Musim Kemarau, Warga Bermain Gangsing di Lapangan
Sudah menjadi tradisi saat musim kemarau tiba, warga di Banjar Pempatan, Desa Batungsel, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan memenuhi lapangan untuk bermain gangsing.
TABANAN, NusaBali
Selain mengisi waktu luang, kegiatan ini sekaligus menjaga warisan leluhur terhadap gangsing tradisional. Dari pantauan di lapangan, mulai pukul 15.00 Wita Lapangan Umum Banjar Pempatan sudah mulai diramaikan oleh warga, umumnya kaum pria mulai anak-anak, remaja, dewasa hingga paruh baya. Semuanya berbaur sembari membawa gangsing.
Karena sudah menjadi tradisi, setiap Sabtu dan Minggu permainan gangsing ini diperlombakan antarwarga. Dan yang berhasil menang akan mendapatkan hadiah sesuai kesepakatan. Sehingga menjelang sore Lapangan Umum Desa Batungsel sangat ramai para lelaki latihan bermain gangsing.
Menurut warga penghobi gangsing, I Made Swastika, 48, permainan gangsing sudah berlangsung sejak lama sehingga bisa dikatakan sebagai tradisi. “Kalau sudah musim kemarau, akan ada lomba gangsing setiap hari Sabtu dan Minggu di lapangan. Pada hari-hari lainnya selain Sabtu dan Minggu, setiap sore akan banyak yang latihan,” ujarnya, Minggu (21/10).
Kata dia, dalam perlombaan gangsing ada sembilan regu yang bertanding. Satu regu beranggota lima orang. Dalam perlombaan akan dinilai lamanya gangsing berputar. Setiap pemain akan melepaskan gangsing, lalu pemain lain akan melepaskan gangsingnya agar ‘bertumbukan’.
“Jadi gangsing yang keluar arena dianggap kalah, dan yang paling lama berputar di dalam arena akan mendapatkan nilai,” imbuhnya.
Gangsing di Banjar Pempatan bentuknya bisa terbilang unik dan berbeda dengan gangsing lainnya di Bali yang berbentuk piring. Gangsing di Banjar Pempatan ini berbentuk lonjong dan terbuat dari kayu Leci, Kelengkeng, Jeruk Bali, dan Kopi. Umumnya berdiameter 33 hingga 36 centimeter. “Orang-orang biasanya membuat sendiri, tetapi ada yang menjual dengan harga Rp 100 ribu lengkap dengan talinya,” tutur Swastika.
Termasuk dirinya pun hobi bermain gangsing. Dikatakan ketika sudah bermain gangsing, penat bekerja yang dialami hilang karena bisa berkumpul dengan teman. “Di sini permaian gangsing sudah dari dulu, anak-anak orang tua, dan remaja semua sudah bisa bermain, tetapi memang ada yang sangat mahir,” katanya.
Salah seorang remaja, Putu Ryan Candra Dinata, 14, adalah pemuda yang dikatakan jago bermain. Meski usianya masih remaja tetapi dia sudah mampu mengalahkan senior. “Saya belajar gangsing dari kakek, jadi teknik melempar agar gangsing bertahan lama belajar dari kakek,” ujarnya.
Dia mengaku kesulitan bermain gangsing saat melempar gangsing yang sering disebut ngalengedin. Meski demikian dia mengaku tak pernah bosan. Terlebih setiap perlombaan selalu mendapat juara I hingga berhak dapatkan uang sekitar Rp 200 ribu. “Saya senang ikut bermain gangsing karena bisa bercanda dengan teman setiap sore,” kata kelas VIII di SMPN 6 Pupuan, ini. *de
Selain mengisi waktu luang, kegiatan ini sekaligus menjaga warisan leluhur terhadap gangsing tradisional. Dari pantauan di lapangan, mulai pukul 15.00 Wita Lapangan Umum Banjar Pempatan sudah mulai diramaikan oleh warga, umumnya kaum pria mulai anak-anak, remaja, dewasa hingga paruh baya. Semuanya berbaur sembari membawa gangsing.
Karena sudah menjadi tradisi, setiap Sabtu dan Minggu permainan gangsing ini diperlombakan antarwarga. Dan yang berhasil menang akan mendapatkan hadiah sesuai kesepakatan. Sehingga menjelang sore Lapangan Umum Desa Batungsel sangat ramai para lelaki latihan bermain gangsing.
Menurut warga penghobi gangsing, I Made Swastika, 48, permainan gangsing sudah berlangsung sejak lama sehingga bisa dikatakan sebagai tradisi. “Kalau sudah musim kemarau, akan ada lomba gangsing setiap hari Sabtu dan Minggu di lapangan. Pada hari-hari lainnya selain Sabtu dan Minggu, setiap sore akan banyak yang latihan,” ujarnya, Minggu (21/10).
Kata dia, dalam perlombaan gangsing ada sembilan regu yang bertanding. Satu regu beranggota lima orang. Dalam perlombaan akan dinilai lamanya gangsing berputar. Setiap pemain akan melepaskan gangsing, lalu pemain lain akan melepaskan gangsingnya agar ‘bertumbukan’.
“Jadi gangsing yang keluar arena dianggap kalah, dan yang paling lama berputar di dalam arena akan mendapatkan nilai,” imbuhnya.
Gangsing di Banjar Pempatan bentuknya bisa terbilang unik dan berbeda dengan gangsing lainnya di Bali yang berbentuk piring. Gangsing di Banjar Pempatan ini berbentuk lonjong dan terbuat dari kayu Leci, Kelengkeng, Jeruk Bali, dan Kopi. Umumnya berdiameter 33 hingga 36 centimeter. “Orang-orang biasanya membuat sendiri, tetapi ada yang menjual dengan harga Rp 100 ribu lengkap dengan talinya,” tutur Swastika.
Termasuk dirinya pun hobi bermain gangsing. Dikatakan ketika sudah bermain gangsing, penat bekerja yang dialami hilang karena bisa berkumpul dengan teman. “Di sini permaian gangsing sudah dari dulu, anak-anak orang tua, dan remaja semua sudah bisa bermain, tetapi memang ada yang sangat mahir,” katanya.
Salah seorang remaja, Putu Ryan Candra Dinata, 14, adalah pemuda yang dikatakan jago bermain. Meski usianya masih remaja tetapi dia sudah mampu mengalahkan senior. “Saya belajar gangsing dari kakek, jadi teknik melempar agar gangsing bertahan lama belajar dari kakek,” ujarnya.
Dia mengaku kesulitan bermain gangsing saat melempar gangsing yang sering disebut ngalengedin. Meski demikian dia mengaku tak pernah bosan. Terlebih setiap perlombaan selalu mendapat juara I hingga berhak dapatkan uang sekitar Rp 200 ribu. “Saya senang ikut bermain gangsing karena bisa bercanda dengan teman setiap sore,” kata kelas VIII di SMPN 6 Pupuan, ini. *de
Komentar