Galian untuk Tempat Olah Sampah Dikeluhkan
Kekhawatiran warga, karena posisi perumahan dengan galian itu jaraknya tak lebih dari satu meter.
MANGUPURA, NusaBali
Lubang galian berukuran sangat luas yang dilakukan oleh pihak pemerintah Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, dikeluhkan karena galian yang membentuk tebing ini berada sangat dekat dengan permukiman warga. Salah satu yang terdampak paling parah adalah perumahan Kampial Residence, Kampial, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan.
Salah seorang warga perumahan Kampial Residence yang menolak namanya dikorankan saat ditemui di lokasi, Minggu (21/10) pagi, menyatakan galian itu intens dilakukan sejak April 2018. Warga yang baru tinggal di perumahan yang baru jadi itu mengaku sangat khawatir dengan kondisi galian yang sangat dalam dan luas itu. Kekhawatiran itu karena posisi perumahan dengan galian itu jaraknya tak lebih dari satu meter. Dikatakan tak hanya perumahan yang berada di sebelah timur galian, pemukiman warga yang berada di selatan juga terancam.
Dia mengisahkan sejak dia membeli rumah di sana pada pertengahan 2017 lalu, kondisi galian itu belum sedalam sekarang. Saat itu tidak ada aktivitas galian. Penggalian kembali dilakukan sejak April 2018. Saat ini kedalaman dari galian sudah hampir dua kali lipat dari kondisi awal dia membeli rumah di sana.
“Sejak saya tinggal di sini pada 2017 yang lalu sudah ada galian, tetapi belum dalam seperti sekarang Kebetulan saya beli rumah di sini melalui developer. Saat melihat kondisi waktu itu saya tak terlalu khawatir karena galiannya tak terlalu dalam. Saat itu saya mengira mungkin untuk dibangun hotel atau vila. Tetapi sejak April yang lalu penggalian mulai dilakukan dan tak henti hingga sekarang. Jadi kondisinya seperti ini. Lebar galian sekitar 70 meter, panjang 200 meter, dan dalamnya sekitar 50 meter,” paparnya.
Melihat kondisi saat ini dirinya bersama sejumlah warga mencari solusi bersama. Mereka sempat menemui Ketua Komisi II DPRD Badung Dapil Kuta Selatan I Wayan Luwir Wiana pada Sabtu (20/10). Tujuanya agar galian itu dihentikan sementara dan dikaji ulang dampak yang ditimbulkan. Selain itu galian itu disebut-sebut akan dijadikan tempat pembuangan sampah. Jika kabar itu benar, menurutnya galian itu membawa dua dampak besar. Pertama berpotensi longsor yang berimbas pada permukiman warga yang sangat dekat dengan lubang galian. Kedua, mengakibatkan lingkungan tak sehat. Jika sampahnya tak ditangani dengan baik akan menimbulkan pencemaran.
“Kami sudah bertemu Pak Luwir (I Wayan Luwir Wiana). Kami bertemu beliau tak ada kepentingan apa-apa selain kami ingin mencari solusi terbaik dari kondisi yang ada. Kami sebagai warga memohon kepada pemerintah atau pihak manapun yang bisa memberikan solusi untuk memperhatikan kondisi ini. Saya tak tahu apakah ini menyalahi aturan atau tidak. Saya hanya mohon agar tak ada yang dikorbankan. Saat bertemu dengan Pak Luwir, beliau menyarankan untuk membuat surat keberatan kepada Gubernur Bali. Kami mencoba untuk mengikutinya,” kata sumber NusaBali.
Sementara Wayan Luwir Wiana mengatakan masalah galian yang dikeluhkan ini agar kedua belah pihak duduk bersama. Luwir berharap pihak Desa Kutuh maupun Perbekel Kutuh duduk bersama dengan warga terdampak. Hal ini perlu dilakukan untuk mencarikan solusi terbaik terhadap keluhan ini.
“Kami di Komisi II DPRD Badung tidak memiliki wewenang untuk menindaklanjuti ini. Karena kewenangan untuk galian C ada di Provinsi Bali. Namun nanti apabila saat pengecekan oleh tim dari Provinsi Bali kami dilibatkan, kami siap ikut untuk menyerap aspirasi masyarakat,” ujarnya.
Perbekel Kutuh Wayan Purja membantah galian itu untuk tempat pembuangan sampah. Dia menjelaskan galian itu untuk lokasi pabrik pengolahan sampah. Proyek ini merupakan proyek yang didanai oleh APBDes Kutuh.
“Galian itu bukan untuk tempat pembuangan sampah tetapi untuk pengolahan sampah. Ini dua hal yang berbeda,” kata Purja. Dikatakannya, saat ini sebagian besar galian sudah dilakukan. Pengolahan sampahnya akan dilakukan menggunakan APBDes 2019.
Terkait galian itu, pihaknya sudah dipanggil oleh Pemprov Bali untuk menjelaskan tujuan dari galian itu. Dikatakan pemprov meminta tujuan dan program apa yang akan dilakukan.
“Ini program desa, bukan pribadi. Lahannya kebetulan milik saya pribadi. Itu ada kontrak kerja sama dengan desa. Besok kami hadiri pertemuan dengan provinsi. Karena hari ini (kemarin) kami sedang menerima kunjungan lokakarya,” tuturnya.
Menurutnya sah sah saja warga perumahan di sekitar lokasi itu mengeluh. Dikatakan warga mengeluh karena belum paham betul tujuanya untuk apa. Dirinya mengaku tak melakukan sosialisasi kepada warga perumahan karena dua hal. Pertama, perumahan Kampial Residence itu ada di wilayah lain (Kampial). Kedua, perumahan itu ada setelah pihaknya melakukan galian. Dikatakan galian itu sudah berjalan 1,5 tahun.
“Perumahan itu kan baru enam bulan. Kalau keberatan, itu hal yang wajar karena mereka belum paham. Coba kalau mereka paham bahwa galian itu untuk pabrik pengolahan sampah, pasti mereka paham. Jadi bukan untuk tempat pembuangan sampah,” tandas Purja.
Dikatakannya, untuk di Badung Selatan memang tak diizinkan membangun TPA. Tetapi pengolahan sampah boleh. Sampah yang dibuang ke sana nanti adalah sampah dari Desa Kutuh. “Sampahnya nanti bukan disimpan begitu saja, tetapi langsung diolah. Kalau ditaruh begitu saja, saya sebagai pemilik lahan tak akan mengizinkannya,” tegasnya.
Dikatakan pembangunan itu sudah dimusyawarahkan di Desa Kutuh. Bahwa Desa Kutuh memerlukan tempat pembuangan sampah. Kedua, dimana pun orang membuang sampah akan menjadi masalah. Maka diputuskan untuk membuat pabrik pengolah sampah.
“Setelah diputuskan untuk membuat pabrik pengolahan sampah, kami mencari lahan. Akhirnya saya selaku warga melakukan kerja sama dengan desa. Desa yang membangun, nanti masyarakat kami yang menjadi pekerja dalam pengolahan sampahnya,” kata Purja.
Sementara Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Bali I Made Sukadana mengaku terkait galian itu pihaknya sudah pernah turun ke lokasi. Dari hasil pantauan di lapangan, galian itu diduga tak memiliki izin galian. Mengenai perizinan, Satpol PP Provinsi Bali memanggil pihak Desa Kutuh. “Keluhan itu sudah kami respons sebelumnya. Kami sudah turun ke lokasi. Galian itu kami duga tak mengantongi izin. Kami sudah panggil mereka untuk menghadap besok (hari ini),” ujar Sukadana. *po
Salah seorang warga perumahan Kampial Residence yang menolak namanya dikorankan saat ditemui di lokasi, Minggu (21/10) pagi, menyatakan galian itu intens dilakukan sejak April 2018. Warga yang baru tinggal di perumahan yang baru jadi itu mengaku sangat khawatir dengan kondisi galian yang sangat dalam dan luas itu. Kekhawatiran itu karena posisi perumahan dengan galian itu jaraknya tak lebih dari satu meter. Dikatakan tak hanya perumahan yang berada di sebelah timur galian, pemukiman warga yang berada di selatan juga terancam.
Dia mengisahkan sejak dia membeli rumah di sana pada pertengahan 2017 lalu, kondisi galian itu belum sedalam sekarang. Saat itu tidak ada aktivitas galian. Penggalian kembali dilakukan sejak April 2018. Saat ini kedalaman dari galian sudah hampir dua kali lipat dari kondisi awal dia membeli rumah di sana.
“Sejak saya tinggal di sini pada 2017 yang lalu sudah ada galian, tetapi belum dalam seperti sekarang Kebetulan saya beli rumah di sini melalui developer. Saat melihat kondisi waktu itu saya tak terlalu khawatir karena galiannya tak terlalu dalam. Saat itu saya mengira mungkin untuk dibangun hotel atau vila. Tetapi sejak April yang lalu penggalian mulai dilakukan dan tak henti hingga sekarang. Jadi kondisinya seperti ini. Lebar galian sekitar 70 meter, panjang 200 meter, dan dalamnya sekitar 50 meter,” paparnya.
Melihat kondisi saat ini dirinya bersama sejumlah warga mencari solusi bersama. Mereka sempat menemui Ketua Komisi II DPRD Badung Dapil Kuta Selatan I Wayan Luwir Wiana pada Sabtu (20/10). Tujuanya agar galian itu dihentikan sementara dan dikaji ulang dampak yang ditimbulkan. Selain itu galian itu disebut-sebut akan dijadikan tempat pembuangan sampah. Jika kabar itu benar, menurutnya galian itu membawa dua dampak besar. Pertama berpotensi longsor yang berimbas pada permukiman warga yang sangat dekat dengan lubang galian. Kedua, mengakibatkan lingkungan tak sehat. Jika sampahnya tak ditangani dengan baik akan menimbulkan pencemaran.
“Kami sudah bertemu Pak Luwir (I Wayan Luwir Wiana). Kami bertemu beliau tak ada kepentingan apa-apa selain kami ingin mencari solusi terbaik dari kondisi yang ada. Kami sebagai warga memohon kepada pemerintah atau pihak manapun yang bisa memberikan solusi untuk memperhatikan kondisi ini. Saya tak tahu apakah ini menyalahi aturan atau tidak. Saya hanya mohon agar tak ada yang dikorbankan. Saat bertemu dengan Pak Luwir, beliau menyarankan untuk membuat surat keberatan kepada Gubernur Bali. Kami mencoba untuk mengikutinya,” kata sumber NusaBali.
Sementara Wayan Luwir Wiana mengatakan masalah galian yang dikeluhkan ini agar kedua belah pihak duduk bersama. Luwir berharap pihak Desa Kutuh maupun Perbekel Kutuh duduk bersama dengan warga terdampak. Hal ini perlu dilakukan untuk mencarikan solusi terbaik terhadap keluhan ini.
“Kami di Komisi II DPRD Badung tidak memiliki wewenang untuk menindaklanjuti ini. Karena kewenangan untuk galian C ada di Provinsi Bali. Namun nanti apabila saat pengecekan oleh tim dari Provinsi Bali kami dilibatkan, kami siap ikut untuk menyerap aspirasi masyarakat,” ujarnya.
Perbekel Kutuh Wayan Purja membantah galian itu untuk tempat pembuangan sampah. Dia menjelaskan galian itu untuk lokasi pabrik pengolahan sampah. Proyek ini merupakan proyek yang didanai oleh APBDes Kutuh.
“Galian itu bukan untuk tempat pembuangan sampah tetapi untuk pengolahan sampah. Ini dua hal yang berbeda,” kata Purja. Dikatakannya, saat ini sebagian besar galian sudah dilakukan. Pengolahan sampahnya akan dilakukan menggunakan APBDes 2019.
Terkait galian itu, pihaknya sudah dipanggil oleh Pemprov Bali untuk menjelaskan tujuan dari galian itu. Dikatakan pemprov meminta tujuan dan program apa yang akan dilakukan.
“Ini program desa, bukan pribadi. Lahannya kebetulan milik saya pribadi. Itu ada kontrak kerja sama dengan desa. Besok kami hadiri pertemuan dengan provinsi. Karena hari ini (kemarin) kami sedang menerima kunjungan lokakarya,” tuturnya.
Menurutnya sah sah saja warga perumahan di sekitar lokasi itu mengeluh. Dikatakan warga mengeluh karena belum paham betul tujuanya untuk apa. Dirinya mengaku tak melakukan sosialisasi kepada warga perumahan karena dua hal. Pertama, perumahan Kampial Residence itu ada di wilayah lain (Kampial). Kedua, perumahan itu ada setelah pihaknya melakukan galian. Dikatakan galian itu sudah berjalan 1,5 tahun.
“Perumahan itu kan baru enam bulan. Kalau keberatan, itu hal yang wajar karena mereka belum paham. Coba kalau mereka paham bahwa galian itu untuk pabrik pengolahan sampah, pasti mereka paham. Jadi bukan untuk tempat pembuangan sampah,” tandas Purja.
Dikatakannya, untuk di Badung Selatan memang tak diizinkan membangun TPA. Tetapi pengolahan sampah boleh. Sampah yang dibuang ke sana nanti adalah sampah dari Desa Kutuh. “Sampahnya nanti bukan disimpan begitu saja, tetapi langsung diolah. Kalau ditaruh begitu saja, saya sebagai pemilik lahan tak akan mengizinkannya,” tegasnya.
Dikatakan pembangunan itu sudah dimusyawarahkan di Desa Kutuh. Bahwa Desa Kutuh memerlukan tempat pembuangan sampah. Kedua, dimana pun orang membuang sampah akan menjadi masalah. Maka diputuskan untuk membuat pabrik pengolah sampah.
“Setelah diputuskan untuk membuat pabrik pengolahan sampah, kami mencari lahan. Akhirnya saya selaku warga melakukan kerja sama dengan desa. Desa yang membangun, nanti masyarakat kami yang menjadi pekerja dalam pengolahan sampahnya,” kata Purja.
Sementara Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Bali I Made Sukadana mengaku terkait galian itu pihaknya sudah pernah turun ke lokasi. Dari hasil pantauan di lapangan, galian itu diduga tak memiliki izin galian. Mengenai perizinan, Satpol PP Provinsi Bali memanggil pihak Desa Kutuh. “Keluhan itu sudah kami respons sebelumnya. Kami sudah turun ke lokasi. Galian itu kami duga tak mengantongi izin. Kami sudah panggil mereka untuk menghadap besok (hari ini),” ujar Sukadana. *po
Komentar