Dewan Panggil GIPI dan Pemilik Toko Tiongkok
Dianggap Telikung Pemprov Bali
DENPASAR, NusaBali
Di tengah gencarnya Pemprov Bali melalui Gubernur Wayan Koster untuk menghentikan mafia jual murah pariwisata Bali berkedok jual barang kerajinan di toko Tiongkok, justru muncul indikasi main telikung oleh Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Provinsi Bali. DPRD Bali pun segera akan panggil GIPI Bali dan investor alias pemilik toko Tiongkok tersebut.
Terbetik informasi, GIPI Bali sempat memanggil para pemilik toko Tiongkok, Sabtu (20/10) siang, hingga terjadi kesepakatan diam-diam dalam pertemuan tersebut. Investor yang dipanggil GIPI Bali itu merupakan para pemilik sejumlah toko Tiongkok yang sebelumnya disidak Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, Kamis (18/10) lalu.
DPRD Bali juga kantongi lembar surat kesepakatan antara GIPI Bali dan para investor asal Tiongkok tersebut. Dalam lembar perjanjian yang beredar luas itu, terjadi kesepakatan antara pihak GIPI Bali dan investor Tiongok, yang ditandatangani setelah di sebuah restoran kawasan Sanur., Denpasar Denpasar Selatan.
Sumber NusaBali di DPRD Bali dalam pesan WA (WhatsApp)-nya, Minggu (21/10), mengungkap para investor Tiongkok ketika diajak membuat perjanjian sebenarnya tidak boleh membocorkan pertemuan dan hasil kesepakatan dengan GIPI Bali. “Tapi, tetap saja bocor pertemuan itu. Ada orang dalam GIPI Bali atau pihak investor yang membocorkannya. Padahal, ruangan diawasi khusus, tidak boleh ada yang merekam dan ambil foto,” ujar sumber tadi.
Dalam rapat untuk mencari kesepakatan hari itu, konon ada komitmen pihak GIPI Bali menjamin investor tidak akan ‘disentuh’ dan dipastikan mereka tetap eksis beroperasi di Bali, asalkan mengikuti kemauan GIPI Bali. Terungkap, kesepakatan antara GIPI Bali dan investor (pemilik toko Tiongkok) itu diketik dengan Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin.
Dalam kesepakatan itu, para pemilik toko Tiongkok intinya tidak boleh menggunakan tenaga asing yang dinyatakan melanggar hukum. Pembayaran saat transaksi di tokonya juga tidak menggunakan sistem barcode. Sumber tadi menyebutkan, kesepakatan tersebut diduga hanya akal-akalan saja untuk mengesankan sudah ada tindakan, supaya publik diam. “Padahal, setelah publik diam, praktek mafia ini akan berlanjut tanpa tersentuh hukum,” sesal sumber tersebut.
Sayangnya, Ketua GIPI Bali, Ida Bagus Parta Adnyana, belum bisa dikonfirmasi NusaBali terkait informasi terjadinya pertemuan dan kesepakatan dengan pemilik toko Tiongkok ini. Saat dihubungi per telepon, Minggu kemarin, terdengar nada nada sambung namun ponselnya tidak dijawab.
Sedangkan Wagub Tjok Ace yang dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Mi-nggu kemarin, terkesan mengelak bicara. Cok Ace menyebukan pihaknya akan mengecek kabar tersebut. “Kita akan cek dulu,” ujar Cok Ace yang juga Ketua PHRI Bali saat ditemui di sela acara Rapat Koordinasi Daerah (Rakorfda) PDIP di Kantor Sekretariat DPD PDIP Bali, Jalan Banteng Baru Nini Mandala Denpasar, Minggu kemarin.
Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Bali (yang membidangi, hukum, imigrasi, dan orang asing), I Nyoman Tirtawan, meminta pihak kepolisian, imigrasi, Pemprov Bali menindak tegas mafia ini. Bahkan, Tirtawan janjikan DPRD Bali segera akan panggil GIPI Bali dan investor pemilik Tiongkok. “Harusnya masalah ini diselesaikan oleh Pemprov Bali dan DPRD Bali, bukannya oleh GIPI Bali,” sesal anggota Fraksi Panca Bayu DPRD Bali dari NasDem Dapoil Buleleng ini, Minggu kemarin.
Sedangkan Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta, mengatakan patut dicurigai kalau sampai ada kesepakatan diam-diam tanpa melibatkan Pemprov Bali dan Dewan. Parta meminta petugas berwenang menindak tegas para predator pariwisata Bali ini.
“Aneh, sebuah kejahatan melibatkan mafia malah diselesaikan dengan kesepa-katan. Sebuah kesepakatan tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang. Ini kan kasusnya sudah pelanggaran hukum. Polisi dan petugas berwenang harus tindak tegas itu,” pinta politisi PDIP asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini
Praktek mafia jual murah pariwisata Bali, sebagaimana diberitakan, sudah terbongkar secara gamblang ketika Wagub Cok Ace sidak ke sejumlah toko Tiongkok di Denpasar-Badung, Kamis siang. Dalam sidak itu, Cok Ace terbelalak dengan permainan mafia yang merusak citra pariwisata Bali itu. Ada toko yang jual barang produk Tiongkok seharga Rp 20 juta, padahal di negaranya hanya berharga Rp 1 juta. Keuntungan itulah yang dipakai mensubsidi paket tur wisata murah ke Bali.
Cok Ace memaparkan, cara transaksi di toko Tiongkok menggunakan sistem WeChat dengan barcode. Jadi, tidak ada transaksi rupiah atau dolar, tidak ada pajak yang masuk ke negara, karena zero dolar, zero rupiah, transaksinya seperti di Tiongkok. Barangnya dari Tiongkok, uangnya masuk ke Tiongkok, karena investornya dari Tiongkok. Karyawannya juga orang-orang Tiongkok yang diduga mengelabui petugas di Indonesia dengan mengaku sebagai turis, tapi malah bekerja di Bali.
Ada toko Tiongkok yang menjual kain sutra produk China. Modus di toko ini lebih rapi lagi, yakni dengan memasang foto-foto Presiden Jokowi dan Presiden SBY, seolah-olah Presiden Indonesia saja pakai sutra. Ini hanya trik untuk meyakinkan turis Tiongkok yang datang berbelanja.
Terkait masalah ini, Wagub Cok Ace segera akan ambil langkah-langkah penindakan. Nantinya semua elemen terkait, mulai PHRI, ASITA, hingga Imigrasi akan diajak koordinasi. “Kami akan meniru apa yang sudah dilakukan negara lain seperti Thailand dan Vietnam dalam penanganan modus ini,” kata Cok Ace seusai sidak sore otu. *nat
Di tengah gencarnya Pemprov Bali melalui Gubernur Wayan Koster untuk menghentikan mafia jual murah pariwisata Bali berkedok jual barang kerajinan di toko Tiongkok, justru muncul indikasi main telikung oleh Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Provinsi Bali. DPRD Bali pun segera akan panggil GIPI Bali dan investor alias pemilik toko Tiongkok tersebut.
Terbetik informasi, GIPI Bali sempat memanggil para pemilik toko Tiongkok, Sabtu (20/10) siang, hingga terjadi kesepakatan diam-diam dalam pertemuan tersebut. Investor yang dipanggil GIPI Bali itu merupakan para pemilik sejumlah toko Tiongkok yang sebelumnya disidak Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, Kamis (18/10) lalu.
DPRD Bali juga kantongi lembar surat kesepakatan antara GIPI Bali dan para investor asal Tiongkok tersebut. Dalam lembar perjanjian yang beredar luas itu, terjadi kesepakatan antara pihak GIPI Bali dan investor Tiongok, yang ditandatangani setelah di sebuah restoran kawasan Sanur., Denpasar Denpasar Selatan.
Sumber NusaBali di DPRD Bali dalam pesan WA (WhatsApp)-nya, Minggu (21/10), mengungkap para investor Tiongkok ketika diajak membuat perjanjian sebenarnya tidak boleh membocorkan pertemuan dan hasil kesepakatan dengan GIPI Bali. “Tapi, tetap saja bocor pertemuan itu. Ada orang dalam GIPI Bali atau pihak investor yang membocorkannya. Padahal, ruangan diawasi khusus, tidak boleh ada yang merekam dan ambil foto,” ujar sumber tadi.
Dalam rapat untuk mencari kesepakatan hari itu, konon ada komitmen pihak GIPI Bali menjamin investor tidak akan ‘disentuh’ dan dipastikan mereka tetap eksis beroperasi di Bali, asalkan mengikuti kemauan GIPI Bali. Terungkap, kesepakatan antara GIPI Bali dan investor (pemilik toko Tiongkok) itu diketik dengan Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin.
Dalam kesepakatan itu, para pemilik toko Tiongkok intinya tidak boleh menggunakan tenaga asing yang dinyatakan melanggar hukum. Pembayaran saat transaksi di tokonya juga tidak menggunakan sistem barcode. Sumber tadi menyebutkan, kesepakatan tersebut diduga hanya akal-akalan saja untuk mengesankan sudah ada tindakan, supaya publik diam. “Padahal, setelah publik diam, praktek mafia ini akan berlanjut tanpa tersentuh hukum,” sesal sumber tersebut.
Sayangnya, Ketua GIPI Bali, Ida Bagus Parta Adnyana, belum bisa dikonfirmasi NusaBali terkait informasi terjadinya pertemuan dan kesepakatan dengan pemilik toko Tiongkok ini. Saat dihubungi per telepon, Minggu kemarin, terdengar nada nada sambung namun ponselnya tidak dijawab.
Sedangkan Wagub Tjok Ace yang dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Mi-nggu kemarin, terkesan mengelak bicara. Cok Ace menyebukan pihaknya akan mengecek kabar tersebut. “Kita akan cek dulu,” ujar Cok Ace yang juga Ketua PHRI Bali saat ditemui di sela acara Rapat Koordinasi Daerah (Rakorfda) PDIP di Kantor Sekretariat DPD PDIP Bali, Jalan Banteng Baru Nini Mandala Denpasar, Minggu kemarin.
Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Bali (yang membidangi, hukum, imigrasi, dan orang asing), I Nyoman Tirtawan, meminta pihak kepolisian, imigrasi, Pemprov Bali menindak tegas mafia ini. Bahkan, Tirtawan janjikan DPRD Bali segera akan panggil GIPI Bali dan investor pemilik Tiongkok. “Harusnya masalah ini diselesaikan oleh Pemprov Bali dan DPRD Bali, bukannya oleh GIPI Bali,” sesal anggota Fraksi Panca Bayu DPRD Bali dari NasDem Dapoil Buleleng ini, Minggu kemarin.
Sedangkan Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta, mengatakan patut dicurigai kalau sampai ada kesepakatan diam-diam tanpa melibatkan Pemprov Bali dan Dewan. Parta meminta petugas berwenang menindak tegas para predator pariwisata Bali ini.
“Aneh, sebuah kejahatan melibatkan mafia malah diselesaikan dengan kesepa-katan. Sebuah kesepakatan tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang. Ini kan kasusnya sudah pelanggaran hukum. Polisi dan petugas berwenang harus tindak tegas itu,” pinta politisi PDIP asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini
Praktek mafia jual murah pariwisata Bali, sebagaimana diberitakan, sudah terbongkar secara gamblang ketika Wagub Cok Ace sidak ke sejumlah toko Tiongkok di Denpasar-Badung, Kamis siang. Dalam sidak itu, Cok Ace terbelalak dengan permainan mafia yang merusak citra pariwisata Bali itu. Ada toko yang jual barang produk Tiongkok seharga Rp 20 juta, padahal di negaranya hanya berharga Rp 1 juta. Keuntungan itulah yang dipakai mensubsidi paket tur wisata murah ke Bali.
Cok Ace memaparkan, cara transaksi di toko Tiongkok menggunakan sistem WeChat dengan barcode. Jadi, tidak ada transaksi rupiah atau dolar, tidak ada pajak yang masuk ke negara, karena zero dolar, zero rupiah, transaksinya seperti di Tiongkok. Barangnya dari Tiongkok, uangnya masuk ke Tiongkok, karena investornya dari Tiongkok. Karyawannya juga orang-orang Tiongkok yang diduga mengelabui petugas di Indonesia dengan mengaku sebagai turis, tapi malah bekerja di Bali.
Ada toko Tiongkok yang menjual kain sutra produk China. Modus di toko ini lebih rapi lagi, yakni dengan memasang foto-foto Presiden Jokowi dan Presiden SBY, seolah-olah Presiden Indonesia saja pakai sutra. Ini hanya trik untuk meyakinkan turis Tiongkok yang datang berbelanja.
Terkait masalah ini, Wagub Cok Ace segera akan ambil langkah-langkah penindakan. Nantinya semua elemen terkait, mulai PHRI, ASITA, hingga Imigrasi akan diajak koordinasi. “Kami akan meniru apa yang sudah dilakukan negara lain seperti Thailand dan Vietnam dalam penanganan modus ini,” kata Cok Ace seusai sidak sore otu. *nat
1
Komentar