180 Penulis dan Aktivis Ikuti Ubud Writers and Readers Festival
Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) tahun 2018 memasuki gelaran ke-15.
Menteri Susi Pudjiastuti Akan Ikut Bicara
GIANYAR, NusaBali
Sedikitnya 180 penulis, seniman, dan aktivis dari lokal Bali, Indonesia dan 30 negara mengikuti event terbesar di Asia Tenggara yang berlangsung hingga 29 Oktober 2018 ini. Selama lima hari, UWRF akan memberikan lebih dari 200 acara di 30 tempat. Acara dimaksud yakni diskusi panel terbuka, dalam percakapan, acara khusus, live music, membanting puisi, pemutaran film Indonesia, tur budaya, peluncuran buku, pameran seni, dan hal lebih lainnya.
Hal itu diungkapkan pendiri dan direktur UWRF, Janet DeNeefe saat jumpa media, Rabu (24/10) di Hotel Visesa Ubud. Dikatakan, diskusi dalam event ini menyajikan dunia cerita dari berbagai perspektif dan penyelaman mendalam masalah paling mendesak dewasa ini. Mulai dari feminisme, lingkungan, agama hingga kebebasan berekspresi, imigrasi, hingga pemilihan presiden 2019 di Indonesia. Event ini menampilkan pengarang terkenal, jurnalis pemenang penghargaan, dan pakar politik, termasuk penulis terkenal Inggris, Hanif Kureishi, pemenang Miles Franklin dua kali, Kim Scott, mantan Presiden Komisi Hak Asasi Manusia Australia Gillian Triggs, penulis terkenal dan esai, Geoff Dyer, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti, dan mantan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, pengarang buku terlaris Fatima Bhutto, dan salah satu penulis paling populer Italia, Giuseppe Catozzella. “Para koresponden asing terbaik akan berbagi nilai tentang karier mereka. Para penulis Indonesia juga akan mempertimbangkan apa yang sudah dan belum berubah selama 20 tahun pasca reformasi, dan seniman Bali akan mengevaluasi pulau mereka setelah seabad pariwisata,” jelasnya.
Sebagai bagian dari misi festival untuk mendukung komunitas Indonesia, UWRF bekerja sama dengan Yayasan IDEP yang LSM lokal untuk membantu program tanggap darurat di Lombok Utara dan Sulawesi Tengah. Keranjang donasi akan ditempatkan di berbagai titik di sekitar festival. Penonton dapat berdonasi melalui situs web UWRF, dan mendengar dari Direktur IDEP Ade Andreawan.
“UWRF dimulai setelah aksi terorisme 15 tahun lalu untuk mendukung masyarakat Bali. Tahun ini penting kami lakukan yang terbaik untuk mendukung Lombok Utara dan Sulawesi Tengah, ” terang Janet DeNeefe.
Pendiri Yayasan Mudra Swari Saraswati Drs Ketut Suardana MPhil, mengatakan tema UWRF kali ini adalah Jagadhita, the world we create. Terjemahan dari ‘Jagadhita’ sendiri adalah ‘kebahagiaan di jagat raya sebagai sebuah tujuan hidup’, dan untuk UWRF 2018, arti dari Jagadhita ini ditafsirkan ulang sebagai ‘dunia yang kita ciptakan’ atau ‘the world we create’. “Jagadhita akan mengajak kita semua untuk berhenti sejenak dan merenungkan arti dan makna dari hidup yang selama ini kita jalani. Bagaimana kita dapat mengantarkan hal-hal positif di dunia yang kita ciptakan,” ujarnya.
Salah satu penulis asal Jakarta, Norman Erikson Pasaribu mengatakan sudah dua kali terlibat dalam event ini. “Tahun ini saya mengisi dua panel,” ujarnya. Baginya, UWRF sangat penting karena bisa bertemu dan berdiskusi dengan para pakar kata seluruh dunia. “Disini kami berdiskusi banyak hal,” jelasnya. *nvi
GIANYAR, NusaBali
Sedikitnya 180 penulis, seniman, dan aktivis dari lokal Bali, Indonesia dan 30 negara mengikuti event terbesar di Asia Tenggara yang berlangsung hingga 29 Oktober 2018 ini. Selama lima hari, UWRF akan memberikan lebih dari 200 acara di 30 tempat. Acara dimaksud yakni diskusi panel terbuka, dalam percakapan, acara khusus, live music, membanting puisi, pemutaran film Indonesia, tur budaya, peluncuran buku, pameran seni, dan hal lebih lainnya.
Hal itu diungkapkan pendiri dan direktur UWRF, Janet DeNeefe saat jumpa media, Rabu (24/10) di Hotel Visesa Ubud. Dikatakan, diskusi dalam event ini menyajikan dunia cerita dari berbagai perspektif dan penyelaman mendalam masalah paling mendesak dewasa ini. Mulai dari feminisme, lingkungan, agama hingga kebebasan berekspresi, imigrasi, hingga pemilihan presiden 2019 di Indonesia. Event ini menampilkan pengarang terkenal, jurnalis pemenang penghargaan, dan pakar politik, termasuk penulis terkenal Inggris, Hanif Kureishi, pemenang Miles Franklin dua kali, Kim Scott, mantan Presiden Komisi Hak Asasi Manusia Australia Gillian Triggs, penulis terkenal dan esai, Geoff Dyer, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti, dan mantan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, pengarang buku terlaris Fatima Bhutto, dan salah satu penulis paling populer Italia, Giuseppe Catozzella. “Para koresponden asing terbaik akan berbagi nilai tentang karier mereka. Para penulis Indonesia juga akan mempertimbangkan apa yang sudah dan belum berubah selama 20 tahun pasca reformasi, dan seniman Bali akan mengevaluasi pulau mereka setelah seabad pariwisata,” jelasnya.
Sebagai bagian dari misi festival untuk mendukung komunitas Indonesia, UWRF bekerja sama dengan Yayasan IDEP yang LSM lokal untuk membantu program tanggap darurat di Lombok Utara dan Sulawesi Tengah. Keranjang donasi akan ditempatkan di berbagai titik di sekitar festival. Penonton dapat berdonasi melalui situs web UWRF, dan mendengar dari Direktur IDEP Ade Andreawan.
“UWRF dimulai setelah aksi terorisme 15 tahun lalu untuk mendukung masyarakat Bali. Tahun ini penting kami lakukan yang terbaik untuk mendukung Lombok Utara dan Sulawesi Tengah, ” terang Janet DeNeefe.
Pendiri Yayasan Mudra Swari Saraswati Drs Ketut Suardana MPhil, mengatakan tema UWRF kali ini adalah Jagadhita, the world we create. Terjemahan dari ‘Jagadhita’ sendiri adalah ‘kebahagiaan di jagat raya sebagai sebuah tujuan hidup’, dan untuk UWRF 2018, arti dari Jagadhita ini ditafsirkan ulang sebagai ‘dunia yang kita ciptakan’ atau ‘the world we create’. “Jagadhita akan mengajak kita semua untuk berhenti sejenak dan merenungkan arti dan makna dari hidup yang selama ini kita jalani. Bagaimana kita dapat mengantarkan hal-hal positif di dunia yang kita ciptakan,” ujarnya.
Salah satu penulis asal Jakarta, Norman Erikson Pasaribu mengatakan sudah dua kali terlibat dalam event ini. “Tahun ini saya mengisi dua panel,” ujarnya. Baginya, UWRF sangat penting karena bisa bertemu dan berdiskusi dengan para pakar kata seluruh dunia. “Disini kami berdiskusi banyak hal,” jelasnya. *nvi
Komentar