Lontar Krama Paket Agung Diidentifikasi
Belasan penyuluh Bahasa Bali di Buleleng kembali melakukan konservasi dan identifikasi lontar, Sabtu (19/10).
SINGARAJA, NusaBali
Konservasi lontar ke-15 tahun ini, dilakukan di Lingkungan Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, milik keluarga Ketut Pasek Manis, 50, Sebagian besar lontar yang selama ini disimpan dalam sokasi di atas langgatan dalam kondisi rusak.
Belasan penyuluh pun harus bekerja snagat hati-hati, selain ditutupi debu halus tebal, sebagian daun lontar sudah rapuh, sehingga mudah patah dan sobek saat dipegang. Menurut istri Pasek Manis, Nyoman Sutermi, 47, lontar milik keluarga suaminya itu sudah dimiliki secara turun-temurun. Ia pun sudah mendapati lontar-lontar itu sejak menikah 30 tahun silam.
“Saya baru menikah ke sini sudah ada. Lontar ini semua disimpan dalam sokasi di langgatan rumah. Katanya lontar itu peninggalan kakek suami saya Jro Dalang Ketut Pasek,” katanya. Namun sejak Jro Dalang Ketut Pasek memutuskan usai menjadi dalang dan kemudian meninggal dunia, lontar, keris dan juga beberpa wayang yang masih dimiliki keluarga Pasek Manis tak pernah tersentuh. Hingga kini keturunannya tidak ada yang mewarisi sebagai dalang.
Bahkan keberadaan lontar dan seluruh warisan leluhur Pasek Manis disebut pernah menyembuhkan penyakit gatal-gatal yang dideritanya belasan tahun silam. “Sebelumnya memang tidak diurus, lontar, wayang semua dijadikan satu. Hingga suami saya sakit gatal setelah dimintakan petunjuk orang pintar disuruh mengurus warisan anak lingsir, sejak itu dibedakan tempatnya dan langsung sakit suami saya sembuh tanpa kambuh sampai saat ini,” katanya.
Hanya saja sejak saat itu, keluarga Pasek Manis juga tak berani mengutak utik lontar tersebut, karena merasa tidak bisa membaca, mengartikan dan takut salah. Pasek manis dan anak-anaknya pun memang tidak mencoba untuk mempelajarinya. Hingga akhirnya Sutermi bertemu dengan seorang penyuluh Bahasa Bali yang kebetulan berbelanja di warung dekat rumahnya.
Sejak itulah ia berkeinginan untuk merawat lontar peninggalan keluarga suaminya. “Kalau mau memperlajari sih rasanya jauh. Cuma pingin menjaga warisan leluhur dan biar tahu saja, lontar apa sih, isinya apa, mumpung ada yang lebih tahu dan membidangi. Biar ke depannya tidak bingung ketika ditanya anak cucu,” imbuhnya.
Meski tak pernah menyentuh dan membuka lontar-lontar itu, keluarga Pasek Manis rutin melakukan upacara pada Tumpek Wayang. Lontar-lontar itu pun biasanya diupacarai berbarengan dengan dua wayang peninggalan leluhurnya.
Koordinator Tim Konservasi Lontar Kabupaten Buleleng, Ida Bagus Ari Wijaya mengatakan, lontar yang ditemukan di Kelurahan Paket Agung kondisinya memang memprihatinkan. Debu halus sudah menutupi permukaan naskah cukup tebal, sehingga membutuhkan proses pembersihan yang ekstra.
Sejumlah lontar yang ditemukan, adalah lontar yang berkaitan dengan kekawin, wariga atau hari baik, serta tetulak agung yang biasanya berisi tata cara menolak ilmu hitam. Ia pun menyakini bahwa lontar-lontar itu memang ada kaitannya dan sering dipakai oleh pemilik lontar yang dahulu pernah menjadi seorang dalang.
“Dalang itu kan harus mahir kakawin. Mereka juga harus paham hari baik. Termasuk harus bisa memproteksi diri saat mementaskan wayang kulit. Jadi ada benang merahnya,” kata Ari.
Hingga kini tim konservasi telah melakukan identifikasi lontar milik masyarakat di 15 titik sepanjang tahun 2018. Ratusan lontar yang sudah teridentifikasi itu berawal dari Kecamatan Kubutambahan, Sawan, Sukasada, Buleleng, Banjar, dan Seririt. Diperkirakan ada sekitar 3.000 cakep lontar yang masih disimpan oleh masyarakat.
Dengan jumlah itu, pihaknya pun menyakini jika di Buleleng masih sangat kaya dengan refrensi sastra yang tertulis dalam lontar perseorangan. Penyuluh Bahasa Bali pun saat ini banyak mendapat permintaan untuk membaca dan menerjemahkan lontar-lontar yang dimiliki masyarakat, sehingga diketahui secara gamblang isinya. “Kalau untuk menerjemahkan sementara ini masih mengutamakan lontar yang memang unik dan langka, tetapi kami juga tetap berupaya melayani dan membantu masyarakat semaksimla mungkin. Tetapi pasti memerlukan waktu yang cukup lama soal itu,” ungkapnya. *k23
Belasan penyuluh pun harus bekerja snagat hati-hati, selain ditutupi debu halus tebal, sebagian daun lontar sudah rapuh, sehingga mudah patah dan sobek saat dipegang. Menurut istri Pasek Manis, Nyoman Sutermi, 47, lontar milik keluarga suaminya itu sudah dimiliki secara turun-temurun. Ia pun sudah mendapati lontar-lontar itu sejak menikah 30 tahun silam.
“Saya baru menikah ke sini sudah ada. Lontar ini semua disimpan dalam sokasi di langgatan rumah. Katanya lontar itu peninggalan kakek suami saya Jro Dalang Ketut Pasek,” katanya. Namun sejak Jro Dalang Ketut Pasek memutuskan usai menjadi dalang dan kemudian meninggal dunia, lontar, keris dan juga beberpa wayang yang masih dimiliki keluarga Pasek Manis tak pernah tersentuh. Hingga kini keturunannya tidak ada yang mewarisi sebagai dalang.
Bahkan keberadaan lontar dan seluruh warisan leluhur Pasek Manis disebut pernah menyembuhkan penyakit gatal-gatal yang dideritanya belasan tahun silam. “Sebelumnya memang tidak diurus, lontar, wayang semua dijadikan satu. Hingga suami saya sakit gatal setelah dimintakan petunjuk orang pintar disuruh mengurus warisan anak lingsir, sejak itu dibedakan tempatnya dan langsung sakit suami saya sembuh tanpa kambuh sampai saat ini,” katanya.
Hanya saja sejak saat itu, keluarga Pasek Manis juga tak berani mengutak utik lontar tersebut, karena merasa tidak bisa membaca, mengartikan dan takut salah. Pasek manis dan anak-anaknya pun memang tidak mencoba untuk mempelajarinya. Hingga akhirnya Sutermi bertemu dengan seorang penyuluh Bahasa Bali yang kebetulan berbelanja di warung dekat rumahnya.
Sejak itulah ia berkeinginan untuk merawat lontar peninggalan keluarga suaminya. “Kalau mau memperlajari sih rasanya jauh. Cuma pingin menjaga warisan leluhur dan biar tahu saja, lontar apa sih, isinya apa, mumpung ada yang lebih tahu dan membidangi. Biar ke depannya tidak bingung ketika ditanya anak cucu,” imbuhnya.
Meski tak pernah menyentuh dan membuka lontar-lontar itu, keluarga Pasek Manis rutin melakukan upacara pada Tumpek Wayang. Lontar-lontar itu pun biasanya diupacarai berbarengan dengan dua wayang peninggalan leluhurnya.
Koordinator Tim Konservasi Lontar Kabupaten Buleleng, Ida Bagus Ari Wijaya mengatakan, lontar yang ditemukan di Kelurahan Paket Agung kondisinya memang memprihatinkan. Debu halus sudah menutupi permukaan naskah cukup tebal, sehingga membutuhkan proses pembersihan yang ekstra.
Sejumlah lontar yang ditemukan, adalah lontar yang berkaitan dengan kekawin, wariga atau hari baik, serta tetulak agung yang biasanya berisi tata cara menolak ilmu hitam. Ia pun menyakini bahwa lontar-lontar itu memang ada kaitannya dan sering dipakai oleh pemilik lontar yang dahulu pernah menjadi seorang dalang.
“Dalang itu kan harus mahir kakawin. Mereka juga harus paham hari baik. Termasuk harus bisa memproteksi diri saat mementaskan wayang kulit. Jadi ada benang merahnya,” kata Ari.
Hingga kini tim konservasi telah melakukan identifikasi lontar milik masyarakat di 15 titik sepanjang tahun 2018. Ratusan lontar yang sudah teridentifikasi itu berawal dari Kecamatan Kubutambahan, Sawan, Sukasada, Buleleng, Banjar, dan Seririt. Diperkirakan ada sekitar 3.000 cakep lontar yang masih disimpan oleh masyarakat.
Dengan jumlah itu, pihaknya pun menyakini jika di Buleleng masih sangat kaya dengan refrensi sastra yang tertulis dalam lontar perseorangan. Penyuluh Bahasa Bali pun saat ini banyak mendapat permintaan untuk membaca dan menerjemahkan lontar-lontar yang dimiliki masyarakat, sehingga diketahui secara gamblang isinya. “Kalau untuk menerjemahkan sementara ini masih mengutamakan lontar yang memang unik dan langka, tetapi kami juga tetap berupaya melayani dan membantu masyarakat semaksimla mungkin. Tetapi pasti memerlukan waktu yang cukup lama soal itu,” ungkapnya. *k23
1
Komentar