nusabali

LSI: Minus 3M, Prabowo Sulit Mengejar Jokowi

  • www.nusabali.com-lsi-minus-3m-prabowo-sulit-mengejar-jokowi

Founder LSI, Denny JA menyebut Prabowo Subianto sulit mengejar elektabilitas Joko Widodo menjelang pilpres.

JAKARTA, NusaBali

Apa sebabnya? "Sulit bagi Prabowo mengejar Jokowi jika kekurangan '3M'," kata Denny JA kepada wartawan, Senin (22/10). Petahana, ujar dia, punya banyak kelebihan yang sulit disalip penantang tanpa upaya serius. '3M' jadi faktor utama. Apa itu?

"Penantang yang tertinggal jauh dari petahana hanya bisa mengejar kalau mengoptimalkan tiga hal penting. M pertama adalah momentum, nah momentum ini sering kali tidak diciptakan, dia datang tak terduga. Misalnya tiba-tiba krisis ekonomi atau ada skandal besar terbongkar. Kita lihat sebenarnya ada beberapa momentum yang tidak dioptimalkan oposisi," kata Denny.

M kedua adalah media. Menurut Denny JA, menjelang pilpres, capres harus perlu pemberitaan yang masif untuk mempengaruhi pemilih. Ada sekitar 186 juta pemilih yang harus diyakinkan menjelang pilpres.

"Media sosial paling banyak hanya meraih 30-40 persen pemilih, sisanya tidak bisa dengan media sosial, tapi dengan media konvensional, termasuk televisi, yang ada di setiap rumah penduduk," katanya.

Nah, M ketiga adalah yang paling krusial, ialah soal money alias logistik. Penantang membutuhkan dana lebih besar ketimbang petahana untuk mengatasi ketertinggalan.

"Situasi saat ini tampaknya kita menengarai ada problem logistik di kubu Prabowo. Sukses akses media, banyak problem momentum. Apalagi parpol koalisi muncul kesadaran menyelamatkan partainya sendiri supaya lolos parlemen. Jadi saya lihat Prabowo sulit mengejar ketertinggalan sekitar 20 persen itu," pungkasnya dilansir detik.com.

Menanggapi pernyataan ini, Ketua DPP Gerindra Habiburokhman menegaskan Prabowo justru kelebihan 3M. "Justru Prabowo surplus 3M," tegas Habiburokhman saat dikonfirmasi, Senin kemarin. Habiburokhman lalu bicara soal momentum. Menurut dia, saat ini justru momentum yang paling tepat bagi Prabowo.

"Ketidakmampuan petahana memenuhi ekspektasi seperti Dolar Rp 10.000, pertumbuhan ekonomi 7%, ketersediaan lapangan kerja adalah momentum yang amat pas bagi kami yang mengedepankan isu ekonomi. Justru yang kehilangan momentum adalah Jokowi, karena banyak harapan yang tak terpenuhi," beber dia. *

Komentar