Bendesa Adat Bantah 11 Orang Itu Pecalang
Sebelas (11) orang yang sempat diamankan petugas Dit Reskrimum Polda Bali karena diduga lakukan tindak pidana pungutan liar, Kamis (1/11) pagi, sudah dilepas polisi dan dikenakan wajib lapor.
Sempat Ditangkap, Dikenakan Wajib Lapor
DENPASAR, NusaBali
Mereka itu bukan pecalang, melainkan pegawai Badan Usaha Milik Desa Adat Sanur (BUMDAS) yang ditugaskan di pintu masuk Pantai Matahari Terbit untuk pungut retribusi kawasan wisata Sanur, Denpasar Selatan.
Direktur Reskrimum Polda Bali, Kombes Pol Andi Fairan, mengatakan 11 orang yang diduga lakukan pungutan liar ini diamankan 1 November 2018 pagi pukul 10.30 Wita. Mereka diciduk setelah polisi memiliki bukti atas dugaan pungli di pintu masuk Pantai Matahari Terbit. Barang bukti yang diamankan termasuk satu bendel karcis masuk untuk kendaraan roda empat berisi 36 lembar (dari total 100 lembar), satu bendel berisi 9 lembar tiket kendaraan roda dua (dari total 100 lembar), dan uang tunai Rp 1.000.000.
“Berdasarkan penyelidikan di lapangan, mereka lakukan pungutan tanpa ada MoU dengan PD Parkir Kota Denpasar. Atas dasar itulah, kita memiliki bukti yang kuat untuk mengamankan 11 orang tersebut,” papar Kombes Andi di Mapolda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar, Rabu (7/11).
Disebutkan, pungutan untuk kendaraan roda dua sebesar Rp 2.000, kendaraan roda empat sebesar Rp 5.000, bus pariwisata Rp 20.000, kendaraan Elf untuk pariwisata Rp 10.000, kendaraan bawa barang jenis Pick Up sebesar Rp 20.000, truk Engkel Rp 40.000, truk besar Rp 50.000, dan sepeda motor membawa barang dikenakan Rp 5.000. Menurut Kombes Andi, 11 orang tersebut dijerat Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan. Mereka semua sudah dilepas polisi beberapa jam setelah diamankan dan dikenakan wajib lapor.
Dikonfirmasi NusaBali terpisah, Rabu kemarin, Bendesa Adar Sanur, IB Paramartha, membantah 11 orang yang sempat diamankan polisi merupakan pecalang. Mereka itu adalah pegawai BUMDAS. Pungutan yang dilakukan pun bukan untuk parkir, melainkan retribusi kawasan pariwisata Desa Adat Sanur yang dikelola oleh BUMDAS.
Saat diamankan polisi, kata Paramartha, 11 pegawai BUMDAS itu tengah menerima gaji bulanan. Tiba-tiba, polisi datang dan membawanya ke Polresta Denpasar atas dugaan lakukan pungutan parkir liar. Padahal, mereka petugas BUMDAS yang kesehariannya memungut retribusi pariwisata. "Mereka itu bukan pecalang, kebetulan saja memakai saput poleng. Kalau kita nggak cari tambahan pemasukan lewat pariwisata, lalu dari mana lagi?" ujar Paramartha saat dihubungi di Sanur, Rabu kemarin.
Menurut Paramartha, selama ini pihaknya sudah memproses kerjasama dengan PD Parkir. Kerjasama tersebut diajukan sehari sebelum penangkapan 11 orang itu terjadi. Kerjasama tersebut masih dikaji, sehingga membutuhkan proses untuk MoU. Paramartha berharap Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar bisa membuatkan regulasi sebatas mana desa adat bisa memungut retribusi. Jika tidak dibolehkan, pihaknya ingin ada kebijakan yang pasti untuk anggaran desa adat.
"Kami ingin kejelasan sebatas mana kewenangan kami memungut. Soalnya kami butuh dana untuk perbaikan pura dan kebutuhan di desa adat. Wilayah kami yang notabene kawasan wisata lebih memilih untuk memanfaatkan kawasan sendiri, mengambil kontribusi untuk pembangunan desa. Jika tidak, ke mana lagi kami cari dana? Berikan solusi dan buatkan kami (desa adat) regulasi yang jelas dari Gubernur atau Walikota," jelas Paramartha.
Sementara itu, Dirut PD Parkir Denpasar, I Nyoman Putrawan, mengatakan kejadian tersebut bukan kewenangannya untuk mengomentari. Putrawan membenarkan pihaknya sudah menerima pengajuan kerjasama dari Desa Adat Sanur, yang saat ini masih dalam tahap kajian di lapangan. Salah satunya, kajian dari segi keramaian pengguna parkir.
Kendati masih dalam tahap kajian, PD Parkir memberikan karcis resmi untuk mengukur keramaian di Pantai Matahari Terbit tersebut. "Kami masih mengkaji pengajuan kerjasama dari Desa Adat Sanur sejak Jumat hingga hari Minggu kemarin. Jadi, kami belum resmi teken MoU, karena masih melihat potensi perparkiran di kawasan itu. Jika sudah ada ukuran sebagai kawasan parkir yang sesuai, barulah akan dibahas kontribusi dan MoU-nya," tandas Putrawan.
Menurut Putrawan, saat ini ada dua desa adat yang belum resmi bekerjasama dengan PD Parkir terkait perparkiran, yakni Desa Adat Sanur dan Desa Adat Renon. Khusus Desa Adat Renon, sampai saat ini belum mengajukan kerjasama terutama perparkiran private (di lahan pertokoan). *dar,mi
DENPASAR, NusaBali
Mereka itu bukan pecalang, melainkan pegawai Badan Usaha Milik Desa Adat Sanur (BUMDAS) yang ditugaskan di pintu masuk Pantai Matahari Terbit untuk pungut retribusi kawasan wisata Sanur, Denpasar Selatan.
Direktur Reskrimum Polda Bali, Kombes Pol Andi Fairan, mengatakan 11 orang yang diduga lakukan pungutan liar ini diamankan 1 November 2018 pagi pukul 10.30 Wita. Mereka diciduk setelah polisi memiliki bukti atas dugaan pungli di pintu masuk Pantai Matahari Terbit. Barang bukti yang diamankan termasuk satu bendel karcis masuk untuk kendaraan roda empat berisi 36 lembar (dari total 100 lembar), satu bendel berisi 9 lembar tiket kendaraan roda dua (dari total 100 lembar), dan uang tunai Rp 1.000.000.
“Berdasarkan penyelidikan di lapangan, mereka lakukan pungutan tanpa ada MoU dengan PD Parkir Kota Denpasar. Atas dasar itulah, kita memiliki bukti yang kuat untuk mengamankan 11 orang tersebut,” papar Kombes Andi di Mapolda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar, Rabu (7/11).
Disebutkan, pungutan untuk kendaraan roda dua sebesar Rp 2.000, kendaraan roda empat sebesar Rp 5.000, bus pariwisata Rp 20.000, kendaraan Elf untuk pariwisata Rp 10.000, kendaraan bawa barang jenis Pick Up sebesar Rp 20.000, truk Engkel Rp 40.000, truk besar Rp 50.000, dan sepeda motor membawa barang dikenakan Rp 5.000. Menurut Kombes Andi, 11 orang tersebut dijerat Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan. Mereka semua sudah dilepas polisi beberapa jam setelah diamankan dan dikenakan wajib lapor.
Dikonfirmasi NusaBali terpisah, Rabu kemarin, Bendesa Adar Sanur, IB Paramartha, membantah 11 orang yang sempat diamankan polisi merupakan pecalang. Mereka itu adalah pegawai BUMDAS. Pungutan yang dilakukan pun bukan untuk parkir, melainkan retribusi kawasan pariwisata Desa Adat Sanur yang dikelola oleh BUMDAS.
Saat diamankan polisi, kata Paramartha, 11 pegawai BUMDAS itu tengah menerima gaji bulanan. Tiba-tiba, polisi datang dan membawanya ke Polresta Denpasar atas dugaan lakukan pungutan parkir liar. Padahal, mereka petugas BUMDAS yang kesehariannya memungut retribusi pariwisata. "Mereka itu bukan pecalang, kebetulan saja memakai saput poleng. Kalau kita nggak cari tambahan pemasukan lewat pariwisata, lalu dari mana lagi?" ujar Paramartha saat dihubungi di Sanur, Rabu kemarin.
Menurut Paramartha, selama ini pihaknya sudah memproses kerjasama dengan PD Parkir. Kerjasama tersebut diajukan sehari sebelum penangkapan 11 orang itu terjadi. Kerjasama tersebut masih dikaji, sehingga membutuhkan proses untuk MoU. Paramartha berharap Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar bisa membuatkan regulasi sebatas mana desa adat bisa memungut retribusi. Jika tidak dibolehkan, pihaknya ingin ada kebijakan yang pasti untuk anggaran desa adat.
"Kami ingin kejelasan sebatas mana kewenangan kami memungut. Soalnya kami butuh dana untuk perbaikan pura dan kebutuhan di desa adat. Wilayah kami yang notabene kawasan wisata lebih memilih untuk memanfaatkan kawasan sendiri, mengambil kontribusi untuk pembangunan desa. Jika tidak, ke mana lagi kami cari dana? Berikan solusi dan buatkan kami (desa adat) regulasi yang jelas dari Gubernur atau Walikota," jelas Paramartha.
Sementara itu, Dirut PD Parkir Denpasar, I Nyoman Putrawan, mengatakan kejadian tersebut bukan kewenangannya untuk mengomentari. Putrawan membenarkan pihaknya sudah menerima pengajuan kerjasama dari Desa Adat Sanur, yang saat ini masih dalam tahap kajian di lapangan. Salah satunya, kajian dari segi keramaian pengguna parkir.
Kendati masih dalam tahap kajian, PD Parkir memberikan karcis resmi untuk mengukur keramaian di Pantai Matahari Terbit tersebut. "Kami masih mengkaji pengajuan kerjasama dari Desa Adat Sanur sejak Jumat hingga hari Minggu kemarin. Jadi, kami belum resmi teken MoU, karena masih melihat potensi perparkiran di kawasan itu. Jika sudah ada ukuran sebagai kawasan parkir yang sesuai, barulah akan dibahas kontribusi dan MoU-nya," tandas Putrawan.
Menurut Putrawan, saat ini ada dua desa adat yang belum resmi bekerjasama dengan PD Parkir terkait perparkiran, yakni Desa Adat Sanur dan Desa Adat Renon. Khusus Desa Adat Renon, sampai saat ini belum mengajukan kerjasama terutama perparkiran private (di lahan pertokoan). *dar,mi
1
Komentar