Desa Selat Krisis Air
Untuk mendapatkan air, warga harus mengantre berjam-jam di satu-satunya sumber mata air sejak tiga bulan lalu.
SINGARAJA, NusaBali.
Warga Banjar Dinas Bululada dan Selat, Desa Selat, Kecamatan Sukasada, Buleleng, kembali harus mengulang perjuangannya untuk mendapatkan air bersih di musim kemarau. PAM Desa yang selama ini mengaliri rumah warga sudah sejak bulan Juli lalu tak dialiri setetes air pun. Ratusan warga di dua banjar dinas itu pun membisakan diri untuk mendapatkan air bersih.
Seperti yang tampak Minggu (21/10) sore kemarin, sejumlah warga Bululada dan Selat terlihat mengantre di sebuah sumber mata air, yang disebut ‘kayehan duren.’ Sumber mata air yang berada di wilayah Tukad Baas, Banjar Dinas/Desa Selat, merupakan satu-satunya sumber air yang masih menyediakan air bersih di musim kemarau.
Warga pun rela mengantre berjam-jam hingga tengah malam untuk mendapatkan air bersih. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, warga harus datang berkali-kali dan memenuhi jirigennya di kayehan duren.
Seperti yang diakui Wayan Santika yang ditemui saat menimba air di sumber air kayehan duren mengatakan ia dan warga Bululada sudah tidak mendapati air mengalir ke bak mandi mereka sejak Juli lalu. Sehingga ia terpaksa mencari air ke kayehan duren. “Aketelan sing ade buk, kanti pecah bak kamar mandine bes keliwat tuhne, (setetespun tidak ada air mengalir, sampai bak mandi pecah akibat terlalu kering, red),” ujarnya.
Ia mengatakan masalah krisis air di desanya memang menjadi masalah rutin setiap musim kemarau. Selain mencari dan mengantre air di kayehan duren, sebagian warga juga disebut membeli air dengan harga yang sangat mahal. Satu bak air volume 1.100 liter dibeli dengan harga Rp 100 ribu. Ada juga beberapa masyarakat yang emmiliki sumur bor pribadi dan kelompok. Jika ada warga di luar itu mau membeli dan aliri air dikenakan biasa Rp 50 ribu satu jam.
“Ya kalau warga yang punya kan beli air segitu nggak apa-apa, kalau kami yang sebagai petani dan buruh berat, makanya pilih di sini saja biarpun ngantre sampai malam dan jalannya cukup terjal,” imbuhnya.
Hal serupa juga dikatakan Komang Wartiasa yang juga mengantre air di kayehan duren. Ia yang sudah hafal dengan krisis air di desanya, mengaku sering kali mandi dan mencuci pakaian di luar desa. “Kalau untuk minum saya cari disini, tapi kalau untuk masak, mandi dan cuci pakaian biasanya saya mandi di kelebutan Tukadmungga,” katanya.
Krisis air di Desa Selat itu dirasakan warga semakin menjadi sejak dua tahun terakhir. Tahun sebelumnya meski musim kemarau, ada saja air yang mengalir ke rumah, meski harus bergadang untuk menampungnya. Tiga bulan berselang kemarau dan krisis air di Desa Selat hingga saat ini belum mendapat penanganan pemerintah. Warga pun mengaku belum mendapatkan pelayanan dan suplai air bersih dari BPBD maupun dari PDAM Buleleng.
Sementara itu Camat Sukasada, Made Dwi Adnyana dikonfirmasi terpisah memang membenarkan kondisi krisis Desa Selat. Ia dengan pemerintah desa saat ini sedang mencari solusi dan jalan keluar masalah kekeringan yang langganan datang setiap tahunnya.
“Dulu pemerintah desanya sudah pernah mencoba sumur bor, tetapi setelah dioperasikan hasilnya tak maksimal. Sumber airnya memang minim, bahkan air terjunnya juga kering saat kemarau. Padalah di Selat itu pengelolaan hutannya sangat bagus, kami juga heran dengan kondisi itu,” kata Camat asal Negara itu.
Kini pemerintah desa disebutnya sedang mencari lokasi lain yang memungkinkan untuk dilakukan penggalian sumur bor dan mengalisis lapisan dan struktur tanah disana. Sejauh ini warga desa selat selain mengandalkan air PAM Desa, beberapa ada yang mengelola sumber air secara berkelompok dan individu. Hal itu pun disebutnya hanya berskala kecil dan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan air seluruh warga desa.
Untuk solusi sementara pihak desa juga disebut Dwi sudah bersurat ke PDAM Buleleng untuk suplai air bersih. Sehingga kondisi kekeringan dan krisis air di Desa Selat dapat diringankan. “Ya ini smabil jalan, sambil pemerintah desa survey lokasi baru untuk sumur bor, nanti juga diupayakan konservasi sumber air, biar ada tanaman serapan air lebih banyak,” jelasnya. *k23
Warga Banjar Dinas Bululada dan Selat, Desa Selat, Kecamatan Sukasada, Buleleng, kembali harus mengulang perjuangannya untuk mendapatkan air bersih di musim kemarau. PAM Desa yang selama ini mengaliri rumah warga sudah sejak bulan Juli lalu tak dialiri setetes air pun. Ratusan warga di dua banjar dinas itu pun membisakan diri untuk mendapatkan air bersih.
Seperti yang tampak Minggu (21/10) sore kemarin, sejumlah warga Bululada dan Selat terlihat mengantre di sebuah sumber mata air, yang disebut ‘kayehan duren.’ Sumber mata air yang berada di wilayah Tukad Baas, Banjar Dinas/Desa Selat, merupakan satu-satunya sumber air yang masih menyediakan air bersih di musim kemarau.
Warga pun rela mengantre berjam-jam hingga tengah malam untuk mendapatkan air bersih. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, warga harus datang berkali-kali dan memenuhi jirigennya di kayehan duren.
Seperti yang diakui Wayan Santika yang ditemui saat menimba air di sumber air kayehan duren mengatakan ia dan warga Bululada sudah tidak mendapati air mengalir ke bak mandi mereka sejak Juli lalu. Sehingga ia terpaksa mencari air ke kayehan duren. “Aketelan sing ade buk, kanti pecah bak kamar mandine bes keliwat tuhne, (setetespun tidak ada air mengalir, sampai bak mandi pecah akibat terlalu kering, red),” ujarnya.
Ia mengatakan masalah krisis air di desanya memang menjadi masalah rutin setiap musim kemarau. Selain mencari dan mengantre air di kayehan duren, sebagian warga juga disebut membeli air dengan harga yang sangat mahal. Satu bak air volume 1.100 liter dibeli dengan harga Rp 100 ribu. Ada juga beberapa masyarakat yang emmiliki sumur bor pribadi dan kelompok. Jika ada warga di luar itu mau membeli dan aliri air dikenakan biasa Rp 50 ribu satu jam.
“Ya kalau warga yang punya kan beli air segitu nggak apa-apa, kalau kami yang sebagai petani dan buruh berat, makanya pilih di sini saja biarpun ngantre sampai malam dan jalannya cukup terjal,” imbuhnya.
Hal serupa juga dikatakan Komang Wartiasa yang juga mengantre air di kayehan duren. Ia yang sudah hafal dengan krisis air di desanya, mengaku sering kali mandi dan mencuci pakaian di luar desa. “Kalau untuk minum saya cari disini, tapi kalau untuk masak, mandi dan cuci pakaian biasanya saya mandi di kelebutan Tukadmungga,” katanya.
Krisis air di Desa Selat itu dirasakan warga semakin menjadi sejak dua tahun terakhir. Tahun sebelumnya meski musim kemarau, ada saja air yang mengalir ke rumah, meski harus bergadang untuk menampungnya. Tiga bulan berselang kemarau dan krisis air di Desa Selat hingga saat ini belum mendapat penanganan pemerintah. Warga pun mengaku belum mendapatkan pelayanan dan suplai air bersih dari BPBD maupun dari PDAM Buleleng.
Sementara itu Camat Sukasada, Made Dwi Adnyana dikonfirmasi terpisah memang membenarkan kondisi krisis Desa Selat. Ia dengan pemerintah desa saat ini sedang mencari solusi dan jalan keluar masalah kekeringan yang langganan datang setiap tahunnya.
“Dulu pemerintah desanya sudah pernah mencoba sumur bor, tetapi setelah dioperasikan hasilnya tak maksimal. Sumber airnya memang minim, bahkan air terjunnya juga kering saat kemarau. Padalah di Selat itu pengelolaan hutannya sangat bagus, kami juga heran dengan kondisi itu,” kata Camat asal Negara itu.
Kini pemerintah desa disebutnya sedang mencari lokasi lain yang memungkinkan untuk dilakukan penggalian sumur bor dan mengalisis lapisan dan struktur tanah disana. Sejauh ini warga desa selat selain mengandalkan air PAM Desa, beberapa ada yang mengelola sumber air secara berkelompok dan individu. Hal itu pun disebutnya hanya berskala kecil dan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan air seluruh warga desa.
Untuk solusi sementara pihak desa juga disebut Dwi sudah bersurat ke PDAM Buleleng untuk suplai air bersih. Sehingga kondisi kekeringan dan krisis air di Desa Selat dapat diringankan. “Ya ini smabil jalan, sambil pemerintah desa survey lokasi baru untuk sumur bor, nanti juga diupayakan konservasi sumber air, biar ada tanaman serapan air lebih banyak,” jelasnya. *k23
1
Komentar