Kun Pamerkan Titi Wangsa di Museum Neka
Perupa Dr Wayan ‘Kun’ Adnyana menggelar pameran tunggal seni lukis kontemporer di Museum Neka, Ubud.
GIANYAR, NusaBali
Pameran dibuka Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Dr Jenderal (Purn) Moeldoko, Jumat (12/10) malam. Pameran ini merupakan diseminasi hasil penelitian yang dilakukan Kun, yang menjadikan relief Yeh Pulu sebagai objek kreatif.
Pameran bertajuk Titi Wangsa ini merupakan bagian dari rangkaian pameran tunggal yang sebelumnya telah dipamerkan di Mizuiro Workshop Contemporary, Tainan, Taiwan, pada Juli 2018 lalu. Pameran ini merupakan hasil penelitian tahun kedua yang dimenangkan Kun lewat kompetisi skema penelitian terapan nasional di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi di Jakarta.
Pande Wayan Suteja Neka menandaskan, pameran tunggal Kun Adnyana ini memiliki nilai sangat penting dalam wacana seni lukis kontemporer Indonesia, yang tetap berpijak pada akar tradisi. Relief Yeh Pulu merupakan petilasan monumental dari sejarah Bali Kuno . ’’Kemudian ini dibaca dan ditafsir ulang oleh Kun melalui penelitian yang sudah dilakukan intensif selama dua tahun,” ujar pendiri Museum Neka tersebut.
26 karya lukis terpilih dipamerkan untuk menjelaskan temuan Kun, terkait tujuh metode penciptaan kreatif. Tujuh metode itu, diantaranya dengan cara pola pewarnaan baru, teknik gambar garis, teknik gunting, memecah objek, dan lain-lain. “Tujuh metode artistik yang ditemukan Kun merupakan hal yang otentik dan menarik. Artinya bagaimana penciptaan seni lukis kontemporer tidak saja menghasilkan karya seni, tetapi juga menghasilkan karya tulis dan metode penciptaan seni yang khas. Sehingga ini merupakan langkah akademis yang maju, “terang kurator pameran Warih Wisatsana.
Kastaf KSP Moeldoko mengatakan, keunikan karya Kun terletak pada kemampuan memadukan penelitian seni dengan praktik kreatif. “Seperti, temuan konsep kepahlawanan dunia sehari-hari yang kemudian diterjemahkan dalam karya, menjadi hal baru sekaligus memiliki keunikan pribadi. Kepahlawanan sehari-hari artinya itu menyangkut kesadaran untuk bertanggungjawab pada tujuan hidup, pada kehidupan itu sendiri. Jadi semua pribadi mesti kerja untuk kepentingan kebajikan umum di setiap hari. Ini bingkai yang memberi kesadaran,”tulis mantan Panglima TNI ini.
Karya-karya yang dipamerkan Kun memperlihatkan sudut eksplorasi yang menarik, karena untuk menjadi kontemporer tidak mesti hanya mengeksplorasi dunia popular dan urban. Akar tradisi menjadi sumber inspirasi atau objek yang tetap memikat. Tentu yang dibutuhkan kemampuan untuk berekplorasi, baik tentang kecakapan membuat tafsir baru, dan juga keleluasaan dalam eksperimen medium dan pilihan bahasa visual.
Seperti karya berjudul “Future Reflection” 160X200 Cm, yang memadukan muka bayi dengan petikan adegan reief Yeh Pulu. Figur adegan pangeran mengendarai Kuda digambar melayang, seperti sebuah metafora untuk menjelaskan betapa pentingnya memahami secara untuk mereka-reka masa datang.
Pada penelitian Kun tahun kedua ini, setidaknya dosen seni rupa ISI Denpasar ini menemukan konsep multinarasi relief Yeh Pulu. Artinya bahwa tema yang dikisahkan dalam relief tidak tunggal, tetapi juga mengurai berbagai sekuen cerita kehidupan sehari-hari orang Bali pada jamannya. Seperti sedang berburu macan, penjual tuak, atau pengusung hasil buruan. *lsa
Pameran bertajuk Titi Wangsa ini merupakan bagian dari rangkaian pameran tunggal yang sebelumnya telah dipamerkan di Mizuiro Workshop Contemporary, Tainan, Taiwan, pada Juli 2018 lalu. Pameran ini merupakan hasil penelitian tahun kedua yang dimenangkan Kun lewat kompetisi skema penelitian terapan nasional di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi di Jakarta.
Pande Wayan Suteja Neka menandaskan, pameran tunggal Kun Adnyana ini memiliki nilai sangat penting dalam wacana seni lukis kontemporer Indonesia, yang tetap berpijak pada akar tradisi. Relief Yeh Pulu merupakan petilasan monumental dari sejarah Bali Kuno . ’’Kemudian ini dibaca dan ditafsir ulang oleh Kun melalui penelitian yang sudah dilakukan intensif selama dua tahun,” ujar pendiri Museum Neka tersebut.
26 karya lukis terpilih dipamerkan untuk menjelaskan temuan Kun, terkait tujuh metode penciptaan kreatif. Tujuh metode itu, diantaranya dengan cara pola pewarnaan baru, teknik gambar garis, teknik gunting, memecah objek, dan lain-lain. “Tujuh metode artistik yang ditemukan Kun merupakan hal yang otentik dan menarik. Artinya bagaimana penciptaan seni lukis kontemporer tidak saja menghasilkan karya seni, tetapi juga menghasilkan karya tulis dan metode penciptaan seni yang khas. Sehingga ini merupakan langkah akademis yang maju, “terang kurator pameran Warih Wisatsana.
Kastaf KSP Moeldoko mengatakan, keunikan karya Kun terletak pada kemampuan memadukan penelitian seni dengan praktik kreatif. “Seperti, temuan konsep kepahlawanan dunia sehari-hari yang kemudian diterjemahkan dalam karya, menjadi hal baru sekaligus memiliki keunikan pribadi. Kepahlawanan sehari-hari artinya itu menyangkut kesadaran untuk bertanggungjawab pada tujuan hidup, pada kehidupan itu sendiri. Jadi semua pribadi mesti kerja untuk kepentingan kebajikan umum di setiap hari. Ini bingkai yang memberi kesadaran,”tulis mantan Panglima TNI ini.
Karya-karya yang dipamerkan Kun memperlihatkan sudut eksplorasi yang menarik, karena untuk menjadi kontemporer tidak mesti hanya mengeksplorasi dunia popular dan urban. Akar tradisi menjadi sumber inspirasi atau objek yang tetap memikat. Tentu yang dibutuhkan kemampuan untuk berekplorasi, baik tentang kecakapan membuat tafsir baru, dan juga keleluasaan dalam eksperimen medium dan pilihan bahasa visual.
Seperti karya berjudul “Future Reflection” 160X200 Cm, yang memadukan muka bayi dengan petikan adegan reief Yeh Pulu. Figur adegan pangeran mengendarai Kuda digambar melayang, seperti sebuah metafora untuk menjelaskan betapa pentingnya memahami secara untuk mereka-reka masa datang.
Pada penelitian Kun tahun kedua ini, setidaknya dosen seni rupa ISI Denpasar ini menemukan konsep multinarasi relief Yeh Pulu. Artinya bahwa tema yang dikisahkan dalam relief tidak tunggal, tetapi juga mengurai berbagai sekuen cerita kehidupan sehari-hari orang Bali pada jamannya. Seperti sedang berburu macan, penjual tuak, atau pengusung hasil buruan. *lsa
1
Komentar