nusabali

Kesibukan Bertambah karena Musibah Pesawat Lion Air JT 610

  • www.nusabali.com-kesibukan-bertambah-karena-musibah-pesawat-lion-air-jt-610

Nyoman Rai Pering juga harus standby di Crisis Center Lion Air yang  lokasinya tak jauh dari Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, Tangerang, Banten untuk memberikan informasi terkini kepada keluarga korban pesawat jatuh

I Nyoman Rai Pering, Presiden Direktur Batam Aero Technik Lion Air Group

JAKARTA, NusaBali
Musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkalpinang (Bangka Belitung) di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10) pagi, membuat para petinggi maskapai tersebut sibuk dan harus siap memberi informasi terkini kepada keluarga penumpang. Termasuk yang ikut sibuk adalah I Nyoman Rai Pering, 51, putra Bali yang kini menjabat sebagai Presiden Direktur (Presdir) Batam Aero Technic Lion Air Group.

Nyoman Rai Pering mejabat sebagai Presdir Batam Aero Technik Lion Air Group, sejak tahun 2015. Jabatan tersebut mengharuskan pria asal Banjar Ubud Kelod, Kelurahan Ubud, Kecamatan Ubud, Gianyar ini terjun melayani keluarga penumpang pesawat Lion Air JT 610 yang membutuhkan informasi. Rai Pering, antara lain, kebagian tugas memberi keterangan kepada keluarga korban di Ruang Tunggu RS Polri Kramatjati, Jakarta, Jumat (2/11) lalu. Itu merupakan tugas ekstra di luar kegiatan sehari-harinya.

Menurut Rai Pering, dirinya juga harus standby di Crisis Center Lion Air yang lokasinya tak jauh dari Bandara Soekarno Hatta Cenkareng, Tangerang, Banten. Namun, dia tidak menganggap tugas itu berat. Rai Pering menganggap itu sebagai sebuah kewajiban yang harus dijalankan. "Tidak berat, karena kondisi seperti ini kami memang harus memberi informasi ter-update kepada keluarga korban," ujar Rai Pering kepada NusaBali di RS Polri, Jumat siang.

Rai Pering mengatakan, dengan teknologi pula, dirinya dan petinggi Lion Air Group lainnya terus berkordinasi. Mereka harus siap dihubungi setiap saat. Guna menjaga stamina, Rai Pering mengimbanginya dengan meditasi (yoga). “Pasca musibah pesawat Lion Air JT 610, kami selalu mendampingi keluarga penumpang, termasuk pendampingan psikologi. Dalam hal ini, kami libatkan sejumlah psikiater dari lembaga swadaya maupun yayasan Tzu Chi,” jelas pria kelahiran Gianyar, 21 Desember 1967 ini.

Rai Pering menyebutkan, kecelakaan yang menimpa pesawat Lion Air JT 610 di luar kuasa manusia. Pasalnya, pesawat tersebut tergolong baru dua bulan digunakan. Pesawat ini memiliki teknologi canggih, dengan pilot berpengalaman. Rai Pering bersyukur karena black box pesawat telah ditemukan,. Black box inilah yang bisa jadi bahan untuk mengetahui penyebab kecelakaan pesawat.

Rai Pering meminta agar keluarga korban bersabar dan tabah menunggu hasil penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). "Black box sudah ditemukan. Dari sana kita bisa mengetahui apa yang terjadi. Mohon keluarga bersabar menunggu pengumuman yang akan dipublish oleh KNKT nanti," ujar ayah 3 nak dari pernikahannya dengan Ratih Ayunsari ini.

Nyoman Rai Pering sendiri merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara keluarga pasangan I Nengah Minser dan Ni Ketut Bunter. Dia adalah lulusan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Tangerang, Banten tahun 1990. Anak sulungnya, Putu Raka Pering Aditya Kumara, juga lulusan sekolah penerbang.

Rai Pering berkarier di dunia penerbangan secara tak sengaja. Awalnya, setamat dari SMAN 3 Denpasar, Rai Pering melanjutkan kuliah di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unud. Baru satu semester kuliah di Fakultas Teknik Unud, salah seorang teman baiknya meminta bantuan Rai Pering untuk diantar mendaftar ke STPI Curug, Tangerang---dulunya bernama PLP Curug. Dari situ, semuanya berubah drastis.

Rai Pering ikut mendaftar di STPI Curug. Tanpa dinyana, Rai Pering dinyatakan lulus tes, hingga dia tinggalkan kuliah di Fakultas Teknik Unud. Ternyata, kedua orangtuanya di Ubud mendukung penuh keputusan Rai Pering banting haliann ke STPI Curug. Apalagi, dia menempung pendidikan di STPI Curug dengan biaya tanggung pemerintah. "Saya masuk STPI Curug tahun 1988 dan lulus pada 1990. Lencana disematkan oleh Menteri Perhubungan saat itu Pak Azwar Anas.," kenang Rai Pering.

Tamat dari STPI Curug, Rai Pering mendapat ikatan dinas bekerja di PT Merpati Nusantara Airlines, BUMN yang masih satu grup dengan Garuda Indonesia. Di PT Merpati, dia menjadi engineer F27, DC9, dan A310. Lanjut menjadi manajer dan terakhir sebagai GM Engineer tahun 2008.

Karena kondisi Merpati tidak sehat, para pegawai ditawari pensiun dini, termasuk Rai Pering. Setelah pensiun dini dari PT Merpati, Rai Pering lalu mendapat tawaran bergabung ke Lion Air Group. Rai Pering mengawali karier di Lion Air Group sebagai Staf Ahli Engineer. Lalu, posisinya meningkat sebagai Project Pengadaan Boeng 747 (sebanyak dua unit). Karirnya semakin menanjak dengan dipercaya sebagai Direktur Teknik Wings Air. Setelah selama 8 bulan menjadi Direktur Teknik Wings Air, Rai Pering lalu beralih sebagai Direktur Teknik Lion Air (selama 3 tahun). Akhirnta, Rai Pering dipercaya menjabat sebagai Presiden Direktur Batam Aero Technic Lion Air Group sejak 2015.

Batam Aero Technic merupakan tempat perawatan pesawat-pesawat besar di Hang Nadim International Airport Batam, Riau. Costumer intinya adalah Lion Air Group. Namun bila ada slot lebih, mereka mencari costomer dari pihak lain yang berada di Asia.

Menurut Rai Pering, dalam keluarga besarnya, hanya dirinya yang menekuni dunia penerbangan. Sedangkan dua kakak dan empat adiknya yang tinggal di Bali, lebih banyak berkecimpung di sektor pariwisata. “Karena keluarga tinggal di kawasan wisata Ubud, makanya mereka banyak bergerak di bidang pariwisata,” papar Rai Pering. “Ada satu anak saya yang mengikutijejak ayahnya, yakni si sulung (Putu Raka Pering Aditya Kumara, Red). Dia baru saja lulus dari Sekolah Penerbangan AAA. Dia memilih bidang penerbangan atas kemauan sendiri,” papar Rai Pering. *k22

Komentar