DPRD Bali Sosialisasi Ranperda Lansia ke Tabanan
DPRD Provinsi Bali sosialisasikan Ranperda Kesejahteraan Lanjut Usia (Lansia) di Wantilan Desa Adat Bedha, Desa Bongan, Kecamatan/Kabupaten Tabanan, Selasa (23/10).
TABANAN, NusaBali
Ranperda dibuat untuk memberikan penghormatan kepada para lansia khususnya lansia telantar, yang jumlahnya mencapai 31.000 jiwa di Bali. Ranperda itu ditarget selesai 6 November 2018 mendatang. Sosialiasi sekitar tiga jam tersebut dihadiri oleh sejumlah perbekel, bendesa adat, dan organisasi se-Kabupaten Tabanan.
Ketua Pansus Ranperda Lansia DPRD Bali I Nyoman Parta, mengatakan ranperda dimaksud dibuat untuk memberikan penghormatan kepada para lansia. Apabila sudah menjadi perda, akan menjadi perda edukasi dan perda keberpihakan kepada warga lanjut usia, agar pembangunan menjadi manusiawi.
Kata dia, dalam ranperda tersebut ada banyak hal yang diatur. Seperti memberikan pelatihan terhadap lansia, pemberian modal kerja, diberikan santunan, menyediakan rumah singgah, ada pelayanan home care.
“Terkait dengan santunan, jumlahnya masih belum disepakati dan dibahas kembali dengan eksekutif maupun Gubernur,” kata Parta.
Ditambahkan terkait dengan jumlah lansia telantar yang mencapai 31.000 jiwa, sesuai dengan pendataan terbanyak ada di Kabupaten Buleleng dan Karangasem. Hal ini dikarena karena faktor kemiskinan. Bahkan semakin banyak lansia yang tinggal di panti jompo. “Berdasarkan hal inilah dibuatkan aturan agar mereka merasa lebih berdaya,” ucapnya.
Sementara itu anggota Pansus Ranperda Lansia Prod Dr dr Luh Ketut Suryani SpKj menjelaskan ranperda ini dibuat salah satunya untuk mengurangi adanya lansia yang telantar. Terjadinya lansia telantar karena kurang harmonisnya hubungan anak dan menantu. “Orang tua cerewet, suka mengatur sehingga ada rasa orang tua tinggal sendiri dan keluarga tidak memperhatikan,” ujarnya.
Maka dari itu perlu adanya pendidikan lanjut usia agar anak dan menantu menjadi rukun. “Perlu diketahui oleh lansia, menantu itu bukan anak kita, tetapi istri dari anak kita sehingga batasan dan tingkah laku harus dimengerti. Jika hal ini terlaksana, maka lansia, anak, dan menantu akan hidup rukun dalam satu keluarga,” tandasnya.
Sementara itu Perbekel Baturiti I Ketut Matra setuju adanya ranperda yang sedang dibuat tersebut. Namun sesungguhnya sebelum ada ranperda seperti itu, permasalahan lansia termasuk masalah sosial secara umum, sudah ditangani. Meskipun yang ditangani masih terbatas dan skala kecil, karena tergantung dengan keuangan desa. “Karena akan dibuatkan aturan lebih kuat, tentu setuju sehingga ada payung hukum yang jelas,” kata Matra. *de
Ranperda dibuat untuk memberikan penghormatan kepada para lansia khususnya lansia telantar, yang jumlahnya mencapai 31.000 jiwa di Bali. Ranperda itu ditarget selesai 6 November 2018 mendatang. Sosialiasi sekitar tiga jam tersebut dihadiri oleh sejumlah perbekel, bendesa adat, dan organisasi se-Kabupaten Tabanan.
Ketua Pansus Ranperda Lansia DPRD Bali I Nyoman Parta, mengatakan ranperda dimaksud dibuat untuk memberikan penghormatan kepada para lansia. Apabila sudah menjadi perda, akan menjadi perda edukasi dan perda keberpihakan kepada warga lanjut usia, agar pembangunan menjadi manusiawi.
Kata dia, dalam ranperda tersebut ada banyak hal yang diatur. Seperti memberikan pelatihan terhadap lansia, pemberian modal kerja, diberikan santunan, menyediakan rumah singgah, ada pelayanan home care.
“Terkait dengan santunan, jumlahnya masih belum disepakati dan dibahas kembali dengan eksekutif maupun Gubernur,” kata Parta.
Ditambahkan terkait dengan jumlah lansia telantar yang mencapai 31.000 jiwa, sesuai dengan pendataan terbanyak ada di Kabupaten Buleleng dan Karangasem. Hal ini dikarena karena faktor kemiskinan. Bahkan semakin banyak lansia yang tinggal di panti jompo. “Berdasarkan hal inilah dibuatkan aturan agar mereka merasa lebih berdaya,” ucapnya.
Sementara itu anggota Pansus Ranperda Lansia Prod Dr dr Luh Ketut Suryani SpKj menjelaskan ranperda ini dibuat salah satunya untuk mengurangi adanya lansia yang telantar. Terjadinya lansia telantar karena kurang harmonisnya hubungan anak dan menantu. “Orang tua cerewet, suka mengatur sehingga ada rasa orang tua tinggal sendiri dan keluarga tidak memperhatikan,” ujarnya.
Maka dari itu perlu adanya pendidikan lanjut usia agar anak dan menantu menjadi rukun. “Perlu diketahui oleh lansia, menantu itu bukan anak kita, tetapi istri dari anak kita sehingga batasan dan tingkah laku harus dimengerti. Jika hal ini terlaksana, maka lansia, anak, dan menantu akan hidup rukun dalam satu keluarga,” tandasnya.
Sementara itu Perbekel Baturiti I Ketut Matra setuju adanya ranperda yang sedang dibuat tersebut. Namun sesungguhnya sebelum ada ranperda seperti itu, permasalahan lansia termasuk masalah sosial secara umum, sudah ditangani. Meskipun yang ditangani masih terbatas dan skala kecil, karena tergantung dengan keuangan desa. “Karena akan dibuatkan aturan lebih kuat, tentu setuju sehingga ada payung hukum yang jelas,” kata Matra. *de
1
Komentar