Usulan Labeling Tuna Disetujui ASEAN
Kebijakan ASEAN Tuna Ecolabelinguntuk membangun brand ikan tuna ASEAN sebagai produk berkelanjutan dan tertelusur.
JAKARTA, NusaBali
Proposal Indonesia terkait kebijakan ASEAN Tuna Ecolabeling (ATEL) disetujui dan disahkan dalam Pertemuan Menteri-menteri bidang Pertanian dan Kehutanan ASEAN (AMAF) di Hanoi, Vietnam. "Pembentukan ATEL ini untuk meningkatkan daya saing perikanan tuna ASEAN pada pasar global, yakni dengan membangun brand tuna ASEAN sebagai produk yang berkelanjutan dan tertelusur," kata Staf Ahli Menteri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Suseno Sukoyono, Senin (15/10).
Suseno yang turut mendampingi Menteri Pertanian RI Amran Sulaiman selaku Ketua Delegasi Indonesia berharap implementasi ATEL dapat lebih terjangkau dibandingkan mekanisme sertifikasi yang ada. Dengan demikian, lanjutnya, maka hal itu tidak terlalu memberatkan para pemangku kepentingan terkait, bersifat sukarela dan konsisten dengan Panduan FAO.
Ia memaparkan bahwa Indonesia telah menginisiasi ASEAN Tuna Ecolabelling (ATEL) sejak 2012, di mana prinsip dasarnya adalah menjawab kebutuhan pelaku usaha perikanan tuna terhadap sertifikasi kelestarian tuna yang tidak memberikan beban biaya yang berlebih. Selain itu, sertifikasi ATEL dapat membentuk branding bagi produk tuna ASEAN.
ATEL sekaligus menjadi koreksi bagi sertifikat ekolabel yang telah eksis di mana perkembangan sertifikasi ekolabel mulai mengarah pada hambatan baru untuk memasuki pasar ritel negara-negara maju. Sebagaimana diketahui, pertemuan tahunan itu bertujuan untuk membahas sejumlah dokumen kerjasama yang telah direkomendasikan pada sektor pertanian, perikanan dan kehutanan.
Secara khusus, para menteri menyetujui ASEAN Guidelines on Promoting Responsible Investment in Food, Agriculture and Forestry untuk mempromosikan investasi di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan di kawasan ASEAN yang berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi regional, keamanan pangan dan gizi, serta penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Pada pertemuan ini, Indonesia menyatakan komitmennya untuk terus mendukung upaya peningkatan ketahanan dan keamanan pangan di kawasan ASEAN. Dalam kesempatan tersebut, Menteri Amran menjelaskan Indonesia telah melakukan praktik perikanan yang bertanggung jawab, yakni terhindar dari tindak Illegal Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) dan berkualitas terjaga mutu dan keamanannya. Selain itu, juga menerapkan dokumentasi tangkapan dan ketertelusuran hasil pada perikanan tangkap maupun dan budidaya, meningkatkan daya saing perikanan dan kualitas produk, serta promosi pelaksanaan perikanan budidaya secara baik.
Atas nama Presiden RI Joko Widodo, Mentan juga mengundang seluruh Kepala Negara ASEAN dan Menteri di bidang kelautan dan perikanan, untuk menghadiri Our Ocean Conference (OOC) pada 29-30 Oktober 2018 di Bali, Indonesia. *ant
Proposal Indonesia terkait kebijakan ASEAN Tuna Ecolabeling (ATEL) disetujui dan disahkan dalam Pertemuan Menteri-menteri bidang Pertanian dan Kehutanan ASEAN (AMAF) di Hanoi, Vietnam. "Pembentukan ATEL ini untuk meningkatkan daya saing perikanan tuna ASEAN pada pasar global, yakni dengan membangun brand tuna ASEAN sebagai produk yang berkelanjutan dan tertelusur," kata Staf Ahli Menteri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Suseno Sukoyono, Senin (15/10).
Suseno yang turut mendampingi Menteri Pertanian RI Amran Sulaiman selaku Ketua Delegasi Indonesia berharap implementasi ATEL dapat lebih terjangkau dibandingkan mekanisme sertifikasi yang ada. Dengan demikian, lanjutnya, maka hal itu tidak terlalu memberatkan para pemangku kepentingan terkait, bersifat sukarela dan konsisten dengan Panduan FAO.
Ia memaparkan bahwa Indonesia telah menginisiasi ASEAN Tuna Ecolabelling (ATEL) sejak 2012, di mana prinsip dasarnya adalah menjawab kebutuhan pelaku usaha perikanan tuna terhadap sertifikasi kelestarian tuna yang tidak memberikan beban biaya yang berlebih. Selain itu, sertifikasi ATEL dapat membentuk branding bagi produk tuna ASEAN.
ATEL sekaligus menjadi koreksi bagi sertifikat ekolabel yang telah eksis di mana perkembangan sertifikasi ekolabel mulai mengarah pada hambatan baru untuk memasuki pasar ritel negara-negara maju. Sebagaimana diketahui, pertemuan tahunan itu bertujuan untuk membahas sejumlah dokumen kerjasama yang telah direkomendasikan pada sektor pertanian, perikanan dan kehutanan.
Secara khusus, para menteri menyetujui ASEAN Guidelines on Promoting Responsible Investment in Food, Agriculture and Forestry untuk mempromosikan investasi di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan di kawasan ASEAN yang berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi regional, keamanan pangan dan gizi, serta penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Pada pertemuan ini, Indonesia menyatakan komitmennya untuk terus mendukung upaya peningkatan ketahanan dan keamanan pangan di kawasan ASEAN. Dalam kesempatan tersebut, Menteri Amran menjelaskan Indonesia telah melakukan praktik perikanan yang bertanggung jawab, yakni terhindar dari tindak Illegal Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) dan berkualitas terjaga mutu dan keamanannya. Selain itu, juga menerapkan dokumentasi tangkapan dan ketertelusuran hasil pada perikanan tangkap maupun dan budidaya, meningkatkan daya saing perikanan dan kualitas produk, serta promosi pelaksanaan perikanan budidaya secara baik.
Atas nama Presiden RI Joko Widodo, Mentan juga mengundang seluruh Kepala Negara ASEAN dan Menteri di bidang kelautan dan perikanan, untuk menghadiri Our Ocean Conference (OOC) pada 29-30 Oktober 2018 di Bali, Indonesia. *ant
Komentar