Hayam Wuruk 110 Denpasar, Minggu (30/9) lalu. Kala itu, dia hadir bersama jajaran pengurus PPDI Provinsi Bali, termasuk I Ketut Pringgantara (Ketua PDDI Bali), dr I Gede Parwata SpOG (mantan Dirut RSUD Karangasem yang kini Ketua PMI Karangasem), dan dr Ni Nyoman Ermy Setiari MKes.
Ardhana mengisahkan, dirinya sudah selama 48 tahun aktif donor darah sejak usia 1970. “Ya, sejak usia 22 tahun saya memang ikut donor darah, tiga bulan sekali. Dua tahun pertama, itu pas waktu saya pendidikan Polri,” kenang Ardhana kepada NusaBali, Kamis (4/10) lalu.
Ardhana sendiri mengawali karier di kepolisian tahun 1971 saat berdinas di Polres Buleleng. Sebelum masuk dinas kepolisian, Ardhana sempat mengenyam pendidikan Akademi Perawat. Dia juga sempat menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Kupang, NTT. Hanya saja, waktu itu dia sempat berhenti kulah, kerena masuk sekolah kepolisian. “Sewaktu tugas di Singaraja (Buleleng) itulah saya aktif membina donor. Waktu itu, pangkat saya masih bintara,” papar ayah tiga anak dari pernikahannya dengan I Gusti Ayu Sulasih ini.
Setelah menjadi polisi, Ardhana melanjutkan sekolah kepolisian untuk kenaikan pangkat. Karena memiliki basic di kesehatan, dia sempat dipindahkan ke Bagian Kesehatan Polda Bali. Setelah pindah tugas itu, akhirnya dia disekolahkan lagi ke Akademi Perawat dan Laboratorium Forensik untuk Klinik Polda Bali. Jadi, Ardhana marupakan perawat yang sekaligus ahli forensik.
Ardhana sempat menjabat Wakil Kepala Dinas Kesehatan Polda Bali. “Saya termasuk Tim DVI Bom Bali I 2002. Waktu itu saya jadi kepala dusun jenazah yang jumlahnya banyak. Jadi, perwira harus mengerti juga tentang forensik,” cerita Ardhana.
Selain itu, Ardhana juga sempat ditugaskan ke Timor Timur tahun 1979. Dia tergabung dalam Tim Komando Taktis Timor Timur, penugasan langsung dari Jakarta. “Dulu kan masih ABRI. Karena saya tim medis yang menguasai kesehatan lapangan, makanya saya ditugaskan ke Timtim,” paparnya.
Sepulang dari Timtim, Ardhana kembali bertugas di Polda Bali. Dari situ, pria kelahiran 2 Desember 1948 ini kembali mengikuti sekolah perwira di Sukabumi, Jawa barat hingga tamat pada 1984. Setelah tamat dari sekolah perwira, Ardhana menjadi instruktur di pendidikan Polri. “Setelah sekolah perwira di Sukabumi, saya sempat pindah-pindah tugas. Dapat tugas di Halmahera (Maluku) waktu Ambon chaos. Kemudian, pindah ke RS Bayangkara Keramat Jati, Jakarta membidangi forensik,” tutur Ardhana.
Barulah setelah mendekati pensiun, Ardhan dipindahkan ke Bali. Ardhana pensiun dari dinas kepolisian tahun 2007, dengan pangkat terakhir Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol). “Nah, ketika saya kembali ke Polda Bali, didirikanlah Unit PDDI di Polda Bali di mana saya jadi ketuanya. Setiap ada penerimaan polisi, selain uji labo-ratorium, semua yang jadi polisi itu juga donor darah,” katanya.
Sampai saat ini, Ardhana tetap aktif di organisasi PDDI. Dia sempat menjabat Sekretaris PDDI Provinsi Bali di era kepemimpinan Prof Dr Sudewa. Saat ini, Ardhana terlibat menjadi Ketua Penasihat PDDI Provinsi Bali---yang dipimpin Ketut Pringgantara.
Menurut Ardhana, donor darah adalah rutinitasnya selama ini. “Sampai detik ini, saya sehat berkat donor. Sekarang usia saya sudah mau 70 tahun. Astungkara diberi kesehatan sama yang di Atas. Sampai saat ini, saya tidak ada riwayat penyakit apa pun,” tandas Ardana.
Ardhana mengisi hari tuannya bukan saja dengan aksi donor darah. Ardhana kini juga aktif menjalankan hobinya menari. Ardhana saat ini menjadi Penasihat Yayasan Putra Sedana, sebuah yayasan kesenian di Payangan yang dipimpin politisi senior Golkar Dewa Ngakan Rai Budiasa.
Ardhana mengakui darah seni mengalir dari kedua orangtuanya, I Made Jerbu dan Ni Ketut Kinuk, yang merupakan seniman arja. Istri dan anak-anak Ardhana juga jadi penari. Karena itu, saat ini Ardhana lebih banyak terlibat pentas Sendratari Ramayana di hotel-hotel. Dia kerap jadi penari pemeran tokoh Rahwana. “Kalau kebetulan pentas terjadi kekurangan penari, ya saya ikut menari juga. Saya biasa memerankan sosok Rahwana yang ngelekas jadi pedanda,” beber Ardhana.
Menurut Ardhana, dirinya bersama Yayasan Putra Sedana seringkali menari di hotel-hotel, bekerjasama dengan agen-agen Prancis. Pentasnya sering di Payangan dan hotel-hotel di Denpasar. Septermber 2018 lalu, misalnya, ada permintaan pentas Sendratari Ramayana 30 kali. Sedangkan Oktober 2018 ini, ada 15 agenda pementasan.
“Saya berpikir, di masa tua ini apa yang harus saya berikan ke masyarakat? Setelah saya pensiun, saya hanya memiliki darah yang bisa saya sumbangkan dan seni yang bisa dinikmati masyarakat,” tandas anak ketiga dari 9 bersaudara ini. *ind
Komentar