Dikelola Sekeluarga, Biayanya Swadaya
Objek Wisata Baru Air Terjun Sumampan
GIANYAR, NusaBali
Objek wisata baru berupa air terjun kini terdapat di Banjar Sumampan, Desa Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Objek ini dinamai Air Terjun Sumampan (Sumampan Waterfall). Jaraknya cukup strategis, sekitar 3,3 km dari objek wisata Air Terjun Tegenungan, Desa Kemenuh.
Pengelola objek Sumampan Waterfal bukan desa atau pun banjar, melainkan sekeluarga yang dikomandani seorang kakek I Wayan Cepag,60. Sekitar sehektare tanah keluarga sebagai penyangga objek yang kini sedang ditata. Keluarga ini menata objek dengan secara swadaya dan donasi para pengunjung. Pekak Cepag, di lokasi Senin (22/10), mengungkapkan perlu waktu belasan tahun untuk mengubah lokasi yang dulunya berupa semak belukar menjadi seperti sekarang. Posisi air terjunnya pun, pada awalnya tak indah seperti kini. Dulu aliran air menurun secara pelan di atas batu padas yang agak cembung. Seiring berjalannya waktu, batu padas yang dialiri air itu pun mulai digali. Hingga permukaan dinding tegak lurus, sehingga aliran air menjadi terjun bebas. Tingginya, diperkirakan mencapai 15 meter. "Saat saya umur 17 tahun, tebing padas disini mulai digali. Seiring berjalan waktu, air itu jadi turun yang awalnya mengalir biasa," jelas pekak asal banjar setempat ini.
Menurut Cepag, air terjun ini bukan bersumber dari mata air, melainkan air buangan dari terowongan yang mengaliri air dari DAM Goa Gajah, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh. Dam ini untuk irigasi di subak wilayah Desa Keramas dan Sakah, Desa Batuan Kaler. Air Terjun Sumampan ini, menjadi salah satu bukaan dari terowongan itu. Jadi, jika sewaktu-waktu DAM ditutup, maka air terjun tidak akan mengalir bahkan satu tetes sekalipun. "Jadi sejatinya, air terowongan yang berlebihan jatuh kesini," jelasnya.
Untuk memberikan kesan menarik, anak Cepag, Nyoman Retana mengukir beberapa batu padas. Sekitar 10 topeng dibuatnya menyesuaikan bentuk batu padas. Ada pula topeng yang seolah-olah mengeluarkan air dari dalam mulut. "Hampir setiap hari kami pahat dan tata kawasan ini," jelasnya. Selain air terjun yang menjadi daya tarik, di lokasi ini wisatawan juga bisa berenang di Tukad Yeh Mangsit yang merupakan aliran Tukad Petanu. "Sungainya tidak terlalu dalam, mungkin ada sekitar 1 meter. Dan di bagian lain ada yang dangkal," terangnya. Terkait tingkat kunjungan, air terjun ini mulai ramai setiap hari. Puncak ramainya, setiap Sabtu dan Minggu. "Pertama kali, hanya turis asing yang kebetulan tinggal di vila dekat sini yang tertarik. Lalu dia unggah di media sosial dan jadi dikenal sampai saat ini," ungkapnya. Penataan kawasan pun dilakukan sesuai saran dan usul dari para turis dan pengunjung lokal. Bahkan tak sedikit, saran muncul dari para guide. "Sedikit demi sedikit kami berbenah," ujar ayah 3 anak, 9 cucu dan 3 cicit ini.
Kedepan, keluarga Cepag berencana menata akses masuk dan lahan parkir. Maklum, akses yang ada saat ini hanya bisa dilalui sepeda motor. Itupun, medan yang dilalui cukup bergelombang dengan tanah kering. Jika wisatawan pakai mobil, harus parkir dan jalan cukup jauh. Jelas, suami dari Ni Nyoman Mupu ini, areal parkir sekitar 50 are akan dijadikan bumi perkemahan. Hanya saja, keluarga ini mengaku mengalami keterbatasan dari segi pendanaan. Sebab, hanya mengandalkan modal sendiri dan hasil donasi yang tak seberapa. Untuk tambahan penghasilan, keluarga ini pun membuka warung kecil menjual bubur dan kelapa muda. "Yang jualan menantu saya," imbuhnya. *nvi
Pengelola objek Sumampan Waterfal bukan desa atau pun banjar, melainkan sekeluarga yang dikomandani seorang kakek I Wayan Cepag,60. Sekitar sehektare tanah keluarga sebagai penyangga objek yang kini sedang ditata. Keluarga ini menata objek dengan secara swadaya dan donasi para pengunjung. Pekak Cepag, di lokasi Senin (22/10), mengungkapkan perlu waktu belasan tahun untuk mengubah lokasi yang dulunya berupa semak belukar menjadi seperti sekarang. Posisi air terjunnya pun, pada awalnya tak indah seperti kini. Dulu aliran air menurun secara pelan di atas batu padas yang agak cembung. Seiring berjalannya waktu, batu padas yang dialiri air itu pun mulai digali. Hingga permukaan dinding tegak lurus, sehingga aliran air menjadi terjun bebas. Tingginya, diperkirakan mencapai 15 meter. "Saat saya umur 17 tahun, tebing padas disini mulai digali. Seiring berjalan waktu, air itu jadi turun yang awalnya mengalir biasa," jelas pekak asal banjar setempat ini.
Menurut Cepag, air terjun ini bukan bersumber dari mata air, melainkan air buangan dari terowongan yang mengaliri air dari DAM Goa Gajah, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh. Dam ini untuk irigasi di subak wilayah Desa Keramas dan Sakah, Desa Batuan Kaler. Air Terjun Sumampan ini, menjadi salah satu bukaan dari terowongan itu. Jadi, jika sewaktu-waktu DAM ditutup, maka air terjun tidak akan mengalir bahkan satu tetes sekalipun. "Jadi sejatinya, air terowongan yang berlebihan jatuh kesini," jelasnya.
Untuk memberikan kesan menarik, anak Cepag, Nyoman Retana mengukir beberapa batu padas. Sekitar 10 topeng dibuatnya menyesuaikan bentuk batu padas. Ada pula topeng yang seolah-olah mengeluarkan air dari dalam mulut. "Hampir setiap hari kami pahat dan tata kawasan ini," jelasnya. Selain air terjun yang menjadi daya tarik, di lokasi ini wisatawan juga bisa berenang di Tukad Yeh Mangsit yang merupakan aliran Tukad Petanu. "Sungainya tidak terlalu dalam, mungkin ada sekitar 1 meter. Dan di bagian lain ada yang dangkal," terangnya. Terkait tingkat kunjungan, air terjun ini mulai ramai setiap hari. Puncak ramainya, setiap Sabtu dan Minggu. "Pertama kali, hanya turis asing yang kebetulan tinggal di vila dekat sini yang tertarik. Lalu dia unggah di media sosial dan jadi dikenal sampai saat ini," ungkapnya. Penataan kawasan pun dilakukan sesuai saran dan usul dari para turis dan pengunjung lokal. Bahkan tak sedikit, saran muncul dari para guide. "Sedikit demi sedikit kami berbenah," ujar ayah 3 anak, 9 cucu dan 3 cicit ini.
Kedepan, keluarga Cepag berencana menata akses masuk dan lahan parkir. Maklum, akses yang ada saat ini hanya bisa dilalui sepeda motor. Itupun, medan yang dilalui cukup bergelombang dengan tanah kering. Jika wisatawan pakai mobil, harus parkir dan jalan cukup jauh. Jelas, suami dari Ni Nyoman Mupu ini, areal parkir sekitar 50 are akan dijadikan bumi perkemahan. Hanya saja, keluarga ini mengaku mengalami keterbatasan dari segi pendanaan. Sebab, hanya mengandalkan modal sendiri dan hasil donasi yang tak seberapa. Untuk tambahan penghasilan, keluarga ini pun membuka warung kecil menjual bubur dan kelapa muda. "Yang jualan menantu saya," imbuhnya. *nvi
1
Komentar