Warga Soroti Penulisan Aksara Bali Sejumlah SD di Kecamatan Mendoyo
Penulisan aksara Bali pada papan nama sejumlah sekolah dasar negeri (SDN) di Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, mendapat sorotan.
NEGARA, NusaBali
Pasalnya penulisan aksara Bali di sejumlah SDN di kecamatan tersebut, terdapat kesalahan. Kesalahan penulisan aksara Bali yang paling menonjol itu terjadi pada kata ‘kepemudaan’.
Dari pengamatan di sejumlah SDN wilayah Kecamatan Mendoyo, Selasa (30/10), kesalahan penulisan aksara Bali secara massal dalam penulisan kata ‘kepemudaan’, tepatnya tampak pada penulisan ‘daa’. Penulisan ‘daa’ dalam kata ‘kepemudaan’, harusnya ditulis dengan aksara ‘da matedong’, itu tertulis menggunakan aksara ‘sa matedong’, sehingga terbaca menjadi ‘kepemusaan’.
“Itu jelas-jelas yang digunakan aksara ‘sa’ bukan ‘da’,” kata salah seorang pensiunan guru SD asal Kecamatan Mendoyo, yang menolak namanya ditulis di media.
Pensiunan guru ini yakin di masing-masing SDN di Kecamatan Mendoyo, sejumlah guru menyadari kesalahan tersebut. Meski demikian, pihak sekolah masih tetap memasang papan nama menggunakan lembaran vinyl, itu di depan sekolah masing-masing. Padahal papan nama itu setiap hari dilihat siswa maupun masyarakat sekitar.
“Saya lihat kesalahan penulisan itu terjadi merata di semua SD di Mendoyo. Kemungkinan ada satu sumber, makanya kompak salahnya. Karena saya lihat di SD kecamatan lain, tidak ada kesalahan itu,” ujarnya.
Salah seorang kepala sekolah SDN di Kecamatan Mendoyo, menyatakan tahu mengenai kesalahan penulisan aksara Bali tersebut. Selain kesalahan penulisan kata ‘kepemudaan’, juga diduga ada beberapa kesalahan penulisan aksara pada beberapa kalimat lain yang menjadi bagian tulisan yang dipasang di SD. Namun, pihaknya maupun beberapa kepala sekolah SD di Kecamatan Mendoyo, sementara masih memasang papan nama tersebut, karena berpikir papan nama yang dipasang saat ini masih bersifat sementara. “Ini kan masih sementara. Kalau yang permanen, baru agak repot,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Dikpora) Jembrana, I Putu Eka Suarnama, dikonfirmasi Selasa kemarin, mengaku belum mendengar laporan terkait kesalahan penulisan aksara Bali itu. Apalagi sampai terjadi di semua SDN se-Kecamatan Mendoyo. Jika terjadi kesalahan, semestinya pihak sekolah berinisiatif mengganti, meskipun masih bersifat sementara. “Ya semestinya diganti saja. Sekarang memang masih sementara. Rencana nunggu anggaran baru, baru mulai dipasang yang permanen,” ujar Suarnama.
Sementara Koordinator Penyuluh Bahasa Bali (PBB) Kabupaten Jembrana I Putu Wahyu Wirayuda, Selasa kemarin, mengatakan dirinya juga sempat mengamati kesalahan penulisan aksara Bali di sejumlah SDN di Kecamatan Mendoyo. Selain dalam kata ‘Kepemudaan’, dari pengamatannya di beberapa SDN di Kecamatan Mendoyo, juga terjadi kesalahan massal pada penulisan kata ‘kabupaten’ dan ‘SD’. Dalam penulisan kata ‘kabupaten’, terdapat kesalahan terhadap penulisan ‘bu’ yang ditulis menggunakan aksara bha dengan suku biasa. Padahal penulisan ‘bu’ dalam kata ‘kabupaten’ itu seharusnya ditulis menggunakan aksara bha dengan suku ilut.
“Penulisan ‘SD’, salah terkait penggunaan carik. Singkatan dalam aksara Bali, harusnya diapit carik, bukan setiap huruf berisi carik. Seperti dalam penulisan ‘SD’, itu di tengah-tengah tulisan ‘es’ dan ‘de’-nya keliru berisi carik,” ujar Wahyu yang juga warga Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo. *ode
Dari pengamatan di sejumlah SDN wilayah Kecamatan Mendoyo, Selasa (30/10), kesalahan penulisan aksara Bali secara massal dalam penulisan kata ‘kepemudaan’, tepatnya tampak pada penulisan ‘daa’. Penulisan ‘daa’ dalam kata ‘kepemudaan’, harusnya ditulis dengan aksara ‘da matedong’, itu tertulis menggunakan aksara ‘sa matedong’, sehingga terbaca menjadi ‘kepemusaan’.
“Itu jelas-jelas yang digunakan aksara ‘sa’ bukan ‘da’,” kata salah seorang pensiunan guru SD asal Kecamatan Mendoyo, yang menolak namanya ditulis di media.
Pensiunan guru ini yakin di masing-masing SDN di Kecamatan Mendoyo, sejumlah guru menyadari kesalahan tersebut. Meski demikian, pihak sekolah masih tetap memasang papan nama menggunakan lembaran vinyl, itu di depan sekolah masing-masing. Padahal papan nama itu setiap hari dilihat siswa maupun masyarakat sekitar.
“Saya lihat kesalahan penulisan itu terjadi merata di semua SD di Mendoyo. Kemungkinan ada satu sumber, makanya kompak salahnya. Karena saya lihat di SD kecamatan lain, tidak ada kesalahan itu,” ujarnya.
Salah seorang kepala sekolah SDN di Kecamatan Mendoyo, menyatakan tahu mengenai kesalahan penulisan aksara Bali tersebut. Selain kesalahan penulisan kata ‘kepemudaan’, juga diduga ada beberapa kesalahan penulisan aksara pada beberapa kalimat lain yang menjadi bagian tulisan yang dipasang di SD. Namun, pihaknya maupun beberapa kepala sekolah SD di Kecamatan Mendoyo, sementara masih memasang papan nama tersebut, karena berpikir papan nama yang dipasang saat ini masih bersifat sementara. “Ini kan masih sementara. Kalau yang permanen, baru agak repot,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Dikpora) Jembrana, I Putu Eka Suarnama, dikonfirmasi Selasa kemarin, mengaku belum mendengar laporan terkait kesalahan penulisan aksara Bali itu. Apalagi sampai terjadi di semua SDN se-Kecamatan Mendoyo. Jika terjadi kesalahan, semestinya pihak sekolah berinisiatif mengganti, meskipun masih bersifat sementara. “Ya semestinya diganti saja. Sekarang memang masih sementara. Rencana nunggu anggaran baru, baru mulai dipasang yang permanen,” ujar Suarnama.
Sementara Koordinator Penyuluh Bahasa Bali (PBB) Kabupaten Jembrana I Putu Wahyu Wirayuda, Selasa kemarin, mengatakan dirinya juga sempat mengamati kesalahan penulisan aksara Bali di sejumlah SDN di Kecamatan Mendoyo. Selain dalam kata ‘Kepemudaan’, dari pengamatannya di beberapa SDN di Kecamatan Mendoyo, juga terjadi kesalahan massal pada penulisan kata ‘kabupaten’ dan ‘SD’. Dalam penulisan kata ‘kabupaten’, terdapat kesalahan terhadap penulisan ‘bu’ yang ditulis menggunakan aksara bha dengan suku biasa. Padahal penulisan ‘bu’ dalam kata ‘kabupaten’ itu seharusnya ditulis menggunakan aksara bha dengan suku ilut.
“Penulisan ‘SD’, salah terkait penggunaan carik. Singkatan dalam aksara Bali, harusnya diapit carik, bukan setiap huruf berisi carik. Seperti dalam penulisan ‘SD’, itu di tengah-tengah tulisan ‘es’ dan ‘de’-nya keliru berisi carik,” ujar Wahyu yang juga warga Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo. *ode
1
Komentar