Hari ini, Dewan Panggil GIPI dan Investor Tiongkok
DPRD Bali panggil Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Rabu (31/10) pagi ini, terkait kasus jual murah pariwisata Bali ke pasar turis Tiongkok.
Terkait Jual Murah Pariwisata Bali
DENPASAR, NusaBali
Selain GIPI Bali, para pemilik toko Tiongkok di Bali juga dipanggil ke Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denasar, pada saat bersamaan. Keberadaan toko-toko Tiongkok ini diduga terkait erat dengan mafia jual murah pariwisata Bali.
Dari surat yang telah dilayangkan DPRD Bali, investor Tiongkok yang dipanggil Dewan hari ini adalah pemilik Toko Onbase Group (Pertokoan Benoa Square) di Jalan Bypass Ngurah Rai kawasan Kedonganan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Selain itu, juga pemilik Toko Mahkota, Venus Group, dan Mosso Group, yang beroperasi di Jalan Bypass Ngurah Rai kawasan Badung.
Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, mengatakan selain para pemilik toko Tiongkok dan GIPI Bali, dalam pertemuan hari ini juga diundang Polda Bali, pihak Imigrasi, Kanwil Pajak, Bank Indonesia, Dinas Pariwisata Bali, ASITA, Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), dan stakeholder lainnya. “Kita tidak mau masalah turis Tiongkok ini berlarut-larut, jadi polemik, dan merusak citra pariwisata Bali,” ujar Adi Wiryatama di Denpasar, Selasa (30/10).
Adi Wiryatama mengatakan, materi pertemuan dengan GIPI Bali dan pemilik toko Tionglok hari ini adalah membahas praktek bisnis yang diduga melanggar hukum di Indonesia. “Karena praktek ini sudah merusak pariwisata kita, jadi tidak sehat juga usaha dan persaingan di Bali. Sekarang kita bertemu GIPI Bali dan pemilik toko Tiongkok. Setelah ini, kita undang Konsulat Jenderal Tiongkok,” tandas politisi senior PDIP asal Dersa Angseri, Kecamatan Baturiti, Tabanan ini.
Mantan Bupati Tabanan dua kali periode (2000-2005, 2005-2010) ini berharap pertemuan DPRD Bali dengan GIPI Bali dan pemilik toko Tiongkok dapat menelorkan solusi, supaya di kemudian hari turis Tiongkok tidak merasa ditipu dengan praktek jual murah pariwisata Bali. “Biar tidak ada kesan wisatawan Tiongkok ditipu, tak ada lagi bisnis yang tidak sehat. Tamu senang, pengusaha di Bali senang, tidak ada satu untung yang lain melarat,” tegas Adi Wiryatama.
Soal pelanggaran hukum yang diduga dilakukan pemilik toko Tiongkok, yang sampai menggunakan stempel bergambar Garuda Pancasila, menurut Adi Wiryatama, hal ini harus ditindak tegas. “Kita aserahkan masalah ini kepada penegak hukum untuk melakukan penindakan,” papar ayah dari Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti ini.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI (membidangi pariwisata, ekonomi kreatif, seni, adat, budaya, pendidikan, pemuda, olahraga), Putu Supadma Rudana, kecam praktek jual murah pariwisata Bali. Menurut Supadma, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pariwisata harus bertidak, atas koordinasi dengan Imigrasi dan lembaga terkait.
“Kalau tidak ditindak tegas, sama artinya pusat menutup mata. Hal ini tanpa disadari komponen pariwisata kita sebetulnya dimatikan pelan-pelan. Secara ekonomi, kita sudah ditelikung. Kami kecewa dengan pengawasan yang lemah dari pusat. Ingat pariwisata Bali adalah hajat hidup orang banyak di Bali. Karena masyarakat Bali 80 persen hidupnya dari pariwisata,” ujar politisi Demokrat asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar ini.
Supadma pun mendesak kepolisian, Imigrasi, Satpol PP, dan Dinas Tenaga Kerja agar tutup saja usaha-usaha ilegal yang diduga menjadi mafia jual murah pariwisata ke pasar turis Tiongkok. Dia heran turis Tiongkok bisa liburan ke Bali selama 5 hari dengan hanya membayar Rp 1 juta, bahkan ada yang cuma Rp 600.000.
Turis Tiongkok yang difasilitasi dengan paket wisata super murah ini diarahkan belanja ke toko-toko Tiongkok di Bali, untuk membeli barang-barang buatan Tiongkok dengan harga mahal, seperti kasur dan latex. Transaksinya menggunakan sistem WeChat pay/barcode, sehingga tidak membayar pajak.
“Kalau ini dibiarkan terus dan kita lemah, selain mereka akan semakin menggurita, juga bisa mematikan usaha kecil kita di Bali. Apalagi, ada tenaga kerja asing di sana. Ya, polisi dan Imigrasi seharusnya tutup saja usaha mereka. Apalagi, Wakil Gubernur Bali Cok Ace sudah sidak toko-toko Tiongkok dan terbukti ada praktek ilegal ini,” ujar Supadma.
Supadma meminta Kemenpar jangan hanya mengejar target kunjungan wisata melimpah, tapi tidak menimbang kerugian yang diakibatkan praktek mafia di pasar turis Tiongkok ini. “Kemenpar harus ajak bicara Konsulat Tiongkok. Buat agreement dengan Tiongkok, supaya travel agent wajib mengarahkan turis ke destinasi wisata dan berbelanja kepada usaha kerajinan lokal, tradisional Bali,” tegas Wakil Sekjen DPP Demokrat ini. *nat
DENPASAR, NusaBali
Selain GIPI Bali, para pemilik toko Tiongkok di Bali juga dipanggil ke Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denasar, pada saat bersamaan. Keberadaan toko-toko Tiongkok ini diduga terkait erat dengan mafia jual murah pariwisata Bali.
Dari surat yang telah dilayangkan DPRD Bali, investor Tiongkok yang dipanggil Dewan hari ini adalah pemilik Toko Onbase Group (Pertokoan Benoa Square) di Jalan Bypass Ngurah Rai kawasan Kedonganan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Selain itu, juga pemilik Toko Mahkota, Venus Group, dan Mosso Group, yang beroperasi di Jalan Bypass Ngurah Rai kawasan Badung.
Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, mengatakan selain para pemilik toko Tiongkok dan GIPI Bali, dalam pertemuan hari ini juga diundang Polda Bali, pihak Imigrasi, Kanwil Pajak, Bank Indonesia, Dinas Pariwisata Bali, ASITA, Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), dan stakeholder lainnya. “Kita tidak mau masalah turis Tiongkok ini berlarut-larut, jadi polemik, dan merusak citra pariwisata Bali,” ujar Adi Wiryatama di Denpasar, Selasa (30/10).
Adi Wiryatama mengatakan, materi pertemuan dengan GIPI Bali dan pemilik toko Tionglok hari ini adalah membahas praktek bisnis yang diduga melanggar hukum di Indonesia. “Karena praktek ini sudah merusak pariwisata kita, jadi tidak sehat juga usaha dan persaingan di Bali. Sekarang kita bertemu GIPI Bali dan pemilik toko Tiongkok. Setelah ini, kita undang Konsulat Jenderal Tiongkok,” tandas politisi senior PDIP asal Dersa Angseri, Kecamatan Baturiti, Tabanan ini.
Mantan Bupati Tabanan dua kali periode (2000-2005, 2005-2010) ini berharap pertemuan DPRD Bali dengan GIPI Bali dan pemilik toko Tiongkok dapat menelorkan solusi, supaya di kemudian hari turis Tiongkok tidak merasa ditipu dengan praktek jual murah pariwisata Bali. “Biar tidak ada kesan wisatawan Tiongkok ditipu, tak ada lagi bisnis yang tidak sehat. Tamu senang, pengusaha di Bali senang, tidak ada satu untung yang lain melarat,” tegas Adi Wiryatama.
Soal pelanggaran hukum yang diduga dilakukan pemilik toko Tiongkok, yang sampai menggunakan stempel bergambar Garuda Pancasila, menurut Adi Wiryatama, hal ini harus ditindak tegas. “Kita aserahkan masalah ini kepada penegak hukum untuk melakukan penindakan,” papar ayah dari Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti ini.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI (membidangi pariwisata, ekonomi kreatif, seni, adat, budaya, pendidikan, pemuda, olahraga), Putu Supadma Rudana, kecam praktek jual murah pariwisata Bali. Menurut Supadma, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pariwisata harus bertidak, atas koordinasi dengan Imigrasi dan lembaga terkait.
“Kalau tidak ditindak tegas, sama artinya pusat menutup mata. Hal ini tanpa disadari komponen pariwisata kita sebetulnya dimatikan pelan-pelan. Secara ekonomi, kita sudah ditelikung. Kami kecewa dengan pengawasan yang lemah dari pusat. Ingat pariwisata Bali adalah hajat hidup orang banyak di Bali. Karena masyarakat Bali 80 persen hidupnya dari pariwisata,” ujar politisi Demokrat asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar ini.
Supadma pun mendesak kepolisian, Imigrasi, Satpol PP, dan Dinas Tenaga Kerja agar tutup saja usaha-usaha ilegal yang diduga menjadi mafia jual murah pariwisata ke pasar turis Tiongkok. Dia heran turis Tiongkok bisa liburan ke Bali selama 5 hari dengan hanya membayar Rp 1 juta, bahkan ada yang cuma Rp 600.000.
Turis Tiongkok yang difasilitasi dengan paket wisata super murah ini diarahkan belanja ke toko-toko Tiongkok di Bali, untuk membeli barang-barang buatan Tiongkok dengan harga mahal, seperti kasur dan latex. Transaksinya menggunakan sistem WeChat pay/barcode, sehingga tidak membayar pajak.
“Kalau ini dibiarkan terus dan kita lemah, selain mereka akan semakin menggurita, juga bisa mematikan usaha kecil kita di Bali. Apalagi, ada tenaga kerja asing di sana. Ya, polisi dan Imigrasi seharusnya tutup saja usaha mereka. Apalagi, Wakil Gubernur Bali Cok Ace sudah sidak toko-toko Tiongkok dan terbukti ada praktek ilegal ini,” ujar Supadma.
Supadma meminta Kemenpar jangan hanya mengejar target kunjungan wisata melimpah, tapi tidak menimbang kerugian yang diakibatkan praktek mafia di pasar turis Tiongkok ini. “Kemenpar harus ajak bicara Konsulat Tiongkok. Buat agreement dengan Tiongkok, supaya travel agent wajib mengarahkan turis ke destinasi wisata dan berbelanja kepada usaha kerajinan lokal, tradisional Bali,” tegas Wakil Sekjen DPP Demokrat ini. *nat
Komentar