nusabali

MUTIARA WEDA : Empat Penjaga Pintu Kebebasan

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-empat-penjaga-pintu-kebebasan

Ada empat penjaga pintu gerbang di tempat masuk kebebasan sejati. Keempatnya itu adalah kontrol diri (sama), spirit penyelidikan (vicara), rasa cukup (santosa), dan bersahabat dengan yang baik (sadhusangamah).

Moksadvāre dvārapālās catvārah parikirtitāh
Samo vicārah santosas caturthah sādhusangamah
(Yoga Vasistha, 59)

MENURUT Maharsi Vasistha, seseorang yang ingin memasuki wilayah kebebasan sejati, ia harus melewati empat penjaga di depan pintu masuknya. Jika ia tidak cukup kuat menghadapi keempat penjaga itu, dipastikan gerbang pintu kebebasan sejati tidak akan pernah terbuka. Keempat penjaga tersebut terkenal setia mengawal pintu gerbang tersebut agar tidak dengan mudah orang bisa masuk. Hanya mereka yang telah lulus seleksi lah yang dipersilakan untuk memasuki wilayah kebebasan sejati tersebut. Sementara mereka yang gagal, tiket masuk tidak diperkenankan. Mereka harus kembali pulang ke dalam rumah samsara yang tanpa tepi. Artinya, orang yang bisa memasuki pintu kebebasan sejati adalah mereka yang terpilih, yang kehebatannya telah mampu mengatasi keempat penjaga tersebut.

Penjaga pertama dikenal dengan nama kontrol diri (sama). Penjaga ini sangat sakti. Hanya ia yang telah mampu melihat semuanya secara sama dan memiliki pemahaman diri secara sempurna yang mampu mengatasi penjaga pertama tersebut.

Kemudian penjaga kedua bernama vicara, yakni hanya ia yang memiliki kemampuan untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh dan mampu menganalisis secara tepat melalui kecerdasannya yang bisa melewatinya.

Ketiga, santosa atau senantiasa puas dengan apa yang ada. Mengalahkan ini sangat susah, sebab, hampir sebagian besar dari kita tidak pernah puas dengan apa yang diperoleh.

Keempat, sadhusangamah, artinya berteman dengan mereka yang memiliki kualifikasi baik. Kita susah menemukan teman seperti itu, sebab teman kita adalah cerminan dari dalam diri. Jika sifat kita tidak baik, maka teman yang ada di sekitar kita pasti tidak baik. Maka dari itu, agar teman-teman yang datang ke kita memiliki kualifikasi sadhu, diperlukan persiapan diri yang matang untuk itu.

Apa alasannya keempat hal itu yang dijadikan sebagai penjaga pintu gerbang? Karena keempat itulah yang menjadi langkah awal seseorang berada di jalur spiritual. Keempat hal itulah yang mengantarkan seseorang mampu mengatasi kebinatangannya. Tendensi alami manusia adalah mengikuti kodrat kebinatangannya. Seperti misalnya, setiap orang memiliki tendensi untuk kompetitif, ingin berada di atas orang lain, selalu mengarahkan kecerdasannya kepada hal-hal yang bersifat duniawi, tidak pernah puas dengan apa yang menjadi capaiannya, dan selalu berteman dengan orang yang sesuai dengan wataknya. Keempat sifat tersebut tidak salah, sebab itu merupakan bagian integral dari manusia. Hanya saja, jika sifat ini terus-menerus melekat pada diri seseorang, ia tidak akan pernah berkembang secara spiritual. Kematangan dirinya sebagai manusia tidak pernah berkembang. Orang yang berada secara terus-meneus di dalam lingkaran ini disebut dengan samsarin, seterusnya berada dalam samsara.

Agar orang itu berkembang menjadi manusia dewasa diperlukan perjalanan hidup yang tidak mudah yang secara umum disebut dengan sadhana. Di dalam sadhana ini, seseorang dilatih untuk melihat dan menyadari sifat kebinatangan itu dan kemudian menjauhkannya. Sifat tersebut mesti diganti dengan sifat yang baru. Keempat penjaga pintu Kebebasan Sejati tersebut adalah bentuk lain yang hadir di dalam perjalanan sadhana seseorang. Keempat hal itulah yang harus menggantikan sifat kebinatangan tersebut dan kemudian menjadi sifat yang sebenarnya. Melakoni perilaku kebinatangan adalah bentuk natural dharma, oleh karena alam telah memberikannya demikian, tetapi menggantinya menjadi transcendental dharma adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang. Hanya ketika itu bisa dilakukan, pintu kebebasan sejati akan terbuka lebar.

Boleh dikatakan bahwa sebenarnya fungsi kita menjalani hidup hanyalah ini. Membangun peradaban fisik sangat baik untuk memudahkan kehidupan mnausia, tetapi tidak pernah membawa seseorang sebagai pendukung peradaban itu berkembang secara bhatin. Jika sifat kebinatangan orang zaman dulu saat masih belum berperadaban dan sekarang di saat peradaban telah berkembang tinggi tetap sama, maka dipastikan manusia yang telah menghuni bumi sejak ribuan tahun yang lalu ini tidak mengalami perkembangan sama sekali secara batin. Mereka tetap berputar-putar di dalam lingkaran kesengsaraan yang tanpa tepi. *

I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institut of Vedanta    

Komentar