Serobot Tahura, Pengusaha Jakarta Dituntut Ringan
Direktur PT Anugrah Sarana Propertindo, Budiman Tiang, 39 yang menjadi terdakwa kasus pelanggaran pemanfaatan lahan di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Badung bisa bernafas lega.
DENPASAR, NusaBali
Pengusaha asal Jakarta ini hanya dituntut hukuman ringan 1 tahun penjara dalam sidang di PN Denpasar, Selasa (23/10). Tuntutan ringan ini dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Badung, I Dewa Gede Ngurah Sastradi di hadapan majelis hakim pimpinan IGN Putra Atmaja. Dalam tuntutan dinyatakan terdakwa Budiman bersalah melanggar Pasal 40 ayat (2) Juncto Pasal 33 ayat (3) UU RI Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati.
“Terdakwa dengan sengaja melakukan pelanggaran dengan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam,” tegasnya. Setelah membacakan hal memberatkan dan meringankan, JPU membacakan tuntutan. “Menuntut supaya majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun kepada terdakwa dikurangi masa penahanan,” tegas JPU yang juga memberi pidana tambahan berupa denda Rp 50 juta subsider 4 bulan penjara.
Terungkap dalam persidangan, Direktur PT Anugrah Sarana Propertindo ini harus duduk di kursi pesakitan berawal ketika terdakwa membangun Rumah Ruko (Ruko) 23 unit lantai 3 pada tanggal 25 Agustus 2014, di atas tanah bersertifikat hak guna bangunan No.7004 kelurahan Benoa, Kuta Selatan, Badung seluas 3460 M2 atas nama PT Anugrah Sarana Propertindo.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak Unit Pelaksana Teknis (UPT), ditemukan sebagian bangunan Ruko masuk kawasan Tahura Prapat Benoa-Suwung (RK.10) antara Pal Batas B.181 sampai Pal Batal B.182, simpang empat Siligita di Jalan by-pass Ngurah Rai, Lingkungan Bualu, Benoa, Kuta Selatan, Badung.
Atas temuan itu, pihak UPT kemudian memberi surat peringatan kepada terdakwa sebanyak tiga kali, namun tidak ada tanggapan dari terdakwa. Selanjutnya, tim dari Satgas Polhut UPT Tahura Ngurah Rai dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah VIII melakukan pengukuran parsial, pada 2 Oktober 2015, guna memastikan letak terjadinya pelanggaran.
Setelah ditemukan pelanggaran, pihak UPT kembali melayangkan surat peringatan yang kemudian direspon oleh terdakwa dengan mengirim perwakilan atas nama Hendra Tjahjadi guna menandatangani surat pernyataan yang isinya akan melakukan pembongkaran 2 Unit Ruko. Pembongkaran kemudian dilakukan dan langsung dibuatkan berita acara.
Singkat cerita, pada 19 Oktober 2016 tim dari Polda Bali dan Bareskrim Mabes Polri bersama Dinas Kehutanan, staff BPKH wilayah VIII Denpasar, kembali melakukan pengukuran dan hasilnya ditemukan pelanggaran. Selanjutnya pada 18 Januari 2018, tim dari BPN Badung dan BPKH wilayah VIII Denpasar kembali melakukan pengukuran untuk menentukan luasan pelanggaran pembanguan Ruko tersebut. Hasilnya, bangunan yang berdiri di luar sertifikat atas nama PT Anugrah Sarana Propertindo, yakni seluas 9,1 are dengan rincian masuk ke dalam tanah kosong milik negara 5,47 are dan kawasan Tahura 3,63 are. *rez
Pengusaha asal Jakarta ini hanya dituntut hukuman ringan 1 tahun penjara dalam sidang di PN Denpasar, Selasa (23/10). Tuntutan ringan ini dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Badung, I Dewa Gede Ngurah Sastradi di hadapan majelis hakim pimpinan IGN Putra Atmaja. Dalam tuntutan dinyatakan terdakwa Budiman bersalah melanggar Pasal 40 ayat (2) Juncto Pasal 33 ayat (3) UU RI Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati.
“Terdakwa dengan sengaja melakukan pelanggaran dengan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam,” tegasnya. Setelah membacakan hal memberatkan dan meringankan, JPU membacakan tuntutan. “Menuntut supaya majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun kepada terdakwa dikurangi masa penahanan,” tegas JPU yang juga memberi pidana tambahan berupa denda Rp 50 juta subsider 4 bulan penjara.
Terungkap dalam persidangan, Direktur PT Anugrah Sarana Propertindo ini harus duduk di kursi pesakitan berawal ketika terdakwa membangun Rumah Ruko (Ruko) 23 unit lantai 3 pada tanggal 25 Agustus 2014, di atas tanah bersertifikat hak guna bangunan No.7004 kelurahan Benoa, Kuta Selatan, Badung seluas 3460 M2 atas nama PT Anugrah Sarana Propertindo.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak Unit Pelaksana Teknis (UPT), ditemukan sebagian bangunan Ruko masuk kawasan Tahura Prapat Benoa-Suwung (RK.10) antara Pal Batas B.181 sampai Pal Batal B.182, simpang empat Siligita di Jalan by-pass Ngurah Rai, Lingkungan Bualu, Benoa, Kuta Selatan, Badung.
Atas temuan itu, pihak UPT kemudian memberi surat peringatan kepada terdakwa sebanyak tiga kali, namun tidak ada tanggapan dari terdakwa. Selanjutnya, tim dari Satgas Polhut UPT Tahura Ngurah Rai dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah VIII melakukan pengukuran parsial, pada 2 Oktober 2015, guna memastikan letak terjadinya pelanggaran.
Setelah ditemukan pelanggaran, pihak UPT kembali melayangkan surat peringatan yang kemudian direspon oleh terdakwa dengan mengirim perwakilan atas nama Hendra Tjahjadi guna menandatangani surat pernyataan yang isinya akan melakukan pembongkaran 2 Unit Ruko. Pembongkaran kemudian dilakukan dan langsung dibuatkan berita acara.
Singkat cerita, pada 19 Oktober 2016 tim dari Polda Bali dan Bareskrim Mabes Polri bersama Dinas Kehutanan, staff BPKH wilayah VIII Denpasar, kembali melakukan pengukuran dan hasilnya ditemukan pelanggaran. Selanjutnya pada 18 Januari 2018, tim dari BPN Badung dan BPKH wilayah VIII Denpasar kembali melakukan pengukuran untuk menentukan luasan pelanggaran pembanguan Ruko tersebut. Hasilnya, bangunan yang berdiri di luar sertifikat atas nama PT Anugrah Sarana Propertindo, yakni seluas 9,1 are dengan rincian masuk ke dalam tanah kosong milik negara 5,47 are dan kawasan Tahura 3,63 are. *rez
Komentar