Sukses Digelar, Pembukaan UWRF ke-15 Berlangsung Meriah
Pembukaan pagelaran literatur dan sastra terbesar di Asia Tenggara, Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) ke 15 di Puri Ubud, Gianyar Rabu (24/10) malam dihadiri oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) mewakili Gubernur Bali Wayan Koster.
GIANYAR, NusaBali
Turut hadir Tenaga Ahli bidang pemasaran dan kerjasama Kementerian Pariwisata RI I Gede Pitana, mantan Menteri Luar Negeri RI tahun 2009-2014 Marty Natalegawa, Bupati Gianyar yang diwakili oleh Kadisparda A.A. Bagus Ari Brahmanta, Penglingsir Puri Ubud Tjok Gede Putra Sukawati dan Tjok Raka Kerthiyasa, Penglingsir Puri Peliatan Tjok Gede Putra Nindia, Duta besar negara sahabat, Ketua Yayasan Mudra Swari Saraswati Drs. I Ketut Suardana, pendiri UWRF Janet Deneefe, pengusaha, pelaku seni dan budaya, penulis serta peserta UWRF dan juga tamu undangan yang berjumlah sekitar 400 orang memadati area Puri Ubud.
Acara diawali dengan sambutan dari Penglingsir Ubud Tjok Gede Putra Sukawati dengan menyampaikan apresiasi mendalam akan terselenggaranya acara ini. Ia juga menegaskan untuk membuka kesempatan seluas-luasnya kepada acara-acara yang positif yang berpengaruh terhadap pariwisata dan kebudayaan Bali. “Saya juga selalu memberikan keleluasaan kepada siapa saja yang ingin menggunakan Puri ini untuk kegiatan positif”, ungkapnya.
I Gede Pitana juga menyampaikan ucapan selamat datang kepada wisatawan dan peserta UWRF di Ubud, serta mengapresiasi kepada pihak Yayasan Mudra Swari Saraswati Ubud yg secara rutin mengadakan acara tahunan ini, Ubud sangat layak untuk dikunjungi sebagai tujuan utama berwisata dan melalui pelaksnaan UWRF ini dapat digunakan sebagai ajang promosi pariwisata. “Kegiatan seperti ini dan juga banyak festival-festival serupa di Bali secara langsung telah mendongkrak perekonomian Bali. Apalagi sekitar 81% perekonomian Bali masih didominasi oleh sektor pariwisata. Ia berharap event seperti ini bisa terus berlanjut karena merupakan salah satu cara untuk mensejahterakan masyarakat”, ungkapnya.
Dalam sambutannya, Marty Natalegawa mengatakan festival ini adalah perayaan tentang makna kata-kata dan yang paling utama adalah dalam mengekspresikan emosi manusia dalam menceritakan kisah mereka. Menurutnya festival ini adalah upaya penting dalam membangun jembatan antar manusia dan bangsa.
Pendiri UWRF Janet Deneefe mengatakan sejak 15 tahun lalu festival ini diadakan untuk menarik wisatawan yang jumlahnya menurun ke Bali akibat bom Bali 1. Namun seiring berjalannya waktu, festival ini menjadi sebuah festival bertaraf internasional dan dikenal luas hingga ke manca negara. Janet Deneefe juga mengatakan, “Festival ini merupakan perayaan dari kata-kata dan karya cerita dari semua orang dan selama 15 tahun penyelenggaraan acara ini telah menghadirkan lebih dari 2000 penulis, artis, pemain pentas dan tentunya penonton yang luar biasa serta seniman ke Ubud, Bali”. Ia juga berpesan agar setiap orang yang hadir dapat menikmati rangkaian acara tahunan ini.
Acara pembukaan UWRF ke-15 tahun 2018 yang ditandai dengan pemukulan gong ini mengusung tema “Jagadhita” yang artinya kebahagiaan di jagat raya sebagai sebuah tujuan hidup’, dan untuk UWRF 2018, arti dari Jagadhita ini ditafsirkan ulang sebagai ‘dunia yang kita ciptakan’ atau ‘the world we create’ dalam bahasa Inggrisnya. Sebanyak 180 penulis dari 30 negara bakal meramaikan sebanyak 200 program acara dalam festival sastra terbesar di Bali, Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) yang akan digelar hingga 28 Oktober mendatang yang dibagi di 40 tempat tersebar di Ubud, seperti di Taman Baca, Indus Restaurant, dan NEKA Museum.
Pada malam pembukaan UWRF 2018 tersebut juga diberikan penghargaan lifetime achievement kepada penulis dan sastrawan kenamaan tanah air, Sapardi Djoko Damono yang dinilai telah berkontribusi besar di dunia sastra dan literatur. “Saya telah mengikuti berbagai festival serupa dari berbagai negara dan saya berpendapat bahwa festival penulis ubid ini adalah yang terbaik yang pernah saya ikuti”, ungkapnya dalam sambutannya setelah menerima penghargaan tersebut.
Acara ditutup dengan pertunjukan seni yang menggabungkan antara drama, tarian dan musik “Balinese Living Arts - Bali Unmasked” yang disutradarai oleh Peter Wilson seorang sutradara terkenal yang berkolaborasi dengan Made Sidia, seorang master wayang kulit di Bali yang membawa gagasan baru mengenai pertunjukan dan musik tradisional yang merupakan dukungan dari Desa Visesa Ubud. *j
1
Komentar