Nelayan Serangan Mengadu ke LBH
Nelayan saat ini sudah tidak bisa lagi menambatkan perahu di tepian pantai. Mereka terpaksa menaruh perahunya di kawasan laut karena tidak ada tempat lagi untuk bersandar.
DENPASAR, NusaBali
Kelompok nelayan Kelurahan Serangan, mendatangi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, di Jalan Plawa, Denpasar, Rabu (10/10). Kedatangan mereka untuk mengadu dan meminta perlindungan hukum terkait dengan pembukaan mulut kanal oleh PT BTID yang dianggap merugikan nelayan setempat. Kesepakatan yang diterima nelayan Serangan sebelumnya atas pembukaan kanal dikhawatirkan tidak terealisasi karena ada surat edaran susulan kepada warga.
“Pembongkaran pembuatan mulut kanal saat ini tidak sesuai perjanjian, dikesepakatan isinya kita akan dibuatkan akses berupa jembatan. Sedangkan di surat klarifikasinya apa, jangankan akan dibuatkan akses kita menaruh perahu di tepi pantai tidak diperbolehkan,” kata Ketua Kelompok Nelayan Mina Cipta Karya Desa Serangan, Nyoman Wirata.
Selain perahu, kata dia, beberapa peralatan mencari ikan dan tempat berteduh dihancurkan tanpa diberikan kesempatan untuk pihak nelayan memindahkan barang mereka. Saat kanal belum dibuka para nelayan memanfaatkan di areal Pantai Melasti tersebut untuk menepikan perahu dan sebagai tempat memperbaiki perahu yang rusak.
Wirata mengaku, nelayan saat ini sudah tidak bisa lagi menambatkan perahu di tepian pantai. Para nelayan terpaksa menaruh perahu mereka di kawasan laut karena tidak ada tempat lagi untuk bersandar. Padahal pada kawasan tersebut ada tiga kelompok nelayan yang harusnya mendapatkan akses penambatan jukung, yakni kelompok nelayan Mina Cipta Karya, Mina Cipta Karya 1 yang anggotanya sebagian besar warga asli serangan.
Sementara satu kelompok yakni Kelompok Nelayan Samudra Jaya yang anggotanya rata-rata warga Kampung Bugis yang tinggal di Serangan. "Setiap kelompok itu ada 40-50 nelayan anggotanya. Mereka malahan sekarang tidak bisa menempatkan perahu mereka. Kami merasa diusir dari wilayah kita sendiri. Dengan kejadian ini kami memohon kepada LBH untuk memberikan bantuan hukum penyelesaian masalah tersebut," ujarnya.
Mendengar permintaan tersebut, Direktur LBH Bali Dewa Adnyana berjanji akan mendampingi dan mengkaji lagi untuk mencari solusi atas permasalahan itu dengan pihak BTID. Kata dia, BTID harusnya menyesuaikan kesepakatan yang sudah ditandatangani bersama. “Jangan ada surat klarifikasi lagi. Hal itu akan membuat nelayan kembali bertanya realisasi kesepakatan itu,” ujarnya.
Apalagi, saat ini nelayan sudah mulai digusur tanpa ada solusi dimana mereka ditempatkan untuk penambatan perahu mereka dengan alasan kelancaran event International Monetary Fund dan World Bank (IMF-WB). "Kami sebelumnya telah mengikuti permasalahan yang dihadapi oleh nelayan dan apa yang dikeluhkannya. Mereka datang kesini untuk mencari bantuan hukum karena beberapa kelompok nelayan digusur dengan alasan supaya memperlancar pelaksanaan IMF,” jelas Dewa Adnyana. *mi
“Pembongkaran pembuatan mulut kanal saat ini tidak sesuai perjanjian, dikesepakatan isinya kita akan dibuatkan akses berupa jembatan. Sedangkan di surat klarifikasinya apa, jangankan akan dibuatkan akses kita menaruh perahu di tepi pantai tidak diperbolehkan,” kata Ketua Kelompok Nelayan Mina Cipta Karya Desa Serangan, Nyoman Wirata.
Selain perahu, kata dia, beberapa peralatan mencari ikan dan tempat berteduh dihancurkan tanpa diberikan kesempatan untuk pihak nelayan memindahkan barang mereka. Saat kanal belum dibuka para nelayan memanfaatkan di areal Pantai Melasti tersebut untuk menepikan perahu dan sebagai tempat memperbaiki perahu yang rusak.
Wirata mengaku, nelayan saat ini sudah tidak bisa lagi menambatkan perahu di tepian pantai. Para nelayan terpaksa menaruh perahu mereka di kawasan laut karena tidak ada tempat lagi untuk bersandar. Padahal pada kawasan tersebut ada tiga kelompok nelayan yang harusnya mendapatkan akses penambatan jukung, yakni kelompok nelayan Mina Cipta Karya, Mina Cipta Karya 1 yang anggotanya sebagian besar warga asli serangan.
Sementara satu kelompok yakni Kelompok Nelayan Samudra Jaya yang anggotanya rata-rata warga Kampung Bugis yang tinggal di Serangan. "Setiap kelompok itu ada 40-50 nelayan anggotanya. Mereka malahan sekarang tidak bisa menempatkan perahu mereka. Kami merasa diusir dari wilayah kita sendiri. Dengan kejadian ini kami memohon kepada LBH untuk memberikan bantuan hukum penyelesaian masalah tersebut," ujarnya.
Mendengar permintaan tersebut, Direktur LBH Bali Dewa Adnyana berjanji akan mendampingi dan mengkaji lagi untuk mencari solusi atas permasalahan itu dengan pihak BTID. Kata dia, BTID harusnya menyesuaikan kesepakatan yang sudah ditandatangani bersama. “Jangan ada surat klarifikasi lagi. Hal itu akan membuat nelayan kembali bertanya realisasi kesepakatan itu,” ujarnya.
Apalagi, saat ini nelayan sudah mulai digusur tanpa ada solusi dimana mereka ditempatkan untuk penambatan perahu mereka dengan alasan kelancaran event International Monetary Fund dan World Bank (IMF-WB). "Kami sebelumnya telah mengikuti permasalahan yang dihadapi oleh nelayan dan apa yang dikeluhkannya. Mereka datang kesini untuk mencari bantuan hukum karena beberapa kelompok nelayan digusur dengan alasan supaya memperlancar pelaksanaan IMF,” jelas Dewa Adnyana. *mi
Komentar