nusabali

Eddy Sindoro Menyerahkan Diri ke KPK

  • www.nusabali.com-eddy-sindoro-menyerahkan-diri-ke-kpk

Buron 2 tahun, proses penyerahan diri Eddy dibantu mantan Ketua KPK

JAKARTA, NusaBali
Mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (12/10) setelah menghilang sekitar dua tahun ke luar negeri. Eddy merupakan tersangka suap pengurusan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, mengungkapkan Chairman PT Paramount Enterprise Internasional itu menyerahkan diri melalui atase kepolisian di Singapura.

"Eddy Sindoro menyerahkan diri pada KPK melalui atase Kepolisian RI di Singapura pukul 12.20 waktu Singapura. Eddy Sindoro dibawa ke Indonesia pukul 14.30 WIB, dan sekarang sedang di periksa," kata Saut di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/10) seperti dilansir vivanews.

Saut mengungkapkan setelah ditetapkan sebagai tersangka, dan menjadi buron selam dua tahun Eddy berpindah-pindah negara. Bangkok, Thailand, Malaysia, Myanmar.

"Pada 29 Agustus 2018, ESI (Eddy Sindoro) dideportasi untuk dipulangkan ke Indonesia," ungkapnya.

Namun beberapa hari kemudian Eddy berhasil kabur kembali ke Bangkok tanpa melalui imigrasi. Sampai akhirnya dua minggu lalu terdengar kabar menghubungi mantan Ketua KPK periode pertama Taufiequrachman Ruki dan menyatakan ingin menyerahkan diri di Singapura.

Ruki sendiri mengaku alasannya ikut berperan dalam penyerahan diri tersangka suap Eddy Sindoro untuk membantu penegakan hukum.

"Orang tahu saya mantan Ketua KPK, kemudian ada yang menghubungi saya. Saya nggak tahu karena percaya atau apa. Saya berbuat untuk kepentingan KPK, untuk kepentingan penegakan hukum. Tidak ada kepentingan untuk mendapatkan sesuatu," kata Ruki di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (12/10) seperti dilansir detik.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Eddy sebagai tersangka suap kepada mantan Panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman, pada akhir 2016. Penyidik KPK telah menyita uang sejumlah Rp1,7 miliar dan sejumlah dokumen dari rumah pribadi Nurhadi.

Belakangan diketahui Eddy telah berada di luar negeri sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik KPK. Dalam proses penyidikan, KPK turut menduga mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhahadi Abdurrachman terlibat dalam kasus dugaan suap ini. Nurhadi mengaku mengenal dekat Eddy sejak masih duduk di bangku SMA. Nurhadi juga sudah beberapa kali mondar-mandir ke Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan.

Jeratan pada Eddy itu berawal dari suap terhadap mantan panitera di PN Jakarta Pusat Edy Nasution, yang menerima uang suap dari Doddy Ariyanto Supeno sebesar Rp 100 juta pada April 2015. Dari suap Rp 100 juta itulah terungkap 'dagang perkara' di PN Jakarta Pusat yang berturut-turut.

Duit suap, berdasarkan fakta di persidangan, disebut berjumlah total Rp 1,5 miliar yang diketahui dari adanya pengeluaran PT Paramount Enterprise. Uang itu dimaksudkan untuk mengakomodasi permintaan revisi redaksional jawaban dari PN Jakarta Pusat untuk menolak pengajuan eksekusi lanjutan Raad Van Justice Nomor 232/1937 tanggal 12 Juli 1940.

Adapun uang Rp 100 juta yang disita ketika OTT KPK terkait dengan pengurusan penundaan aanmaning atas putusan Arbitrase di Singapura melalui Singapore International Arbitration Sentre (SIAC) Nomor 178/2010. Selanjutnya, Edy Nasution juga terbukti menerima USD 50 ribu dan Rp 50 juta untuk pengurusan pengajuan peninjauan kembali PT Across Asia Limited (AAL). Padahal batas waktu pengajuan PK sudah habis. Edy kini telah divonis 8 tahun penjara.*

Komentar