Bupati dan Prajuru Adat Bahas Bandara Buleleng
Pemnkab Buleleng untuk kali pertama rapat membahas rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di wilayah Desa/Kecamatan Kubutambahan, Senin (29/10).
SINGARAJA, NusaBali
Dalam rapat perdana pembahadan Bandara Internasional Bali Utara yang digelar di Kantor Bupati Buleleng, Jalan Pahlawan Singaraja kemarin, Bupati Putu Agus Suradnyana menghadirkan pula prajuru adat Desa Pakraman Kubutambahan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Buleleng, dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja.
Rapat pembahasan rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara kemarn dipimpin langsung Bupati Putu Agus Suradnyana, didampingi Wabup Buleleng dr Nyoman Sujidra SpKJ, Kadis Pekerjaan Umum & Penataan Ruang (PUPR) Buleleng Ketut Suparta Wijaya, perwakilan Dinas Perhubungan Buleleng, serta Kabag Hukum Setkab Buleleng Bagus Gede Barata. Rapat di Kantor Bupati Buleleng kemarin berlangsung tertutup selama 2 jam, sejak pagi pukul 08.30 Wita.
Seusai rapat kemarun, Bupati Agus Suradnyana mengungkapkan pihaknya baru pertama kali mengadakan pertemuan dengan prajuru adat dari Desa Pakraman Kubutambahan terkait rencana pembangunan bandara. Hal ini dilakukan setelah pihaknya mendapat kepastian rencana pembangunan bandara tersebut.
Menurut Agus Suradnyana, pertemuan yang melibatkan prajuri Desa Pakraman Kubutambahan kemarin sebagai langkah awal sosialisasi kepada pihak adat. “Selama ini kan tidak pernah ada pertemuan, karena memang belum ada kepastian. Kalau sekarang sudah ada kepastian, makanya saya sosialisasikan pertama dengan pihak adat dulu,” terang Bupati asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng ini.
Agus Suradnyana menambahkan, dalam pertemuan di Kantor Bupati Buleleng kemarin, pihaknya meminta prajuru adat agar melaksanakan Paruman Desa Pakraman Kubutambahan, sebagai langkah sosialisasi kepada masyarakat luas terkait rencana pembangunan Bandara Internasional di Kubutambahan tersebut.
“Dengan sosialisasi itu, masyarakat dapat menerima informasi yang benar. Karena selama ini kan masih kone-kone (informasi simpang siur, Red). Kapan waktunya itu, tergatung dari pihak adat,” tandas Agus Suradnyana yang juga mantan Ketua Komisi III DPRD Bali (membidangai pembangunan dan infrastuktur) tiga kali periode.
Sementara itu, Bendesa Pakraman Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadea, mengatakan ini baru pertama kali pihaknya dilibatkan dalam rapat pembahasan rencana pembangunan Bandara Internasional yang akan dibangun di Kubutambahan. Menurut Jero Pasek Warkadea, salah satu materi dalam rapat kemarin adalah menyangkut pemanfaatan lahan milik adat Kubutambahan.
“Lahan milik adat Kubutambahan akan kena proyek bandara. Kami belum tahu detailnya, berapa luas tanah adat yang akan menjadi lokasi bandara? Yang jelas, tadi disinggung tanah adat ikut dipakai,” ujar Jero Pasek Warkadea.
Jero Pasek Warkadea menyebutkan, Desa Pakraman Kubutambahan memiliki lahan adat seluas 370 hektare. Lokasi lahan adat tersebut berada di Banjar Kaja Kangin, Desa Kubutambahan. Tanah tersebut kurang produktif, karena merupakan lahan tadah hujan. “Pada intinya, tanah itu akan diganti rugi oleh pemerintah,” papar Jero Pasek Warkadea yang notabene mantan Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Bu-leleng.
Dalam pertemuan di Kantor Bupati Buleleng kemarin, kata Jero Pasek Warkadeya, pihaknya mengusulkan agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat melakukan sosialisasi rencana pembangunan Bandara Internasional dengan melibatkan semua komponen masyarakat di Desa Kubutambahan. Ini karena sejak muncul wacana proyek bandara tersebut, warga Kubutambahan belum pernah mendapatkan informasi yang bisa dipertangungjawabkan.
Kalau sosialisasi sudah dilakukan dan lokasi bandara telah ditetapkan, menurut Jero Pasek warkadeya, maka langkah selanjutnya adalah membahas terkait masalah pembebasan lahan. “Pada intinya, kami mendukung dibangunnya bandara oleh pemerintah. Tapi, semua komponen warga sejauh ini belum mendapat informasi pasti. Itu sebabnya, tadi kami usulkan harus ada sosialsiasi atau studi komparasi bersama semua warga kami. Kalau ini sudah dilakukan dan lahan dipastikan, maka siapa yang membangun bandara itu harus membicarakan masalah ganti rugi lahan,” harapnya. *k19
Rapat pembahasan rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara kemarn dipimpin langsung Bupati Putu Agus Suradnyana, didampingi Wabup Buleleng dr Nyoman Sujidra SpKJ, Kadis Pekerjaan Umum & Penataan Ruang (PUPR) Buleleng Ketut Suparta Wijaya, perwakilan Dinas Perhubungan Buleleng, serta Kabag Hukum Setkab Buleleng Bagus Gede Barata. Rapat di Kantor Bupati Buleleng kemarin berlangsung tertutup selama 2 jam, sejak pagi pukul 08.30 Wita.
Seusai rapat kemarun, Bupati Agus Suradnyana mengungkapkan pihaknya baru pertama kali mengadakan pertemuan dengan prajuru adat dari Desa Pakraman Kubutambahan terkait rencana pembangunan bandara. Hal ini dilakukan setelah pihaknya mendapat kepastian rencana pembangunan bandara tersebut.
Menurut Agus Suradnyana, pertemuan yang melibatkan prajuri Desa Pakraman Kubutambahan kemarin sebagai langkah awal sosialisasi kepada pihak adat. “Selama ini kan tidak pernah ada pertemuan, karena memang belum ada kepastian. Kalau sekarang sudah ada kepastian, makanya saya sosialisasikan pertama dengan pihak adat dulu,” terang Bupati asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng ini.
Agus Suradnyana menambahkan, dalam pertemuan di Kantor Bupati Buleleng kemarin, pihaknya meminta prajuru adat agar melaksanakan Paruman Desa Pakraman Kubutambahan, sebagai langkah sosialisasi kepada masyarakat luas terkait rencana pembangunan Bandara Internasional di Kubutambahan tersebut.
“Dengan sosialisasi itu, masyarakat dapat menerima informasi yang benar. Karena selama ini kan masih kone-kone (informasi simpang siur, Red). Kapan waktunya itu, tergatung dari pihak adat,” tandas Agus Suradnyana yang juga mantan Ketua Komisi III DPRD Bali (membidangai pembangunan dan infrastuktur) tiga kali periode.
Sementara itu, Bendesa Pakraman Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadea, mengatakan ini baru pertama kali pihaknya dilibatkan dalam rapat pembahasan rencana pembangunan Bandara Internasional yang akan dibangun di Kubutambahan. Menurut Jero Pasek Warkadea, salah satu materi dalam rapat kemarin adalah menyangkut pemanfaatan lahan milik adat Kubutambahan.
“Lahan milik adat Kubutambahan akan kena proyek bandara. Kami belum tahu detailnya, berapa luas tanah adat yang akan menjadi lokasi bandara? Yang jelas, tadi disinggung tanah adat ikut dipakai,” ujar Jero Pasek Warkadea.
Jero Pasek Warkadea menyebutkan, Desa Pakraman Kubutambahan memiliki lahan adat seluas 370 hektare. Lokasi lahan adat tersebut berada di Banjar Kaja Kangin, Desa Kubutambahan. Tanah tersebut kurang produktif, karena merupakan lahan tadah hujan. “Pada intinya, tanah itu akan diganti rugi oleh pemerintah,” papar Jero Pasek Warkadea yang notabene mantan Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Bu-leleng.
Dalam pertemuan di Kantor Bupati Buleleng kemarin, kata Jero Pasek Warkadeya, pihaknya mengusulkan agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat melakukan sosialisasi rencana pembangunan Bandara Internasional dengan melibatkan semua komponen masyarakat di Desa Kubutambahan. Ini karena sejak muncul wacana proyek bandara tersebut, warga Kubutambahan belum pernah mendapatkan informasi yang bisa dipertangungjawabkan.
Kalau sosialisasi sudah dilakukan dan lokasi bandara telah ditetapkan, menurut Jero Pasek warkadeya, maka langkah selanjutnya adalah membahas terkait masalah pembebasan lahan. “Pada intinya, kami mendukung dibangunnya bandara oleh pemerintah. Tapi, semua komponen warga sejauh ini belum mendapat informasi pasti. Itu sebabnya, tadi kami usulkan harus ada sosialsiasi atau studi komparasi bersama semua warga kami. Kalau ini sudah dilakukan dan lahan dipastikan, maka siapa yang membangun bandara itu harus membicarakan masalah ganti rugi lahan,” harapnya. *k19
1
Komentar