nusabali

Pande Besi Harus Kreatif, tapi Tetap Wajib Punya Pakem

  • www.nusabali.com-pande-besi-harus-kreatif-tapi-tetap-wajib-punya-pakem

Ketajaman berpikir, menurut Pande Nyoman Budiana, adalah cara seorang pande besi menghadapi zaman yang kian canggih, namun tidak meninggalkan roh yang didasari oleh ajaran dan kearifan lokal Bali.

Tumpek Landep di Keluarga Pande Keris Urip Wesi Tapa Karya Denpasar  

DENPASAR, NusaBali
Upacara Tumpek Landep yang datang 210 hari sekali berdasar kalender Bali diperingati setiap Saniscara Kliwon Landep. Krama Bali yang beragama Hindu biasanya melakukan upacara terhadap berbagai jenis senjata yang terbuat dari besi. Tidak terkecuali warga Pande yang sejak turun temurun melakukan pekerjaan sebagai pandai (pande) besi.

Peringatan Tumpek Landep pada Saniscara Kliwon Landep, Sabtu (27/10), pun dirayakan oleh keluarga Pande Keris Urip Wesi Tapa Karya, di Jalan Ratna, Banjar Tatasan Kelod, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Utara.

Upacara Tumpek Landep bagi keluarga pande merupakan piodalan prapen, yakni mengupacarai benda-benda pusaka yang ada, serta warisan-warisan leluhur yang ditinggalkan kepada generasi berikutnya. Upacara tersebut mulai dari Prapen (tungku khusus untuk memproduksi keris), hingga segala jenis keris, tombak, gong, dan peralatan kerja, semuanya diupacarai.

“Ada sejumlah pusaka yang diupacarai. Namun ada yang paling tua, yakni pusaka keris yang merupakan warisan secara turun temurun. Tahunnya saya kurang tahu, sebab dari bapak saya masih ada, pusaka tersebut sudah ada,” tutur penerus Pande Keris Urip Wesi Tapa Karya, Pande I Nyoman Budiana, usai mengupacarai prapen, Sabtu kemarin.

Upacara kemarin digelar sederhana dengan menggunakan banten alit berupa pangambean. Sebelum mengupacarai pusaka di prapen, terlebih dahulu mereka melakukan persembahyangan di Pura Pande, yang merupakan pura kawitan keluarga pande.

“Upacara ini menyesuaikan dengan situasi. Tidak harus besar, tidak harus begini begitu. Kalau memang memungkinkan, kami buat upacara yang lebih besar menggunakan pregembal, mecaru,” jelasnya.  

Pande Budiana menjelaskan pada saat Tumpek Landep adalah pemujaan pada Sang Hyang Pasupati. Dalam pekerjaan memandai besi, setiap aktivitasnya mengandung filosofi. Contohnya dalam membuat keris juga tidak sembarangan. Karena ada unsur Tri Murti di dalamnya.

“Bagian kiri keris berstana Dewa Wisnu, bagian kanan Brahma, dan di ujung Siwa. Masih banyak filosofi lain dalam pembuatan keris. Begitu juga alat yang lain,” katanya.

Dalam memaknai hari raya Tumpek Landep, lanjut dia, semestinya dibarengi dengan memaknai ke dalam, yakni ke diri sendiri. Tumpek Landep dimaknai dengan ketajaman pikiran. Dengan harapan, usai menerima pengetahuan saat Hari Raya Saraswati dan Pagerwesi, melalui upacara Tumpek Landep hendaknya pikiran senantiasa ditajamkan, terutama untuk hal-hal kebaikan.

“Kita harus mulai mulat sarira (introspeksi diri) melalui ketajaman berpikir. Kita mau berpikir kemudian berbuat apa dan untuk apa. Walaupun banyak perbedaan pemikiran, tetapi tetap tujuannya sama. Ada nilai demokrasi juga yang bisa dimaknai di sini,” ungkapnya.

Lanjutnya, jika dikaitkan dengan pekerjaan memandai besi, ketajaman berpikir menurut Pande Budiana, adalah bagaimana seorang pande besi bisa menghadapi zaman yang kian canggih, namun tidak meninggalkan rohnya sebagai pande besi yang didasari oleh ajaran dan kearifan lokal Bali. Ketajaman pikiran yang dimaksud bisa berupa konsentrasi, kreasi, dan inovasi tanpa meninggalkan keluhuran nilai-nilai memandai besi ala Bali. Di sinilah tantangan pande besi saat ini.

“Saya senang karena sekarang orang yang memandai besi mulai bangkit lagi. Dulu sempat berkurang. Tetapi tantangannya saat ini ya harus kreatif, karena teknologi sekarang sudah makin canggih. Pande besi ya juga harus kreatif, tapi tetap punya pakem. Sisi kreatif dan konsentrasi ini merupakan ketajaman pikiran,” tandasnya. *ind

Komentar